Sahabat Juara,
Debat dengan klien? Bolehkah?
Pertanyaan ini melintas di pikiran saya saat menyaksikan dua peristiwa debat yang belakangan meramaikan ruang perhatian masyarakat. Yang pertama debat pilkada. Yang kedua debat keyakinan agama. Tenang, sebagai leadership coach dan salesmanship training, pembahasan keduanya tidak untuk memperuncing suasana atau menyeret anda ke dalam perdebatan politik dan agama. Bukan, sama sekali.
Tujuan debat itu: berebut menang, mengakuisisi.
Nah, sekali lagi, dalam kapasitas saya sebagai leadership coach dan salesmanship trainer, saya tidak hendak membahas politik atau agama. Saya mau mengajak anda membahas pola debatnya, dan kemudian menemukan apakah ada model debat yang bisa diterapkan di dunia salesmanship.
Sales, entah terbuka atau tidak, adalah orang-orang yang spiritnya “harus menang”: mencapai target, berhasil menjual, menguasai area, dan terus bertumbuh. Setiap bertemu orang, yang ada dalam benaknya adalah bagaimana bisa memengaruhi orang tersebut supaya mau membeli produk atau jasa yang ditawarkan. Segala upaya ditempuh: menonjolkan kelebihan produk, menciptakan kebutuhan bagi pelanggan, dan melukiskan aneka benefit jika pelanggan membeli produk atau jasa yang ditawarkan.
Jika mujur, pelanggan akan langsung setuju dan membeli. Jika hancur, pelanggan langsung menolak dan pergi. Nah, yang bikin babak-belur adalah jika pelanggan membantah presentasi kita. Mau diiyakan, kita merasa pendapatnya keliru. Mau disanggah, kita merasa dia potensial membeli. Bingung, kan?
Aha, tidak usah bingung. Ingat semangat “win-win”—semua menang? Nah, yuk kita terapkan jurus “debat juara” dalam situasi seperti itu.
Pertama, setujui! Saat pelanggan membantah, iyakan bantahannya. Lho, kok diiyakan? Iya, anda juga nggak suka dibantah, kan? Sama. Pelanggan juga nggak suka dibantah. Jika dibantah akan ngacir. Maka, setujui pendapatnya. Buat ia merasa senang bahwa ternyata anda sepihak dengan dia.
Kedua, apresiasi! Dalam bantahannya, pasti ada informasi tentang apa yang disukai dan dimaui pelanggan. Misalnya, “Wah, mahal sekali harga produk anda. Di toko sebelah ada diskon tuh.” Nah, apa yang bisa diapresiasi dari pernyataan tersebut. Ya, mahal, toko sebelah, dan diskon. Setujui mahalnya, lalu apresiasi bahwa pelanggan tersebut cermat dalam membandingkan, plus punya prinsip hidup yang bagus, yakni hemat. Puji secara tulus bahwa sikap yang ia tunjukkan itu bagus.
Ketiga, sodori! Jika sudah dapatkan hatinya, lanjutkan dengan sodori penawaran baru, “Memang produk kami mahal, Pak. Dan untuk menghargai kerja keras Bapak, kami tawarkan diskon khusus yang Bapak tidak dapatkan di toko sebelah jika bapak beli minimal 3 unit, hari ini....”