Mohon tunggu...
Putri Artamevia Andini
Putri Artamevia Andini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi dari Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

Saya adalah mahasiswi jurusan Hukum Pidana Islam angkatan 2019. Saya lahir di Jakarta, 11 April 2001. Saat ini saya berdomisili di Bekasi. Saya merupakan individu yang memiliki ketertarikan terhadap dunia hukum, seni kreatif, mengikuti perkembangan media sosial, bidang komunikasi, dan totalitas dalam mengerjakan sesuatu serta saya suka belajar hal baru dan memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, rajin, gigih, dan pekerja keras.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Realitas Etika Penegak Hukum di Indonesia

22 Oktober 2022   11:57 Diperbarui: 22 Oktober 2022   12:12 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber: freepik.com

Arti penegak hukum dikaitkan dengan masalah peradilan yang memeriksa, memutus, dan mengadili perkara dengan melakukan penerapan aturan hukum yang beretika agar putusannya adil dan menjamin ketaatan terhadap hukul materiil, yakni dilakukannya prosedur yang ditetapkan secara hukum formal. Berbagai macam penegak hukum yang dapat kita temui dalam ruang lingkup peradilan, salah satunya adalah:

  • Advokat, sesuai pasal 5 ayat (1) UU Advokat bahwasannya advokat sebagai penegak hukum yang bebas dan mandiri serta terjamin hukum peraturan perundang-undangan. Advokat sebagai perangkat yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam melaksanakan keadilan.
  • Kepolisian, sesuai pasal 2 UU No. 2 Tahun 2002 polisi memiliki fungsi pemerintahan dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat penegak hukum seperti perlindungan, pengayoman, dan pelayanan untuk masyarakat.
  • Mahkamah konstitusi, sesuai pasal 2 UU Mahkamah Konstitusi bahwasannya merupakan salah satu lembaga negara yang menegakkan hukum di wilayah kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan peradilan sehingga terciptanya keadilan
  • Contoh Lembaga hukum lainnya yaitu Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Mahkamah Agung, dan Komisi Yudisial, dan sebagainya. Profesi tersebut tidak hanya mempunyai kewenangan terkait proses peradilan, tetapi juga berhak memeriksa, mengawasi, atau menjalankan perintah undang-undang.

Profesi hukum mempunyai tolak ukur seperti mendahulukan pelayanan daripada imbalan, maka tujuan prinsip yang diperlukan dalam berprofesi bidang hukum yaitu:

  • Menetapkan tanggung jawab klien, lembaga, serta masyarakat
  • Menjaga nama baik keprofesian hukum
  • Standar etika menjadikannya berkelakuan baik, berintegritas atau kejujuran

Beberapa kode etik perilaku profesi hukum seperti:

  • Hakim, meliputi etika: kepribadian hakim, melakukan tugas jabatan, pelayanan terhadap para pencari keadilan, hubungan sesama rekan hakim, pengawasan terhadap hakim. Prinsip dasar kode etik nya seperti berperilaku: adil, jujur, arif, bijaksana, mandiri, berintegrasi tinggi, bertanggung jawab, menjunjung tinggi harga diri, berdisiplin tinggi, rendah hati, dan professional.
  • Jaksa, sesuai UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI lebih menetapkan kedudukan dan peran Kejaksaan yang bertugas di Lembaga peradilan dibidang penuntutan yang harus bebas merdeka dari tuntutan atau ancaman pihak manapun. Dalam kewajibannya, jaksa wajib setia dan taat terhadap Pancasila dan UUD 1945, berperilaku sesuai peraturan perundang, undangan, mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung hak asasi manusia, menjalankan tugas sesuai visi misi Kejaksaaan RI, menampilkan sikap kepemimpinan, keadilan, kedaulatan, kewibawaan, serta solidaritas, melakukan tugas secara mandiri, professional, integrasi, jujur, dan adil. Jaksa juga berhak: menjalankan fungsi tanpa intimidasi, gangguan, dan pelecehan, perlindungan hukum, mendapatkan Pendidikan, mendapatkan saranan yang layak dalam menjalankan tugas, mendapatkan kenaikan pangkat, memiliki kebebasan berpendapat, mendapatkan proses secara cepat, adil dan mengevaluasi keputusan yang objektif.
  • Kepolisian Negara RI, KEPP (kode etik profesi Polri) adalah aturan polri dalam menciptakan tugas, wewenang tanggung jawab jabatan. Gunanya untuk profesionalisme, integritas, akuntabilitas, tindakan, sikap, pola pikir Polri
  • Advokat, sebelum menjalankan profesinya, advokat wajib melakukan sumpah atau perjanjian d sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumny. Isi dari sumpah tersebut yakni mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 tidak menjanjikan barang (korupsi) sebagai pmberi jasa hukum yang bersifat jujur baik diluar maupun didalam wilayah peradilan tanpa melihat profesi atau kedudukan maupun kepada klien atau masyarakat, menjaga tingkah laku, kwajiban secara terhormat, bermartabat, dan tanggung jawab sebagai advokat, tidak akan menolak melakukan pembelaan dan memberi jasa hukum advokat. Kewajiban advokat yaitu: mengeluarkan pendapat, bebas menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara,tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana atas dasar pembelaan klien dengan tujuan itikad baik pada sidang peradilan, berhak memperoleh informasi, data, dokumen untuk kepentingan pembelaan klien, dilarang membedaan perlakuan klien dari jenis kelamin, ras, budaya, agama dan lain sebagainya, wajib merahasiakan segala yang diketahui dari kliennya termasuk berkas dokumen (kecuali ditentukan UU), dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan tugas dan martabat profesinya apalagi hingga merugikan profesi advokat itu sendiri, advokat yang menjadi penjabat negara tidak boleh  melaksanakan tugas profess advokat selama menjadi penjabat negara tersebut.

Melihat adanya etika yang menerapkan integritas seorang yang berprofesi hukum, namun masih saja terdapat kasus-kasus yang berkenaan dengan etika profesi, seperti:

  • Perselingkuhan seorang hakim sehingga Majelis Kehormatan Hakim menjatuhkan sanksi Nonplau selama 2 tahun, sanksi ini termasuk sanksi berat, maksud dari nonpalu bahwa hakim tidak boleh mengadili kasus selama 2 tahun oleh MKH (Majelis Kehormatan Hakim), yang seharusnya pelapor dihukum yakni dengan melakukan pemberhentian sebagai hakim, hukuman ini dilakukan karena faktor pelapor mengakui kesalahnnya. Jika memang tidak ada sama sekali keadaan yang meringankan, maka hakim memiliki alasan untuk tidak mencantumkan nya. Namun sepanjang keadaan meringankan masih ada, hakim tetap harus mempertimbangkannya, karena hal ini merupakan kewajiban hakim sebagaimana diatur dalam pasal 197 KUHAP yang ketiadaannya dapat mengakibatkan putusan batal demi hukum. jika keadaan tidak setimpal dengan keadaan yang memberatkan, maka hakim tetap dapat menjatuhkan putusan pidana/ketentuan aturan maksimum. Syaratnya yaitu ketidaksetimpalan antara keadaan memberatkan dan keadaan meringankan tersebut juga dijelaskan dalam pertimbangan putusan.
  • Kasus berikutnya yaitu melanggar kode etik profesi yang dilakukan oleh Ketua Peradi Sidoarjo di ganjar sanksi skorsing 9 bulan, jenis tindakan yang dapat dijatuhkan kepada advokat tersebut diatur secara limitatif dalam pasal 7 ayat (1) UU Advokat
  • Kasus berikutnya yaitu pedagang dipukul preman jadi tersngka, Mabes Polri Mutasi Kapolsek Percut Sei. Berdasarkan Pasal 1 angka 11 jo. Pasal 14 ayat (1) Perkap 12/2009, prosedur penyelesaian perkara termasuk penyidikan dan penetapan tersangka, harus dilakukan secara profesional, proporsional dan transparan agar tidak ada penyalahgunaan wewenang dan lebih jauh tidak semata-mata bertendensi menjadikan seseorang menjadi tersangka. Pelanggaran Etik dan Disiplin Anggota Polri Mengeluarkan pernyataan yang cenderung menjadikan seseorang sebagai tersangka dengan mengabaikan proses yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dapat menimbulkan pelanggaran etik dan disiplin anggota Polri. Sanksi dan Prosedur terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut dapat dilaporkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) pada kantor-kantor Polisi terdekat, Divpropam Polri dan akan ditindaklanjuti ke Komisi Kode Etik Polri. Terdapat sanksi dan hukuman disiplin jika pelanggaran itu benar adanya.

Beberapa kasus diatas menyatakan bahwa fakta di lapangan itu berbeda dengan aturan etika yang sudah ditetapkan, hambatannya dalam kualitas pengetahuan profesional hukum yang kurang, penyalahgunaan profesi, kecenderungan profesi hukum menjadikan kegiatan berbisnis, serta penurunan kesadaran akan berprofesi. Hal ini perlu dilakukan pembinaan yang berintegritas kepada para penegak hukum, diikuti dengan contoh keteladanan dari para penegak hukum di sistem peradilan sesuai dengan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Tidak jarang pula terdapat beberapa penegak hukum yang tidak paham bahwa tindakan yang dilakukannya adalah bentuk pelanggaran dari etika.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun