Mohon tunggu...
Puti Hanggraini
Puti Hanggraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya adalah seorang mahasiswa dengan jurusan pendidikan pancasila dan kewarganegaraan

Saya baru mencoba untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Refleksi Nilai Kerakyatan Dari Sila Keempat Pancasila Dalam Pemilu 2024

28 Desember 2024   16:07 Diperbarui: 28 Desember 2024   16:07 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pemilu 2024 menjadi momen penting bagi bangsa Indonesia dalam melaksanakan prinsip demokrasi yang berlandaskan Pancasila. Dengan lebih dari 204 juta pemilih terdaftar, Pemilu 2024 menjadi momen penting untuk menilai sejauh mana sila keempat Pancasila dapat diimplementasikan. Sila ke empat Pancasila yang berbunyi, "Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan," menjadi landasan dalam sistem demokrasi negara Indonesia. Konsep utama dari sila ke empat ini antara lain kerakyatan, yang menegaskan pentingnya keterlibtaan rakyat dalam menentukan kebijakan negara, karena kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Hikmat kebijaksanaan artinya mengedepankan akal sehat dan nilai moral sebagai dasar pengambilan Keputusan. Permusyawaratan menekankan pentingnya musyawarah dan mufakat sebagai cara penyelesaian perbedaan. Sementara perwakilan menjamin mandat bagi perwakilan rakyat untuk menyuarakan suara rakyat secara demokrasi. Dalam pemilu tahun 2024 nilai-nilai ini yang menjadi dasar untuk menciptakan demokrasi yang sehat dimana proses pemilu dilakukan dengan menjunjung tinggi keadilan, transparansi, dan kepentingan bersama.

Tantangan dan Hambatan dalam Implementasi Nilai-nilai sila ke-4

Meskipun nilai-nilai yang terkandung dalam sila ke empat memiliki dasar yang kuat, namun pada kenyataannya penerapan sila ke empat ini menghadapi berbagai tantangan, di antaranya:

1. Politik Uang
Salah satu tantangan yang paling utama adalah praktek money politic yang masih banyak terjadi. Banyak politisi yang menggunakan cara-cara yang tidak etis demi mendapatkan banyak suara, seperti memberikan uang kepada masyarakat melalui tim sukses mereka. Hal ini menciptakan ketidakadilan dan merusak prisip musyawarah.

2. Polarisasi dan Politik Identitas
Munculnya politik identitas dan isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) yang memperburuk situasi. Polarisasi ini tidak hanya memencah belah Masyarakat tetapi juga menggangu proses pemilu.

3. Krisis Kepercayaan Publik
Banyak Masyarakat merasa spektis terhadap integritas pemilu akbit dari kasus-kasus kecurangan dalam pemilu. Hal ini membuat Masyarakat tidak ingin berpartisipasi dalam proses demokrasi, tentu saja hal ini menghambat implementasi dari sila ke empat yang menekankan pada keterwakilan dan partisipasi aktif dari Masyarakat.

4. Penyebaran Berita Palsu
Penyebaran berita palsu menjelang pemilu sering kali dilakukan oleh buzzer dari tim lawan, yang bertujuan untuk mempengaruhi opini publik dan menciptakan kebingungan di kalangan masyarakat.

Strategi dalam Mewujudkan Sila ke-4 sebagai Kepribadian Bangsa dalam Pemilu 2024

1. Pendidikan Politik
Merancang program Pendidikan politik untuk menjelaskan makna sila keempat, serta bagaimana Masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif dalam pemilu. Hal ini dapat dilakuakan melalui penyuluhan, komunitas, dan media sosial.

2. Penghormatan Terhadap Hasil Pemilu
Membangun budaya penghormatan terhadap hasil pemilu apapun hasilnya. Pihak-pihak yang kalah harus diajarkan menerima hasil dengan lapang dada demi menjaga stabilitas sosial dan politik.

3. Kampanye Anti Disinformasi
Melakukan edukasi kepada Masyarakat tentang cara mengenali berita palsu serta pentingnya informasi yang akurat dapat menciptakan pemilu yang sehat.

Pemilu 2024 adalah kesempatan emas bagi Indonesia untuk membuktikan bahwa demokrasi Pancasila mampu berjalan dengan baik. Penerapan nilai-nilai sila keempat menjadi kunci untuk memastikan proses pemilu yang tidak hanya sah secara prosedural, tetapi juga bermakna secara moral. Karena pada akhirnya pemilu tidak hanya persoalan memilih pemimpin tetapi juga tentang membangun masa depan Indonesia yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun