Mohon tunggu...
Ita Friedrich
Ita Friedrich Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Istri dan Ibu dari 2 anak laki2 yang cakep. Baik hati dan tidak sombong ( haaaalaaah), suka bercanda, suka main petak umpet... Berusaha menolong sebisa mungkin...tapi kalau tidak bisa yaaa mau bagaimana lagi.... Suka jahil tapi suka menyesali kejailannya.... dan sayang banget ma rakyat jelata, suka makanan tradisional, jajan pasar, dan kopi pahit...suka keluyurun di tempat kumuh.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Akhir Titik Penantian

14 Oktober 2014   19:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:03 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Senja yang jingga rebahkan penatnya pada sang malam
Dengan senyum mesra menggoda pada rembulan
Tuk berikan seberkas sinarnya di peraduan
Yang menambah kehangatan tuk bercinta dalam dekapan temaram
--
Menyatulah gairah yang sekian lama menyapa rindu
Hanya terdengar desah menggebu tuk menyatu
Seperti untaian asmara yang bergulung mengikat rasa menjadi seribu
Mendekap membelai dan bergumul dalam usapan syahdu
--
Bulir-bulir dingin mengalir deras seluruh raga ini
Tiada rongga yang memisahkan sepasang kasih bersatu dalam hening
Melayang kelangit tujuh menggapai titik sejati
Hingga terhempas pada suatu kenikmatan yang harus kita akhiri
--
Leonberg, 14.10.2014
By Ita Friedrich

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun