Mohon tunggu...
Puspita Sari
Puspita Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya memiliki hobi menuliskan sesuatu yang ada dipikiran saya dengan gaya bahasa saya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sederet Kontroversi Food Estate Indonesia

15 Desember 2023   07:10 Diperbarui: 15 Desember 2023   07:23 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejak awal inisiasi Presiden Joko Widodo untuk mengatasi krisis pangan dengan proyek Food Estate, harapan akan ketahanan pangan nasional menjadi sorotan publik. Namun, di balik ambisi mulia tersebut, serangkaian masalah telah menghantui proyek tersebut. Para menteri dan pihak terkait disorot karena menyalahgunakan proyek demi kepentingan pribadi dan kelompok, memicu kegagalan serta bencana lingkungan yang menyengsarakan penduduk di lumbung padangan. Berikut adalah beberapa masalah kritis yang telah diungkap.

Dilansir dari tempo, Greenpeace Indonesia mengungkapkan kegagalan proyek Food Estate di Kalimantan Tengah, di bawah pengelolaan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Tanaman singkong yang ditanam di Kabupaten Gunung Mas tidak tumbuh seperti yang diharapkan. "Kemenhan menanam singkong, tapi enggak tumbuh. Padahal sudah bukan hutan gitu, ya," kata Arie saat dihubungi Tempo, pada Kamis, 28 September 2023. Arie Rompas, Juru Kampanye Hutan Greenpeace, menyoroti kegagalan ini dan mengungkapkan bahwa pembukaan hutan tidak memberikan hasil yang diinginkan. Proyek ini tampaknya tidak hanya tidak memberikan manfaat yang dijanjikan tetapi juga meninggalkan dampak lingkungan yang signifikan (Trianita, 2023).

Meskipun Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyebut "Food Estate itu multikomoditas, kami lakukan dari hulu sampai hilir memakai mekanisasi. jadi bukan hanya budi daya, kami ajari juga petani tentang korporasi serta jadwal penanaman". Syahrul Yasin Limpo menganggap Food Estate sebagai proyek multikomoditas yang mencakup mekanisasi dari hulu sampai hilir, realitas di lapangan nampaknya berbeda, pernyataan ini dilansir dari tempo.co (Hermawan, 2021). Dalam klaim Prabowo yang dilansir di CNN Indonesia, beliau berkata di Global Food Security Forum di Bali, "Kita sudah mampu produksi pasta, mi instan, ini singkong," ujar Prabowo di Global Food Security Forum di Nusa Dua Bali. Ini menunjukkan Indonesia disebut berhasil memproduksi olahan singkong sebagai substitusi gandum (Lomwis, 2022). Namun, kenyataannya, dilansir di kompas.id bahwa banjir melanda Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, karena hutan diubah menjadi kebun singkong. Klaim prestisius ini bertentangan dengan fakta lapangan yang menunjukkan dampak negatif pada lingkungan.

Namun, berdasarkan apa yang dilansir tempo.co bahwa Audit BPK menemukan sejumlah proyek Food Estate di berbagai daerah mengalami kebengkalan, dengan pelaksanaan yang tidak sesuai aturan. Kelemahan terjadi dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evluasi. Ini menimbulkan pertanyaan serius tentang pengelolaan proyek yang seharusnya menjadi solusi krisis pangan. Kendala administratif dan kurangnya pemantauan tampaknya merusak tujuan utama proyek ini.

Lebih lagi, dilansir oleh CNBC Indonesia bahwa Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, menyebut Food Estate sebagai kejahatan lingkungan. "Dalam praktik pada kebijakan itu ternyata disalahgunakan, dan kemudian hutan-hutan justru ditebang habis, dan Food Estate-nya tidak terbangun dengan baik. Itu merupakan bagian dari suatu kejahatan terhadap lingkungan", kata Hasto di Bogor. Pernyataannya menyoroti praktik-praktik yang merugikan lingkungan dan mendorong kebijakan yang seharusnya melindungi alam malah mengeksplorasi dan merusak hutan (Yanwardhana, 2023a). Hal ini menciptakan dampak negatif jangka panjang bagi keberlanjutan ekosistem. Namun, dipelansiran yang sama, Presiden Joko Widodo menanggapi kritik ini dengan menjelaskan bahwa Food Estate adalah langkah antisipatif untuk menghadapi krisis pangan. Dalam konteks global di mana negara-negara menghadapi masalah serius terkait konsumsi gandum, proyek ini dianggap sebagai solusi (Yanwardhana, 2023b). Namun, perbedaan pandangan antara pemerintah dan kritikusnya menunjukkan ketidaksesuaian dalam implementasi dan pemahaman mengenai dampaknya.

Lalu, untuk mengantisipasi kasus yang telah dipaparkan, Kementerian Pertanian berinisiatif untuk  berusaha memperbaiki image proyek dengan menyiapkan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 421 miliar, hal ini dilansir dari tempo.co. Langkah ini diharapkan dapat mengatasi kendala dan meningkatkan pelaksanaan proyek Food Estate (Hidayat, 2023). Namun, pertanyaan tetap muncul apakah dana yang dialokasikan akan digunakan dengan efisien dan apakah perubahan nyata akan terjadi dalam pelaksanaan proyek ini. Krisis pangan yang dihadapi oleh banyak negara memang membutuhkan solusi yang inovatif dan terukur. Namun, proyek Food Estate di Indonesia memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya perencanaan yang matang, pengawasan yang ketat, dan tanggung jawab terhadap dampak lingkungan. Kesalahan dalam implementasi proyek ini tidak hanya menghambat upaya peningkatan ketahanan pangan tetapi juga menunjukkan betapa pentingnya keberlanjutan dan keseimbangan dengan alam.

Untuk mengatasi permasalahan Food Estate, penting untuk mencari solusi yang dapat mengatasi permasalahan yang muncul dalam proyek Food Estate di Indonesia. Langkah-langkah konkret perlu diambil untuk memastikan bahwa proyek ini dapat memberikan manfaat nyata dalam menghadapi krisis pangan tanpa mengorbankan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat. Pertama, diperlukan pembenahan dan peningkatan pengelolaan proyek. Pemerintah harus memastikan bahwa perencanaan proyek Food Estate dilakukan secara cermat dan matang, dengan melibatkan para ahli pertanian, lingkungan, dan masyarakat setempat. Keterlibatan komunitas lokal dalam proses perencanaan dapat membantu memahami kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh masyarakat setempat, sehingga proyek dapat disesuaikan dengan konteks sosial dan ekologis.

Selanjutnya, transparansi dan akuntabilitas harus menjadi pilar utama dalam pengelolaan proyek. Pemerintah perlu membentuk lembaga independen yang bertanggung jawab untuk memantau dan mengevaluasi setiap tahap proyek Food Estate. Lembaga ini dapat melibatkan unsur dari berbagai lapisan masyarakat dan organisasi non-pemerintah guna memastikan keadilan dan keberlanjutan dalam implementasi proyek. Pengelolaan sumber daya alam juga perlu mendapatkan perhatian khusus. Pemerintah harus mengembangkan pedoman dan regulasi ketat terkait pengelolaan hutan dan lahan gambut, serta melibatkan pihak berkepentingan, termasuk organisasi lingkungan, dalam proses tersebut. Upaya restorasi hutan dan lahan gambut yang telah terlanjur terganggu perlu diprioritaskan untuk meminimalkan dampak kerusakan lingkungan.

Kemudian, proyek Food Estate seharusnya tidak hanya menjadi inisiatif pemerintah pusat tetapi juga melibatkan pemerintah daerah dan pemerintah desa. Keterlibatan yang lebih besar dari pemerintah daerah dan partisipasi aktif masyarakat setempat akan memastikan bahwa proyek ini benar-benar memberikan manfaat lokal dan memperkuat ketahanan pangan di tingkat regional. Penting untuk memprioritaskan pendekatan agroekologi yang berkelanjutan. Pemanfaatan teknologi modern dan prinsip-prinsip agroekologi dapat memberikan solusi yang seimbang antara peningkatan produksi dan pelestarian lingkungan. Memberdayakan petani dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk beralih ke praktik-praktik pertanian berkelanjutan dapat menjadi langkah positif menuju keberlanjutan Food Estate.

Dalam menanggapi kekhawatiran terkait dampak lingkungan, proyek Food Estate perlu diintegrasikan dengan program perlindungan lingkungan. Penghijauan, restorasi ekosistem, dan kompensasi terhadap kerusakan lingkungan harus menjadi bagian integral dari proyek ini. Langkah-langkah ini akan membantu memitigasi dampak negatif pada biodiversitas, tanah, dan air. Terakhir, mendengarkan kritik dan masukan dari berbagai pihak, termasuk organisasi lingkungan dan kelompok masyarakat, sangat penting. Pemerintah seharusnya membuka dialog terbuka dan memfasilitasi forum partisipatif untuk mendiskusikan proyek Food Estate secara transparan. Dengan mendengarkan berbagai perspektif, pemerintah dapat memperoleh wawasan yang lebih komprehensif tentang dampak proyek dan mengimplementasikan perubahan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kelestarian lingkungan. Maka dari itu, Solusi untuk proyek Food Estate bukan hanya tentang peningkatan produksi pangan tetapi juga tentang menciptakan sistem pertanian yang berkelanjutan, adil, dan berwawasan lingkungan. Dengan mengambil langkah-langkah ini, Indonesia dapat menghadapi krisis pangan dengan cara yang tidak hanya efektif tetapi juga berdaya tahan jangka panjang.

Dalam konteks ilmu komunikasi, kasus proyek Food Estate di Indonesia mencerminkan pentingnya komunikasi yang efektif dalam merancang, mengimplementasikan, dan mengevaluasi kebijakan publik. Kegagalan proyek ini sebagian besar dapat dikaitkan dengan kekurangan komunikasi antara pemerintah dan pemangku kepentingan, terutama masyarakat setempat dan organisasi lingkungan. Kurangnya transparansi dan keterlibatan penuh dari berbagai pihak dapat menciptakan kesenjangan informasi, meningkatkan ketidakpercayaan, dan memicu ketidakpuasan. Ilmu komunikasi berperan dalam membangun saluran komunikasi yang inklusif, memfasilitasi dialog terbuka, dan mengelola konflik kepentingan. Dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip komunikasi yang baik, pemerintah dapat membangun dukungan yang lebih luas, meminimalkan ketidakpastian, dan mencapai pemahaman bersama untuk menciptakan kebijakan yang lebih berhasil dan berkelanjutan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun