Mohon tunggu...
Puspa Sari Dewi
Puspa Sari Dewi Mohon Tunggu... Penulis - A lifelong learner

Author of Seni Memaknai Hidup & Novella Ranum Email : 1991saripuspa@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Scribo Ergo Sum (Saya Menulis, Maka Saya Ada)

2 Juni 2022   14:31 Diperbarui: 2 Juni 2022   19:07 1209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak kecil kita sudah diajarkan untuk menulis, bahkan sebelum kita memasuki usia sekolah. Menulis merupakan aktivitas vital bagi seorang pelajar. Dengan menulis juga, bisa dikatakan proses perkembangan dan keberhasilan seorang manusia tidak akan mudah dicapai tanpa kemampuan menulis. Bisakah Anda membayangkan hidup tanpa bisa menulis? Mungkin kita tidak bisa menjadi apa-apa tanpa bisa menulis.

Menurut saya, menulis adalah aktivitas yang menantang hasrat dan komitmen. Untuk menjadi seorang penulis yang baik sangat dibutuhkan kesungguhan dan ketelatenan. Kemampuan menulis tidak mengalir dalam ide bawaan atau diturun-temurunkan. Kemampuan menulis selalu berkaitan dengan proses belajar. Proses mengkonfrontasikan idealisme dan realitas serta meleburkannya dalam tulisan. Meskipun sebenarnya kedua orang tua saya merupakan sosok yang memiliki hobi menulis pula.

Menulis juga merupakan sebuah upaya untuk mempengaruhi orang lain, bahkan orang yang tidak kita kenal sebelumnya. Pengaruh kata-kata yang lahir dari sebuah tulisan bisa tersampaikan secara positif, bisa pula negatif. Tergantung dari cara dan sudut pandang pembaca menangkapnya.

Menulis lain halnya dengan berbicara. Jika kita berbicara, lingkup pengaruh yang kita berikan terbatas hanya pada orang-orang yang mendengarkan pembicaraan kita saja. Namun, dengan menulis kita bisa mempengaruhi begitu banyak orang di berbagai tempat dan dalam waktu yang berbeda-beda. Sebab, menulis mampu mengatasi ruang dan waktu, maka penulis pun merupakan upaya untuk menjangkau dan menggenggam dunia.

Dengan menulis, seorang penulis tidak hanya ingin menjangkau orang-orang yang ada di sekitar dirinya saja, tetapi ingin menjangkau banyak orang dari berbagai lapisan, golongan, suku, agama, ras, benua. Inilah yang membedakan menulis dengan berbicara.

Dengan menulis, sang penulis berupaya menghadirkan dirinya kepada dunia dan mengatakan, "Saya ada dalam dan melalui tulisan saya." Scribo ergo sum (saya menulis, maka saya ada). Dengan menulis, sang penulis membuat dirinya ada, bahkan jika nanti ia tidak ada lagi. Ia tetap ada dan hadir dalam dan melalui tulisannya. Sebab, menulis itu lebih dari hidup.

Menurut The Liang Gie (1983), ada enam nilai yang kita peroleh ketika menulis.

  • Nilai kecerdasan (intellectual value). Dengan sering menulis, orang terbiasa berolah pikir: mencari ide baru, menganalisis kasus, merancang urutan pemikiran yang logis, menimbang-nimbang kata yang tepat agar diperoleh kalimat yang jernih.
  • Nilai pendidikan (educational value). Dengan terus-menerus menulis, tanpa disadari, penulis sedang mendidik diri sendiri. Itu terjadi karena ketika menulis, orang dipaksa untuk membuka kamus, membaca buku atau tulisan sebagai bahan rujukan, mengingat-ingat kembali berbagai hal yang pernah dipelajari sebelumnya. Penulis juga harus menulis berkali-kali agar karyanya bisa terbit di media massa. Dengan menulis pun, ia belajar untuk sabar, ulet, dan tekun.
  • Nilai kejiwaan (psychological value). Manakala karya tulis seseorang berhasil menembus "blokade" redaktur dan lolos terbit di media massa, rasa percaya diri semakin kuat dan lebih giat untuk menulis.
  • Nilai sosial (social value). Seorang penulis yang telah berhasil menulis di media massa semakin dikenal banyak orang. Dia semakin dihargai dan tidak jarang mendapatkan penghargaan dari lembaga-lembaga tertentu atas karyanya yang berkualitas.
  • Nilai keuangan (financial value). Untuk sebuah kerja keras yang dilakukannya, penulis pantas mendapatkan imbalan berupa honor dari pihak media bersangkutan. Hal ini dapat menambah penghasilan sekaligus bisa menjadi lapangan kerja baru.
  • Nilai filosofi (philosophical value). Salah satu fenomena yang tidak henti-hentinya menjadi bahan pemikiran para arif bijaksana sejak dulu kala adalah hal keabadian. Dari kajian dan analisis filosofi mereka sampai pada kesimpulan bahwa jasad para cerdik pandai itu temporer, tetapi buah-buah pikir mereka yang diabadikan dalam karya tulis bersifat kekal. Scripta mament verba violent. Kata-kata Aristoteles ini terbukti kebenarannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun