Mohon tunggu...
Puspita Yudaningrum
Puspita Yudaningrum Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Student in Bengkulu University, I love writing, and I'm a big dreamer who still fight to make it happen

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bakti Kecilku Untuk Negeri

20 Mei 2015   22:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:46 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendidik adalah tugas semua orang terdidik, itulah kata-kata yang sering diucapkan oleh bapak Anies Baswedan. Pendidikan adalah pondasi dari sebuah negara. Negara tidak akan maju tanpa pendidikan yang layak dan baik yang dimiliki seluruh warga negaranya. Terlebih saat ini Indonesia telah memasuki MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Tanpa adanya pendidikan kita tidak akan mampu bersaing dengan negara-negara lain. Indonesia hanya akan dijadikan budak negara-negara lain. Sebagai warga negara Indonesia, apakah kita rela jika dijadikan budak oleh negara-negara lain?

Pemerintah telah memiliki program wajib belajar sembilan tahun dengan menggratiskan biaya sekolah untuk SD dan SMP. Namun, program tersebut belum sepenuhnya membantu dalam menuntaskan kebodohan di Indonesia. Mengapa? Orang tua masih membutuhkan biaya yang tidak sedikit, seperti untuk membeli pakaian, buku, alat tulis, dll. Selain itu mereka juga membutuhkan biaya ataupun akomodasi untuk sampai ke sekolah. Tak jarang siswa yang tinggal jauh dari kota mengalami kesulitan untuk pergi sekolah karena akses jalan yang tidak memadai terlebih saat hujan. Karenanya banyak orang tua yang tidak terlalu mementingkan pendidikan yang tinggi bagi anak-anaknya.

Anak-anak Indonesia adalah anak-anak yang cerdas, namun mereka tidak memiliki fasilitas dan prasarana yang memadai untuk mendukung kecerdasannya. Mereka tidak memiliki buku dan fasilitas lainnya untuk belajar. Mereka hanya dipinjamkan buku dari sekolah yang mana buku tersebut tidak boleh dibawa pulang, itupun satu buku untuk berdua. Bagaimana mereka bisa memperdalam materi yang mereka dapatkan dari sekolah jika hanya mengandalkan pinjaman buku dari sekolah dengan waktu yang sangat terbatas? Mereka juga tidak memiliki kesempatan belajar di bimbel karena kondisi ekonomi orang tua.

Contoh nyata yang saya temui adalah anak-anak di desa Jenggalu, Bengkulu. Anak-anak dengan latar belakang orang tua yang bekerja sebagai buruh tani ini tidak memiliki kesempatan besar dalam memperoleh pendidikan. Mereka hanya mengandalkan buku pinjaman sekolah untuk belajar. Sehabis sekolah pun kebanyakan dari mereka harus membantu orang tuanya bekerja, sehingga waktu belajar mereka sangat sedikit. Mereka seperti emas yang tidak diolah padahal memiliki nilai jual yang tinggi.

Saya dan beberapa teman yang berlatar belakang guru mendirikan sebuah komunitas belajar bernama KERTAS (Komunitas Belajar Tanpa Batas). Melaksanakan kegiatan ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Saat pertama akan melaksanakan kegiatan ini kami harus melobi kepala desa untuk mendapatkan izin dan juga memberikan pemahaman kepada para orang tua. Letak desa yang lumayan jauh dari kota juga menjadi tantangan tersendiri bagi kami. Terlebih saat musim hujan tiba. Kegiatan ini hanya kami lakukan pada hari minggu, sehingga tidak terlalu mengganggu kegiatan mereka. Anak-anak di sana banyak yang antusias dalam kegiatan ini. Namun terkadang ada beberapa dari mereka yang tidak bisa datang karena harus membantu orang tuanya bekerja, terlebih saat musim panen tiba.

Hal ini tentunya tidak mudah dan tentu saja tanpa mendapatkan gajih. Banyak tantangan yang harus kami hadapi. Mulai dari menjaga komitmen, kekompakan, dll. Seperti kita ketahui, menjadi seorang volunteer tidaklah mudah. Kita harus mengalah pada ego diri sendiri. Akhir pekan yang sebenarnya bisa kami gunakan untuk beristirahat ataupun hangout bersama teman-teman tidak kami gunakan. Namun kami menggunakan waktu tersebut untuk pergi mengajar di desa. Belum lagi jika ada teman yang bergabung, namun setelah beberapa kali menjadi volunteer mereka mengundurkan diri sehingga tak jarang kami kekurangan pengajar. Disini komitmen dan kekompakan serta saling memberikan semangat satu sama lain sangatlah penting.

Jika dipikir dari materi, kami sama sekali tidak mendapatkan untung. Namun, ini merupakan bakti kecil kami untuk negeri. Langkah kecil yang mudah-mudahan akan membangkitkan pendidikan di Indonesia. Sebagai orang yang berpendidikan kita memiliki tugas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena mendidik bukan hanya tugas guru ataupun pemerintah, tapi mendidik adalah tugas kita semua sebagai orang terdidik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun