Mohon tunggu...
Ita Friedrich
Ita Friedrich Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Istri dan Ibu dari 2 anak laki2 yang cakep. Baik hati dan tidak sombong ( haaaalaaah), suka bercanda, suka main petak umpet... Berusaha menolong sebisa mungkin...tapi kalau tidak bisa yaaa mau bagaimana lagi.... Suka jahil tapi suka menyesali kejailannya.... dan sayang banget ma rakyat jelata, suka makanan tradisional, jajan pasar, dan kopi pahit...suka keluyurun di tempat kumuh.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Diamku

22 September 2014   10:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:58 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kala pilu menjadi ngilu
Dan kau datang tuk torehkan sembilu
Ku terdiam tiada terucap kata
Itulah yang kurasakan pedihnya luka
Hanyalah pucat yang pasi menghiasi duka
Dentang kebimbangan terus menyelimuti hati
Haruskah ku teriakkan segenap rasa ini
Ataukah ku pergi tinggalkan setiap asa
Mengapa hanya embun yang tetap setia mengobral kesejukan
Dimanakah cahayamu yang bisa lelehkan bola-bola dingin
Ku tiada sanggup lagi kidungkan nyanyian syahdu
Walau lembaran semilir segarkan kalbu
Ku terpaku dalam diamku
Termangu menatap semua gelisah menyebar di netraku
Dan ku hanya lirih menyebut namamu
Leonberg, 22.09.2014
By Ita Friedrich

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun