Sejak bergulirnya era reformasi di Indonesia dan diberlakukannya Undang Undang No 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah, otonomi daerah resmi diberlakukan di Indonesia, sebagai  representative dari adanya multikulturanisme yang beragam sekaligus respon atas pemerintahan sebelumnya yang cenderung sentralistik. Adanya Otonomi daerah, memberikan kebebasan kepada setiap daerah untuk mengatur dan mengelola daerahnya sendiri tanpa intervensi langsung dari Pemeritah pusat, dan hal ini justru membuka peluang bagi aktor aktor lokal untuk menunjukkan eksistensi politiknya baik di tingkat lokal maupun nasional itu sendiri.
Terbukanya peluang bagi aktor aktor lokal tersebut membuka tabir bagi kepemimpinan daerah, khusunya di Kabupaten Bima yaitu mengenai adanya orang kuat lokal atau Local Strongman selama kepemerintahan berlangsung.
Modal Simbolis/Kultural
Dalam aras lokal, orang kuat di Kabupaten Bima ditandai dengan terpilihnya Ferry Zulkarnaen sebagai Bupati Bima pertama yang dipilih secara langsung melalui adanya Undang Undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Terpilihnya Ferry Zulkarnaen tersebut menjadi penanda dimulainya era dinasti politik di Kabupaten Bima yang terus bertahan hingga sekarang, yaitu ditandai dengan terpilihnya Indah Damayanti Putri yang merupakan istri dari mendiang alm Ferry Zulkarnaen yang menjadi Bupati Bima selama 2 periode.Â
Pasca meninggalnya Ferry Zulkarnaen pada tahun 2013, Indah Damayanti Putri secara tidak langsung mengantongi modal "simbolis" dari Kesultanan Bima dan kepemimpinan alm suaminya. Hal inilah yang dipercaya mengantarkan Indah Damayanti Putri terpilih menjadi Bupati Bima pada periode pertamanya, yaitu dengan adanya fragmen politik keberhasilan kepemimpinan suaminya yang harus diteruskan.
Adanya "Ferry Effect" sebagaimana diulas Mawardin dalam Jurnal Transformative Vol, 4 No 2 tahun 2018, tidak bisa diabaikan pula, pemilih tradisional yang punya ikatan emosional dan historis dengan kepemimpinan Ferry Zulkarnaen tentu berpandangan bahwa IDP adalah replica dari suaminya. Dalam beberapa baliho selama kampanye, Dinda-Dahlan kadang kala disandingkan dengan Ferry, artinya kharisma Ferry Zulkarnaen masih mendapat ruang di hati sebagian masyarakat Bima. Apa yang diulas Mawardin tersebut adalah tanda adanya modal simbolis dari kepemimpinan sebelumnya yaitu Ferry Zulkarnaen yang cukup berpengaruh pada keberhasilan Indah Damayanti Putri memenangkan Pilkada pada tahun 2015.
Selain hal di atas, tentu modal simbolis dari Ferry Zulkarnaen tidak hanya saja dilihat dari keberhasilan kepemimpinanya, melainkan dari adanya modal kultural yang melekat pada Ferry Zulkarnaen sebagai sultan Bima yang cukup berpengaruh, modal kulltural ini kemudian mempengaruhi legitimasi yang diberikan masyarakat kepada pemimpinnya.
Secara spesisifik Ramlan Surbakti mengulasnya dalam Memahami Ilmu Politik, yaitu merupakan pemberian, pengakuan dan dukungan kepada pemimpin pemerintahan karena pemimpin tersebut merupakan keturunan pemimpin "berdarah biru" yang dipercaya harus memimpin masyarakat. Dengan kata lain, Indah Damayanti Putri selain mengantongi modal simbolis dari suaminya, dia juga mengantongi modal kultural setelah sepeninggalan suaminya.
Orang Kuat PartaiÂ
Setelah terpilihnya Indah Damayanti Putri pada periode pertama tahun 2015, Indah Damayanti Putri yang merupakan perempuan pertama Bupati Bima ini memainkan peran poliferasi di luar ranah eksekutif dan yudikatif pemerintahan. Di tubuh partai politik sendiri, Indah Damayanti Putri merupakan elite lokal yang berpengaruh dengan terpilihnya menjadi ketua DPD II Partai Golkar Kabupaten Bima selama 3 periode. Keputusan Airlangga Hartanto yang memberikan diskresi kepada Indah Damayanti Putri pada kepemimpinan periode ketiga adalah tanda bahwa partai politik tidak bisa terlepas dari adanya peran elite.