Mohon tunggu...
Puspita Yulianto
Puspita Yulianto Mohon Tunggu... -

saya adalah mahasiswa PLANOLOGI ITS, dan saya BANGGA :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

BUMD, Apakah Langkah Maju untuk Pembiayaan KBS?

12 Januari 2012   13:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:58 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu lagi salah satu icon Surabaya yang diberi perhatian khusus oleh Pemkot Surabaya di awal tahun 2012 ini, tidak lain adalahKebun Binatang Surabaya (KBS). Betapa tidak, Pemkot Surabaya dengan gencar mempublikasikan bahwa pihaknya siap diberi tanggung jawab untuk mengelola KBS dengan baik, bahkan jauh lebih baik dari pengelola sebelumnya Sebelum menelusuri akar permasalahan yang ada, bolehlah kita runut sejarah awal berdirinya KBS. KBS pada awalnya didirikan berdasar SK Gubernur Jenderal Belanda tanggal 31 Agustus 1916 No. 40, dengan nama "Soerabaiasche Planten-en Dierentuin" (Kebun Botani dan Binatang Surabaya) atas jasa seorang jurnalis bernama H.F.K. Kommer yang memiliki hobi mengumpulkan binatang. Lokasi KBS yang pertama terletak di Kaliondo, pada tahun 1916. Pada tanggal 28 September 1917, KBS dipindahkan di jalan Groedo, dan akhirnya pada tahun 1920 dipindahkan ke daerah Darmo untuk areal kebun binatang yang baru atas jasa OOST-JAVA STOOMTRAM MAATSCHAPPIJ atau Maskapai Kereta Api yang mengusahakan lokasi seluas 30.500 m2 (surabaya.go.id).

1326375043671084228
1326375043671084228
Beberapa tahun terakhir, lokasi dengan luas kurang lebih 15 hektar ini ternyata memiliki permasalahan dengan manajemen atau pengolaannya. Pengelolaan yang bermasalah inilah yang diyakini menyebabkan kematian banyak satwa di dalamnya. Sangat disayangkan bila dahulu KBS mengalami masa kejayaan dan menjadi icon utama Kota Surabaya, kini mengalami permasalahan pada manajemennya. Menurut berita terbaru (Jawa Pos, 11 Januari 2012), Pemkot Surabaya yakin akan memiliki KBS pada bulan Maret dan akan menyerahkan pengelolaannya pada BUMD yang juga akan segera dibentuk. Permasalahannya, apakah BUMD tersebut nantinya akan berjalan sesuai dengan harapan pemkot dan juga masyarakat yang tentunya menginginkan kemajuan yang lebih baik untuk KBS dan ingin image Kota Surabaya menjadi semakin baik. BUMD ini diharapkan juga menjawab permasalahan pembiayaan KBS yang tentu saja tidak sedikit, meliputi biaya operasional perawatan dan juga perbaikan fasilitas-fasilitas, serta gaji pegawainya. BUMD sendiri merupakan salah satu hasil dari lahirnya otonomi daerah, yang memberikan keleluasaan kepada daerah untuk mengelola daerahnya masing-masing dan diberi kesempatan (BUMD) untuk mengelola potensi-potensi bisnis yang ada di daerah tersebut. Permasalahan BUMD yang ada di Indonesia adalah terdapat pada struktur birokrasi pemerintah daerah yang pengelolanya tidak profesional. Mayoritas pengelolanya adalah pegawai pemda yang akan pensiun dan tidak punya pengalaman dan wawasan entrepreneurship. Selain itu, tidak ada otonomi bagi manajemen BUMD. Karena BUMD merupakan bagian dari organ pemda, maka sulit untuk mendapatkan fasilitas dari lembaga penunjang, misalnya bank, perizinan, dll, karena kreditur sulit menetapkan siapa yang bertanggung jawab atas dana yang besar. Sebenarnya, BUMD nantinya sebagai pengelola KBS, harus didayagunakan sebagai lembaga bisnis yang menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD) bagi kemakmuran masyarakat Kota Surabaya. Dari sisi kelembagaan, BUMD ini harus berbentuk PT; CV dan Koperasi. Peran walikota hanya bertindak sebagai pemilik yang mempunyai kewenangan hanya sebagai pemegang saham mayoritas. Pemerintah daerah yang dalam hal ini Pemkot Surabaya sebaiknya tidak mencampuri operasional BUMD. Keberhasilan direksi BUMD diukur berdasarkan kinerja dan memakai ukuran/prinsip manajemen keuangan yang sehat. Sebelum diangkat menjadi direksi, masing-masing direksi membuat kontrak manajemen sesuai prinsip Good Corporate Governance (GCG). Masalah pembiayaan, tentu saja Pemerintah Kota Surabaya perlu mengusahakan secara langsung agar masuk dalam APBD dengan jumlah yang lebih besar sebagai konsekuensi keseriusan pengambilalihan. Perlu juga memantau BUMD untuk menjalani pemeriksaan atas laporan keuangan oleh akuntan publik (KAP) yang independen saja. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) cukup melakukan audit untuk meningkatkan kinerja BUMD dan juga melakukan pemeriksaan apabila ditemukan indikasi adanya perilaku yang merugikan keuangan negara. Berkaitan dengan pengadaan modal yang besar untuk pembenahan KBS, kinerja BUMD ini harus terus dimotivasi. Misalnya kemudahan modal dari Pemkot Surabaya yang selama ini harus menganggarkan dana yang harus melalui Perda yang berarti harus disetujui DPRD terlebih dahulu. Hal itu membuat permodalan menjadi berbelit dan tidak efisien. Perlu juga adanya equal treatment bagi BUMD (yaitu sebagai perusahaan yang dituntut harus laba), sehingga BUMD pengelola KBS ini tidak dapat bersaing secara seimbang dengan BUMN dan swasta yang lebih lincah yang berarti menuntut inovasi besar yang dapat memajukan KBS nantinya. Dengan adanya wacana ini, tentu saja kita dapat memikirkan, apakah ide KBS dikelola BUMD dapat berjalan dengan maksimal. Hal ini berarti Pemerintah Kota Surabaya juga sudah harus memikirkan rekan kerjasama atau investor yang ingin bergabung dalam membenahi KBS. Grand design penataan KBS ini harus dibuat sebaik mungkin dan dilengkapi dengan studi kelayakan yang dapat meyakinkan investor bahwa pembangunan KBS dapat menguntungkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun