Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Indonesia telah menjadi ajang kompetisi tidak hanya bagi murid, tetapi juga bagi orang tua. Sejak diterapkannya sistem zonasi, yang menentukan peluang diterima di sekolah berdasarkan jarak rumah ke sekolah, berbagai cara dilakukan oleh orang tua agar anaknya bisa masuk ke sekolah favorit atau sekolah populer.Â
Salah satu yang paling mencolok adalah manipulasi domisili. Fenomena ini sudah tidak asing bagi kita semua, tetapi pemandangan ini menuai berbagai pertanyaan etis dan kritik terhadap sistem pendidikan kita.
Motivasi Orang Tua
Tidak bisa dipungkiri, orang tua selalu ingin yang terbaik untuk anak-anaknya. Mereka berusaha keras untuk memastikan anak mereka mendapatkan pendidikan yang terbaik, meskipun harus menempuh jalan yang tidak benar. Motivasi utama mereka adalah masa depan anak.Â
Mereka percaya bahwa masuk ke sekolah favorit akan membuka peluang yang lebih besar bagi kesuksesan akademis dan karir anak di masa depan. Di sinilah letak ironi PPDB dengan sistem zonasi; meskipun bertujuan untuk pemerataan pendidikan, tetapi faktanya ia malah menjadi tekanan besar bagi para orang tua.
Sistem Zonasi: Teori dan Realita
Pemerintah mengklaim bahwa sistem zonasi bertujuan untuk menghapus anggapan adanya sekolah favorit dan untuk pemerataan kualitas pendidikan. Secara teori, setiap sekolah seharusnya memiliki kualitas yang setara sehingga tidak ada perbedaan atau ketimpangan antara satu sekolah dengan yang lain.Â
Namun, realita di lapangan menunjukkan hal yang berbeda. Kualitas pendidikan yang masih bervariasi antar sekolah menyebabkan para orang tua tetap menginginkan sekolah tertentu untuk anak-anak mereka. Akibatnya, mereka berusaha memanipulasi domisili agar alamat mereka tampak lebih dekat dengan sekolah yang diinginkan.
Kecurangan dalam PPDB
Manipulasi domisili merupakan salah satu bentuk kecurangan yang paling umum dilakukan. Orang tua rela mengubah alamat di kartu keluarga (KK) atau bahkan menyewa rumah di dekat sekolah favorit hanya untuk memenuhi syarat zonasi. Tindakan ini jelas melanggar hukum serta merugikan murid lain yang sebenarnya lebih dekat secara geografis dengan sekolah tersebut.Â