Ada bermacam-macam motivasi orang untuk menjadi kepala daerah, misalnya mencari atau mempertahankan kekayaan, mencari jabatan, mencari popularitas. Di samping itu, ada sedikit orang yang menjadi kepala daerah untuk beramal saleh dan bermanfaat bagi masyarakat. Salah satu dari orang yang sedikit tersebut ialah Epyardi Asda.
Sejak menjadi Bupati Solok pada 2021, Epyardi tak pernah mengambil gaji, tunjangan, dan dana apa pun dari APBD, yang sebenarnya merupakan haknya. Ia malah memberikan uang tersebut untuk orang yang membutuhkan, seperti anak yatim dan fakir miskin.
Epyardi tidak mengambil gaji bukan karena ia tak membutuhkan uang. Akan tetapi, uangnya sudah banyak (tercatat harta kekayaannya lebih dari Rp66 miliar). Sementara itu, gaji bupati tak seberapa dibandingkan dengan penghasilannya sebagai pemilik beberapa perusahaan perkapalan di Tanjung Priok, Jakarta.
Epyardi tidak mengambil gaji karena tujuannya menjadi bupati memang bukan untuk mencari uang, tetapi untuk mengabdi kepada kampung halamannya, untuk bermanfaat bagi masyarakatnya. Baginya, bekerja untuk bermanfaat bagi orang lain merupakan amal saleh di samping ibadah wajib.
Selain tidak mengambil gaji, Epyardi tidak mengambil tawaran mobil dinas dan tawaran dana untuk merenovasi rumah dinas. Itu terjadi setelah ia dilantik menjadi bupati. Beberapa pejabat menawarinya anggaran dana untuk membeli mobil dinas dan merenovasi rumah dinas dengan dana miliaran rupiah. Ia menolak tawaran itu karena menganggap dirinya belum layak menerima fasilitas mewah dari uang rakyat tersebut, sementara rakyatnya hidup susah. Oleh karena itu, ia menggunakan mobil pribadinya sebagai mobil dinas dan tinggal di rumah dinasnya secara apa adanya.
Saat memberikan kata sambutan di sebuah universitas, Epyardi mengatakan bahwa ia tidak mempan diiming-imingi tawaran seperti itu oleh pejabat. Kalau seorang pejabat ingin mendapatkan perhatiannya, ia meminta pejabat tersebut untuk menunjukkan kinerja, bukan memberikan fasilitas mewah atau uang.
Dengan kekayaan, karakter, dan niat ikhlasnya, Epyardi bukanlah tipe pejabat yang dapat disogok dengan uang atau pemberian lainnya. Ia sudah menutup pintu korupsi dari dalam hatinya.
Sekali lagi, Epyardi menjadi bupati bukan untuk mencari kekayaan. Dalam berbagai forum, ia menyampaikan bahwa ia hanya ingin menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain karena ia ingat hadis Nabi Muhammad bahwa sebaik-baiknya manusia ialah yang bermanfaat bagi orang lain. Dengan kesadaran bahwa hidup di dunia hanyalah untuk menyiapkan bekal menuju akhirat, ia sadar bahwa tak ada yang bermanfaat untuk dibawa mati kecuali amal saleh. Ia insaf bahwa harta yang banyak tidak akan dibawa mati.
Dengan niat seperti itulah, Epyardi ingin membangun Sumatera Barat yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kita tahu bahwa segala sesuatu berawal dari niat. Jika ada orang yang berniat ikhlas menjadi gubernur untuk membangun kampung halamannya, bukan untuk mencari kekayaan, bukan untuk mencari jabatan, insyaallah hasil kerjanya akan bagus. Jika gubernurnya bagus, bawahan akan mengikuti karena seribu kambing akan mengaum jika dipimpin seekor harimau, sedangkan seribu harimau akan mengembik jika dipimpin seekor kambing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H