Ini merupakan amanah Prof Alwi Shihab di Hotel Royal Kuningan yang harus disampaikan dari Prof DR Quraisy Syihab, mufasir kontemporer Indonesia saat ini, penagrang Tafsir al-Misbah.
1. Dalam al-Qur'an, ketika Allah menunjuk Nabi Adam untuk menjadi khalifah di bumi, Allah menggunakan subyek AKU, karena memang pada waktu itu belum ada manusia lainnya. Posisi khalifah di sini dimaksudkan sebagai orang yang bertugas untuk mengelola bumi. Jadi tidak ada kekuasaan politiknya. Adapun ketika Allah menjadikan Nabi Daud sebagai khalifah, Allah menggunakan subyek KAMI, dengan adanya keterlibatan manusia lain, karena khalifah di sini dimaksudkan sebagai pemimpin atas kaumnya (melibatkan masyarakat), atau bisa dibilang ada wilayah politiknya. Disini menunjukkan bahwa dalam hal memilih pemimpin, al-Qur'an mengajarkan kepada kita untuk partisipatif.
2. Jangan jadikan materi atau sosok sebagai tolak ukur kebaikan, tetapi jadikanlah nilai-nilai yang terdapat pada sosok itu untuk menyatakan ini baik atau buruk. Yang sangat buruk itu menilai orang karena pengaruh uang atau harta, karena itu sama saja "menjual agama dengan harga yang murah".
3. Ketika dua orang datang kepada Nabi, untuk meminta jabatan, sabda Nabi: Kami tidak memberi jabatan orang yang memintanya, atau terlalu menginginkan untuk mendapatkannya. Jangan pilih orang yang terlalu mengebu-gebu menginginkan suatu jabatan. Lanjut sabda Nabi: Dua srigala lapar yang dibawa ke kandang kambing, tidak lebih berbahaya daripada dua orang yang satu menginginkan jabatan dan lainnya menginginkan harta.
4. al-Qur'an mengatakan bahwa sifat-sifat pemimpin yang baik sudah ada pada dirinya jauh sebelum dia menjadi seorang pemimpin. Artinya memiliki catatan sejarah yang baik, dan bukan hanya dibentuk sesaat sebelum dia menjadi pemimpin. Kata Sayyidina Umar bin Khattab: Kalau kamu mau mengetahui siapa pemimpin yang baik, lihatlah dia, sebelum menjadi pemimpin sudah berbaur dengan masyarakatnya, seakan-akan dia pemimpinnya, tetapi begitu dia menjadi pemimpin, dia berbaur seakan-akan dia salah seorang yang dipimpinya.
5. Seorang pemimpin masyarakat harus yang bahasanya, pemikirannya, keadaan yang dihadapinya, yang sesuai dengan keadaan masyarakatnya. Jika ada yang bertentangan budayanya dengan budaya masyarakatnya, dia tidak wajar menjadi pemimpin.
6. Pilihlah pemimpin menggunakan hati nurani, jangan akrena faktor-faktor lain yang tidak sesuai dengan nurani, termasuk janji-janji kekuasaan dan harta. Hati nurani yang bisa diandalkan adalah hati nurani orang-orang yang banyak berbuat kebajikan dalam hidupnya, bukan hati nurani yang sudah merasionalkan suatu keburukan karena sudah biasa melakukan keburukan tersebut.
Sekian, catatan asli yang diberikan oleh Prof Alwi Shihab usai memberikan pandangannya terkait sejarah gerakan yang membahayakan Negara Indonesia kedepannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H