Artikel ini membahas isu tentang krisis pangan di Yaman dan Afrika Timur. Di tengah kondisi dunia yang semakin bergejolak, masalah keamanan pangan kini muncul sebagai salah satu ancaman terbesar bagi kehidupan jutaan orang di berbagai belahan dunia. Krisis pangan adalah situasi yang terjadi ketika kelaparan dan kekurangan gizi meningkat secara drastis di tingkat lokal, nasional, atau global (Timmer, 2010). Krisis pangan sering kali terjadi akibat dari berbagi faktor kompleks, termasuk bencana alam, konflik bersenjata, perubahan iklim, dan ketidakstabilan ekonomi. Jika krisis pangan di suatu wilayah dibiarkan tanpa solusi, dampaknya bisa meluas, mengakibatkan krisis kemanusiaan, meningkatkan migrasi lintas negara, dan memicu konflik berkepanjangan.Â
Oleh karena itu, upaya untuk mengatasi krisis pangan memerelukan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, organisasi internasional, LSM, serta masyarakat sipil. Dengan demikian, diharapkan dapat menciptakan solusi yang berkelanjutan untuk memerangi kelaparan dan kekurangan pangan di seluruh dunia (Rizqy Widianingrum, Windiani, dan Eko Wahyudi, 2023). Urgensi isu ini tidak bisa diabaikan, mengingat skala dampaknya yang global. Yaman dan Afrika Timur adalah contoh nyata wilayah yang menghadapi krisis pangan parah, yang sebagian besar dipicu oleh konflik dan perubahan iklim. Di Afrika Timur, negara-negara seperti Somalia, Kenya, dan Ethiopia tengah berjuang melawan kekeringan berkepanjangan yang melumpuhkan sektor pertanian dan memaksa jutaan orang bergantung pada bantuan pangan internasional. Kondisi ini diperparah oleh perubahan iklim yang ekstrem, yang mengakibatkan kegagalan panen dan menurunnya produksi pangan secara drastis. Untuk itu, penulis akan memusatkan fokus pada tiga argumen utama: (1) stabilitas sosial, (2) keamanan internasional, dan (3) peran organisasi internasional dalam menangani krisis pangan.
Ketahanan pangan adalah tujuan utama yang ingin dicapai oleh semua pemerintah karena tanpa itu, kematian, kekurangan gizi, kerusuhan sipil, bahkan revolusi, telah menjadi penyebab utama krisis dampak kerawanan pangan di beberapa negara di masa lalu. Ketika negara-negara berupaya mencapai ketahanan pangan, mereka dihadapkan pada berbagai strategi yang harus mereka terapkan untuk mencapai tujuan tersebut. Gagasan tentang ketahanan pangan telah diperkenalkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Majelis Umum pada tahun 1949 dan diadopsi oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) pada tahun 1996, serta didukung oleh pendekatan "hak" terhadap ketahanan pangan oleh para ahli seperti Sen (1981, 1995) dan Drze dan Sen (1989), yang menekankan pentingnya pangan sebagai kebutuhan dasar manusia. Baru-baru ini, Program Pembangunan PBB (UNDP) telah memasukkan ketahanan pangan ke dalam konsep "keamanan manusia" yang lebih luas pada tahun 1994, yang menyoroti bahwa perasaan tidak aman lebih sering muncul karena kekhawatiran akan kehidupan sehari-hari daripada rasa takut akan bencana besar di dunia.
Ketahanan pangan merupakan aspek fundamental dari pembangunan manusia di negara-negara berkembang dan erat kaitannya dengan pengurangan kemiskinan absolut serta peningkatan kesehatan masyarakat dan kualitas hidup fisik. Makanan adalah landasan kesejahteraan sosial, oleh karena itu, harus menjadi fokus utama dalam diskusi kebijakan dan teori pembangunan (Berkembang, Scanlan, and Craig, 2001).
Stabilitas sosial di Afrika Timur sangat rentan terganggu akibat krisis pangan yang berkepanjangan. Krisis pangan di wilayah ini memiliki dampak mendalam pada hubungan sosial, konflik, migrasi, dan ketahanan komunitas lokal. Kekurangan pangan dapat memperburuk ketegangan di antara kelompok-kelompok lokal, terutama di wilayah yang sudah mengalami konflik atau persaingan sumber daya. Ketika persediaan pangan berkurang akibat kekeringan dan gagal panen, komunitas yang bergantung pada lahan atau peternakan rentan terlibat dalam konflik atas sumber daya yang semakin terbatas. Sebuah laporan dari International Crisis Group menunjukkan bahwa kelangkaan pangan di Afrika Timur telah memperburuk konflik antar-komunitas di Kenya, Ethiopia, dan Somalia, di mana persaingan untuk lahan dan air sering kali memicu kekerasan dan mengancam stabilitas sosial di wilayah (International Crisis Group, 2022).Â
Krisis pangan menyebabkan banyak keluarga terpaksa bermigrasi ke wilayah lain untuk mencari pangan dan penghidupan. Gelombang migrasi internal ini, yang sering kali melibatkan perpindahan dari daerah pedesaan ke perkotaan, mengganggu kohesi sosial di masyarakat tujuan karena menciptakan persaingan baru atas pekerjaan dan sumber daya. Menurut laporan PBB, migrasi yang dipicu oleh kelangkaan pangan di Somalia dan Ethiopia telah memperberat beban kota-kota yang menerima pengungsi internal, yang memengaruhi akses layanan dasar dan memperburuk ketegangan sosial (United Nations High Commissioner for Refugees, 2021). Dampak krisis pangan tidak hanya terbatas pada kelangkaan makanan; ia juga memengaruhi pendidikan dan kesehatan masyarakat, yang merupakan fondasi stabilitas sosial. Ketika keluarga berjuang untuk mendapatkan makanan, mereka sering kali menarik anak-anak dari sekolah untuk membantu mencari nafkah atau menghemat biaya. Selain itu, kekurangan gizi yang meluas merusak kesehatan generasi muda, mengurangi produktivitas jangka panjang, dan memperlemah struktur sosial. Laporan dari FAO menunjukkan bahwa Afrika Timur mengalami lonjakan angka putus sekolah dan peningkatan masalah kesehatan akibat kekurangan gizi, yang berpotensi melemahkan ketahanan sosial di masa depan.
Adanya perubahan iklim berpotensi meningkatkan ketidakstabilan politik dan ekonomi di berbagai wilayah, terutama di negara-negara yang rentan terhadap bencana alam dan kekurangan sumber daya. Perubahan iklim dapat memicu konflik antar negara untuk mendapatkan sumber daya alam yang semakin langka, seperti air dan lahan subur. Perubahan iklim dapat memperburuk situasi kemanan di wilayah yang sudah mengalami konflik atau ketidakstabilan (United Nations Security Council). Sebagai contoh, perubahan iklim di Afrika Sub-Sahara dan Timur Tengah telah dikaitkan dengan meningkatnya migrasi paksa, konflik sumber daya, dan peningkatan ketegangan sosial (UNSC, 2021). Perubahan iklim juga dapat meningkatkan resiko konflik di negara-negara berkembang, terutama yang bergantung pada pertanian (Burke, 2015).
Organisasi internasional memainkan peran yang sangat penting dalam menangani krisis pangan di Afrika Timur, terutama dalam hal bantuan kemanusiaan, pengembangan program ketahanan pangan, dan advokasi untuk kebijakan jangka panjang yang berkelanjutan. Organisasi seperti World Food Programme (WFP) dan United Nations Children's Fund (UNICEF) menyediakan bantuan pangan darurat untuk menyelamatkan nyawa jutaan orang yang terancam kelaparan di Afrika Timur. WFP, misalnya, mengirimkan makanan dan nutrisi penting ke daerah yang terdampak parah oleh kekeringan dan konflik di Somalia, Ethiopia, dan Kenya. Mereka juga berkolaborasi dengan pemerintah setempat untuk memastikan akses yang lebih mudah ke bantuan bagi komunitas terpencileferensi (World Food Programme, 2022).Â
Food and Agriculture Organization (FAO) bersama organisasi lainnya bekerja untuk meningkatkan ketahanan pangan jangka panjang dengan mendukung produksi lokal melalui pelatihan, distribusi benih, dan teknologi pertanian yang lebih ramah iklim. FAO juga mengembangkan strategi untuk melindungi mata pencaharian petani dan peternak yang terdampak oleh perubahan iklim, yang memperparah krisis pangan di kawasan ini (FAO, 2021). Organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melakukan advokasi untuk meningkatkan kesadaran global mengenai krisis pangan di Afrika Timur. PBB seringkali mengeluarkan peringatan dan menggalang dana internasional untuk mendorong bantuan dari negara-negara donor serta memperkuat respons terhadap krisis ini. Misalnya, PBB melalui Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) memobilisasi dana besar-besaran untuk memastikan keberlanjutan program bantuan pangan dan bantuan kemanusiaan di kawasan ini  (Nations OCHA, 2022).
Ketiga argumen di atas, menunjukkan bahwa perubahan iklim, bencana alam, dan konflik bersenjata merupakan penyebab terjadinya krisis pangan di Afrika Timur. Stabilitas sosial, keamanan internasional, dan peran organisasi internasional merupakan dampak dari terjadinya krisis pangan. Dengan adaya upaya dari organisasi internasional masyarakat di Afrika Timur sangat terbantu terutama dalam hal bantuan kemanusiaan, pengembangan program ketahanan pangan, dan advokasi untuk kebijakan jangka panjang yang berkelanjutan.
Referensi
FAO. "The State of Food Security and Nutrition in the World." PRD-FAO Home, 2023, www.fao.org/home/en/.
G. Samudro, Eko, et al. "View of Keterlibatan Militer Pada Ketahanan Pangan: Studi Pada Negara Nigeria, Mesir, Dan Kenya." Civiltary.com, 2024, journal.civiltary.com/index.php/civiltary/article/view/3/3. Accessed 1 Nov. 2024.
Gunawan, Iwan. "View of PERAN GLOBAL GOVERNANCE DALAM MENGATASI KRISIS IKLIM DAN MEMPERKUAT KEAMANAN INTERNASIONAL." Ipm2kpe.or.id, 2024, journal.ipm2kpe.or.id/index.php/COSTING/article/view/12513/7867. Accessed 1 Nov. 2024.
International Crisis Group. "How to Avert a Looming Hunger Crisis in East Africa." Crisis Group, 2019, www.crisisgroup.org/.
OCHA. "UN Calls for Urgent International Support to Combat East Africa's Deepening Food Crisis." OCHA, 2019, www.unocha.org/.
United Nations. "Displaced by Drought: East Africa's Climate Refugees." Unhcr.org, 2023, www.unhcr.org/.
---. "UN Calls for Urgent Action as Drought Threatens Millions in the Horn of Africa. ." UN News, 2019, news.un.org/en/.
World Food Programme. "World Food Programme." Wfp.org, 2023, www.wfp.org/.
---. "Yemen: Conflict Pushes Millions towards Famine." Wfp.org, 2023, www.wfp.org/.