Mohon tunggu...
putera
putera Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sepatu Butut RSUD Kota Bekasi

17 Februari 2016   02:38 Diperbarui: 17 Februari 2016   02:59 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Sore menjelang malam dimana waktu untuk para pengunjung Rumah Sakit Daerah Kota Bekasi agar bisa mencari tempat bersantai. Pilihannya adalah pohon rindang yang ada di depan pintu masuk rumah sakit. Pohonnya besar, dan memiliki teras untuk bisa berduduk-duduk santai.

Sambil meluruskan kaki, mendadak seorang pria tua berpakaian hijau berlogo pertahanan sipil, ikut duduk menemani. Tampaknya pria itu ingin duduk bersantai di atas teras batas pohon. Sesekali mataku melirik untuk memerhatikan gerak-geriknya. Tak lama, pria itu menyapa dengan maksud meminjam korek api untuk membakar rokok yang dikeluarkan dari kantong bajunya. “Boleh pinjam korek api,” sapanya. “Oh iyah boleh pak,” jawabku.

Setiap kali melirikan mataku ke arah sebelah kanan, pria itu terlihat sekali sedang melepas lelah. Dari hisapan rokoknya terlihat sekali sangat dalam. Seperti ada beban yang sedang dipikul. Sesekali terlihat pria itu sedang serius mengutak atik ponsel miliknya. Tapi karena takut ketahuan mengamati, aku pun berusaha mengabaikan keberadaan pria itu. “Lagi apa dek, “ mendadak pria itu menanyai keberadaanku. “Oh saya sedang besuk teman saya yang sakit pak,” jawabku.

Dan lagi-lagi, orang tua yang sudah berumur itu terus menikmati hisapan rokoknya sangat dalam. Kepulan asap pun keluar banyak dari rongga hidung dan mulutnya. Dia pun bertanya lagi, “Kerja dimana de,” tanya dia. “Kerja di daerah Jakarta pak, perusahaan swasta,” jawab seadanya. Karena penasaran, aku pun kembali bertanya, “Bapak kerja disini”. “Iya, saya pekerja RSUD,” jawab pria itu. Terdiam sejenak usai aku bertanya. Tidak ada kembali pertanyaan lagi.

Secara mengejutkan, pria itu mengaku, sudah hampir delapan tahun kerja sebagai pekerja RSUD. Atas pengakuannya itu, aku hanya bisa menganggukan kepala dan memberikan senyum, sambil mengimbangi obrolannya. “ Wah enak dong pak, kerja disini, gajinya besar,” sindirku. Ternyata pria itu menolengkan kepalanya dengan mata mengarah fokus ke wajah aku. Panik, dan bingung apa yang terjadi dengan perkataan aku tadi. Hingga akhirnya pria itu memberitahukan kalau kerja di RSUD Kota Bekasi kurang sekali kesehjaterannya. Gajinya kecil, untuk makan dan mebiayai anak sekolah saja tidak cukup.

Karena khawatir salah dalam omongan, aku hanya bisa diam dan mendengarkan. Pria itu pun kembali meminjam korek api untuk menyalakan rokok keduanya. “Kamu mau tahu gaji saya berapa, Rp 1 juta per bulan. Kalau pun ada tambahan dana remun itu kadang saja keluarnya,” kata pria itu sambil mengisap kembali rokoknya. Perlahan pria itu kembali menceritakan kondisi di tempat dia bekerja.

 Kebanyakan semua karyawan tertekan menjalankan pekerjaannya, lantaran honor yang didapat tidak sesuai dengan resiko yang diterima. Menurut bapak tua itu berbeda sekali dengan honor yang diterima pimpinannya yang mencapai Rp 70 juta per bulan, belum lagi biaya remun direktur utama bisa mencapai Rp 50 juta. Aku pun tampak serius mendengarkan curhatan si pria berambut ikal itu. Bahkan, saat ini dirinya sudah tak punya uang setelah dana remun belum keluar hampir dua bulan. “Sampai saat ini saya masih mencari pinjaman sana sini, untuk membiayai anak istri di rumah,” beber pria itu.

Sesekali berhenti bercerita, pria itu terlihat menundukan kepala. Aku pun memberanikan diri bertanya soal masalah yang dihadapinya. “Kenapa bapak tidak protes, ke atasan bapak. Karena honor yang tidak layak,” tanya aku. Sambil tersenyum si pria itu menjawab,”Protes kemana, kepada siapa. Apakah dengan protes saya bisa merubah keputusan honor saya. Saya ini digaji oleh bos (Direktur Utama). Kalau saya protes pasti saya dipecat,” jawabnya.

Kasihan, tidak ada yang bisa aku perbuat untuk membantunya. Padahal, pria itu mengaku sedang membutuhkan uang untuk membelikan sepatu baru sekolah anaknya yang sudah butut. Pria itu mengatakan, bingung kalau pulang ke rumah tanpa membawa uang. Dia takut melihat anaknya menangis, takut tidak bisa membelikan sepatu itu. Padahal, dia sudah berjanji untuk membelikan sepatu baru sepulang kerja. ”Sekarang bapak belum pulang,” tanyaku lagi. Lelaki itu menjawab, sedang menunggu teman yang ingin meminjamkan uang kepada dirinya.

Lelaki itu mengaku, baru-baru ini rasa susah itu terus dialami. Dia pun berharap, pemilik rumah sakit yakni Wali Kota Bekasi untuk bisa mengevaluasi keberadaan karyawan RSUD. Tinjau ulang honor para bos bos dan karyawan rumah sakit. Sesuaikan honor dan pekerjaannya. Lelaki ini sempat menjelaskan, rasanya sedih kalau sudah kena komplain pasien. Perilaku caci makian sudah menjadi makanan sehari-harinya. ”Apakah Dirut pernah dikomplain oleh pasien, dicaci maki pasien, disemprot pasien. Kami yang selalu alami masalah ini setiap hari,” tutur pria itu. Saking enaknya bercerita, tak lama, rekan kerja pria itu tiba-tiba datang. Pria itu pun mengakhiri obrolan dengan saya. Dia memesan kepada saya, agar bisa sampaikan keluhannya ke Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun