Jokowi seorang anak kampung Solo kini menjadi seorang yang populer di mata rakyat. Seorang yang memiliki gaya kepemimpinan yang unik dalam sejarah kepemimpinan di Indonesia. Popularitas Jokowi mengalahkan popularitas dari calon presiden lainnya seperti Aburizal Bakrie dari golkar dan Prabowo dari Gerindra. Ketika saya berjalan di warung, kata jokowi seperti tidak terlihat asing di telinga mereka, bahkan ketika mendengar obrolan di kalangan (maaf) tukang becak, kata Jokowi pun masih sering didengar dibandingkan capres lainnya. Memang track record jokowi yang putih bersih tanpa noda, tanpa korupsi adalah nilai tarik dari Jokowi dibandingkan dengan capres lainnya.
Blusukan adalah identitas jokowi sebagai seorang yang bekerja keras, melihat dan mendengar keluh dan kesah masyarakat langsung. Ini jenis kepemimpinan yang didambakan oleh rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia butuh pemimpin yang seperti ini, tidak bisa ditawar lagi. Dalam setiap kerjanya Jokowi selalu melakukan “blusukan” ke setiap daerah, beliau melihat langsung apa yang jadi permasalahan di tingkat rakyat, sehingga dia dapat langsung memberikan perintah cara penyelesaian masalah tersebut.
Popularitas Jokowi yang terlihat sangat mumpuni inilah yang mengakibatkan capres lain nya seperti terlihat terpojokan, takut tak dapat suara. Berbagai cara dilakukan oleh capres lain, seperti memfitnah dan menjatuhkan Jokowi. Tudingan kepada Jokowi sebagai agen atau antek imprealisme, boneka konglo, boneka mega, jokowi berkhianat kepada Solo dan Jakarta atau pun yang lainnya terlihat masif kepada Jokowi. Ini terlihat lucu karena tudingan tersebut tak memiliki dasar.
Atas dasar apa mereka bilang antek imperialisme? Padahal dalam kerja Jokowi di Jakarta, Jokowi Melawan JICA (Japan International Cooperation Agency) yang dengan proyek MRT nya sengaja menekan pihak Indonesia. Jokowi pun menolak pinjaman dari World Bank, karena World Bank ingin mengintervensi Jakarta baru dengan berbagai kepentingan. Apakah ini yang disebut sebagai orang yang berpihak kepada imperialisme?
Atau tuduhan Jokowi menghamba kepada Mega? Apa dasarnya? Jokowi membutuhkan kendaraan politik untuk mencalonkan presiden. Membutuhkan partai untuk mengusungnya menjadi presiden. Tidak bisa dikatakan Jokowi tunduk kepada Mega, buktinya saat pencalonan Jokowi sebagai Gubernur Jakarta, saat itu PDI P dan Mega hanya mencalonkan Jokowi menjadi Cawagub saja. Dengan tegas Jokowi menolak nya dan berpendapat lebih baik berada di Solo daripada dijadikan Cawagub. Ini bukti kalo tuduhan yang dilancarkan tidak benar. Jokowi memiliki gaya kepemimpinan yang merakyat namun tanpa dikendalikan oleh pihak lain.
Tuduhan lainnya yang mengemuka adalah Jokowi berkhianat terhadap Solo dan Jakarta. Ini tentunya terlihat aneh, Solo dan Jakarta itu adalah bagian dari Indonesia, dan Jokowi adalah calon kuat presiden Indonesia. Tentunya dengan dipilihnya Jokowi menjadi presiden, kedua warga kota tMersebut juga akan diurus oleh Jokowi. Ibaratnya adalah ketika kita menjadi seorang karyawan di satu perusahaan yang memiliki kelebihan dan kepandaian diatas karyawan lain. Tentunya karyawan tersebut akan naik kelas lebih cepat dibandingkan dengan karyawan lainnya. Ini juga yang terjadi pada Jokowi. Jokowi dianggap berhasil menjadi pemimpin kota Solo, dan dia naik menjadi gubernur Jakarta. Ini hal yang wajar, bukan suatu kesalahan dan bukan suatu pengkhianatan. Sama halnya dengan Jokowi menjadi capres RI. Tidak ada yang salah dengan hal itu.
Tuduhan tudahan dan serangan serangan kepada Jokowi merupakan bukti ketakutan dari capres lainnya. Mereka menilai kalah popularitas dari Jokowi. Kalah elektabilitas dari Jokowi. Segala cara dilakukan untuk membalik opini publik. Sosok seorang Jokowi adalah sosok yang tepat untuk menjadi pemimpin Indonesia ini. Pemilihan Jokowi menjadi sosok pemimpin yang ideal adalah wajar bagi rakyat, karena Jokowi memiliki kerja yang maksimal dan dekat dengan rakyat, bukan kedekatan yang dibuat buat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI