Mohon tunggu...
Putera Negara
Putera Negara Mohon Tunggu... -

KETUA UMUM HIMPUNAN AKTIVIS MAHASISWA UNIVERSITAS NASIONAL\r\n\r\nhargailah nila setitik!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Eksploitasi Atau Eksplorasi?

19 Maret 2014   21:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:44 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebulan terakhir pemberitaan melalui media sedang heboh membahas dijual nya Gunung Ciremai, Jawa Barat. Pemberitaaan yang simpang siur mengenai dijualnya kekayaan alam Indonesia kepada salah satu perusahaan asing berasal dari Amerika, yakni Chevron. Kabarnya harga yang diberikan oleh pemerintah kita untuk sebuah Gunung bernilai 60 triliun, angka yang sangat luar biasa besarnya.

Menurut data dan informasi yang berkembang ternyata memang benar Ciremai telah “dijual” ke perusahaan asing. Tetapi bukan Gunungnya yang dijual melainkan hasil kekayaan alam yang di miliki oleh Gunung Ciremai yang telah dijual. Kenyataannya proses menjual gunung ini bukan baru – baru ini, akan tetapi sudah dimulai pada tahun 2012 lalu. Pemerintah pusat, Propinsi, dan pihak SDAP (Sumber Daya Alam dan Pertambangan) telah melakukan proses pelelangan soal eksplorasi kandungan di Gunung Ciremai, dan proses tender itu diikuti dua perusahaan besar yang asalnya bukan dari Negeri sendiri, pada akhirnya perusahaan Chevron yang berhasil memenangkan tender mengenai eksplorasi kekayaan alam yang ada di Gunung Ciremai.

Berkembangnya issu Pemerintah Pusat dan Jawa Barat menjual gunung ciremai memang tidak banyak diketahui oleh masyarakat Kuningan, Jawa Barat. Khususnya desa – desa yang berada di lereng gunung ciremai. Ketakutan masyarakat mengenai pembangunan bor yang akan mengakibatkan; pertama, gempa minor di jarak 1 – 5 Km, kedua, keluarnya beberapa gas karbondioksida, Hidrogen dan Metana yang mencemari lingkungan dan ketiga, mengurangi kualitas air.

Kekayaan alam yang akan di eksplorasi adalah Geothermal kabarnya pihak pemerintah dan Chevron mengatakan ini adalah eksplorasi kekayaan alam yang ramah lingkungan dan tidak akan merugikan masyarakat. Tetapi ini berbanding terbalik dengan pengamatan – pengamatan para ahli yang mencoba melakukan penelitian soal Geothermal tersebut dan ternyata itu tidak ramah lingkungan akan mengakibatkan hal yang sudah dijabarkan diatas tadi.

Proyek Geothermal yang memiliki potensi sebesar 150 Megawatt ini akan mulai dibangun pabriknya oleh Chevron pada tahun ini. DSDAP mengklaim, prosedur sosialisasi kepada masyarakat sekitar sudah dilakukan. Kenyataannya setelah dikonfirmasi oleh ‘KUWU’ atau Kepala Desa pihak Chevron dan Pemerintah belum melakukan sosialisasi kepada mereka.

Tidak hanya akan dirasakan oleh masyarakat Kuningan apabila proyek ini dilakukan, tetapi masyarakat Cirebon akan sangat merasakan dampaknya, menurut data Cirebon sangat bergantung masalah air dengan masyarakat Kuningan, sedangkan permasalahan tadi mengatakan bahwa kualitas dan jumlah pasokan air di Kuningan akan berkurang. Logikanya adalah apabila Kuningan kekurangan air lalu bagaimana dengan masyarakat Cirebon yang sangat bergantung dengan Kuningan.

Pemerintah mengklaim bahwa proyek geothermal ini merupakan alternative dari eksplorasi dari sumber daya yang tidak bisa diperbaharui, seperti ; Batu Bara dan Minyak Bumi. Karena geothermal ini sifatnya dapat diperbaharui dan dapat menghemat kekayaan alam lainnya. Penggunaan geothermal ini akan menjadi pemasok tambahan listrik nasional, yang berkisar 150 ribu megawatt.

Berbicara soal undang – undang masalah eksplorasi kekayaan alam di Indonesia tidak ada aturan mengenai sistem controlling, apabila didalam Ciremai ada kekayaan alam selain geothermal maka pihak yang memenangkan tender bebas untuk mengeruk sepuasnya yang ada didalam kekayaan alam. Lalu TNGC (Taman Nasional Gunung Ciremai) pun memiliki undang –undang soal dilarangnya melakukan eksplorasi di wilayah konservatif Gunung Ciremai, lalu pertanyaanya kalau tidak di wilayah konservatif dimana? Logika bermain disini apabila wilayah konservatif tidak boleh melakukan eksplorasi mungkinkah diwilayah lingkungan masyarakat, mungkinkah di persawahan masyarakat yang notabene nya itu adalah sumber penghidupan masyarakat sekitar lereng Ciremai.

Sedikit pengetahuan Kuningan, Jawa barat merupakan daerah yang satu – satunya merupakan wilayah yang memilik wilayah konservati di Indonesia. Sebenarnya soal kerjasama dengan pihak ketika masyarakat kuningan soal munculnya pembentukan TNGC (Taman Nasional Gunung Ciremai), karena setelah dibentuknya TNGC banyak menimbulkan pro dan kontra ada beberapa desa yang menerima dikarenakan pasokan air dan kualitas air yang baik akan tetapi di satu pihak kontra telah di bentuk nya zonasi untuk masyarakat yang mencari nafkah atau sumber penghidupan di Gunung Ciremai.

Contohnya ketika ada masyarakat yang ingin mencari kayu bakar dan hasil alam lainnya di Ciremai, apabila melewati zona yang ditentukan TNGC akan diberikan sanksi, walaupun hanya mengambil sebatang kayu akan tetap di proses dan di anggap telah melanggar hukum. Padahal Pasal 33 yang mengatur soal perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial, salah satu pasal yang diatur untuk mengedepankan rakyat Indonesia, bunyinya “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.”

Ketraumaan yang masih hangat tentunya dirasakan oleh masyarakat gunung ciremai, mereka takut akan menadi turis di Negara nya sendiri dan mereka takut untuk di relokasi. Setelah mencari data mengenai geothermal ternyata Indonesia bukan Negara yang pertama soal eksplorasi geothermal. Di Negara Eropa, Australia, dan Amerika ternyata sempat ingin melakukan eksplorasi geothermal tetapi pemerintah disana dengan tegas menolak karena akan ada faktor yang merugikan dari eksplorasi ini, lalu pertanyannya kenapa Indonesia mau mengambil resiko itu padahal yang WKP (Wilayah Kerja Pertambangan) tidak jauh dari lokasi tinggal masyarakat.

Apabila pemerintah ingin menghemat sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui seharusnya pemerintah melihat kemandirian salah satu masyarakat di daerah Bantul mampu menghasilkan listrik mandiri, dengan cara membangun kincir angina di pantai selatan dan menkonversi kotoran sapi untuk dijadikan tenaga listrik. Hal tersebut mampu mengaliri listrik satu desa dan sifatnya sangat ramah lingkungan. Dan seharusnya pemerintah lebih melibatkan masyarakat untuk mengambil kebijakan yang memang menyangkut hajat hidup orang banyak, karena Indonesia Negara demokratis yang notabene nya memang masyarakat adalah pihak yang harus dilibatkan, dan gunakan kekayaan alam untuk kesejahteraan masyarakat bukan kesejahteraan salah satu pihak atau golongan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun