Manusia adalah makhluk hidup yang diciptakan oleh Allah SWT yang mana memiliki harkat, martabat (dignity) dan kedudukan yang sama dimuka bumi, baik yang terlahir sempurna maupun dalam kondisi disabilitas. Ketidaksempurnaan itu tidak boleh menjadi penyebab hilangnya harkat dan martabat penyandang disabilitas. Namun kenyataannya, penyandang disabilitas seringkali menjadi kelompok yang paling rentan dan termajinalkan dalam kehidupan sosial.
  Penyandang  disabilitas  merupakan  salah  satu  kelompok  minoritas  terbesar  di dunia,  yaitu  meliputi  600  juta  orang,  yang  dua-per-tiga  dari  keseluruhannya  berada  di negara  berkembang. Penyandang disabilitas adalah mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka panjang. Karena itu para penyandang disabilitas mengalami berbagai kesulitan yang menghambat mereka dalam melakukan kegiatannya secara mandiri. Dengan berbagai hambatan yang diterimanya, keberadaan mereka seringkali tersisihkan dalam interaksi social dan penerimaan dalam masyarakat.
  Pemahaman negative public mengenai disabilitas dan penyandang disabilitas mengakibatkan adanya kesenjangan dalam berperilaku di tatanan masyarakat. Hal tersebut bermula dari pola pikir masyarakat yang didominasi oleh konsep normalitas. Sejarah telah memperlihatkan bahwa orang-orang yang penampilan atau tubuhnya kelihatan atau dipandang sebagai 'berbeda' dari yang dianggap oleh masyarakat sebagai normatif, sebagai normalitas, akan dianggap sebagai yang tidak diinginkan dan tidak dapat diterima sebagai bagian dari komunitas.
  Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan setiap warga negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pada pasal tersebut dapat dimaknai bahwa negara bertanggungjawab terhadap hak konstitusional rakyatnya. Akan tetapi, fakta dilapangannya hal tersebut belum mencapai kata maksimal karena masih banyak dari mereka yang mengalami diskriminasi dalam berbagai aspek, khususnya karir.Â
Pelabelan negatif sebagai 'berbeda dari yang diterima sebagai normalitas' adalah suatu proses stigmatisasi. Sikap dan perilaku diskriminatif akan muncul bila stigmatisasi/ pelabelan negatif tersebut berlanjut dengan pembedaan lebih lanjut antara lain berupa pemisahan secara paksa dan bersifat membatasi, atau pengeluaran karena dianggap bukan setara, atau dinilai kurang/tidak bernilai secara social. Sehingga para penyandang disabilitas tidak mendapatkan kesempatan yang sama.Â
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk usia 15 tahun ke atas dengan disabilitas di Indonesia yang bekerja pada tahun 2020 hanya sebesar 0,18%, ini menunujukkan bahwa terdapat penurunan disbanding tahuun sebelumnya yang berjumlah 0,28%. Dari jumlah tersebut menunujukkan bahwa jumlah pekerja penyandang disabilitas masih sedikit yang menunjukkan kalau mereka masih kesulitan dalam mengakses pekerjaan. Kondisi tersebut sangat disayangkan mengingat dibalik keterbasan yang dimilikinya terdapat bakat, potensi, dan kemampuan yang sama dengan manusia pada umumnya. Selain itu, para penyandang disabilitas juga memiliki hak dan kesempatan yang sama dengan setiap orang seperti yang telah diatur dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia.
Hingga saat ini, banyak penyandang disabilitas yang masih mengalami diskriminasi di dunia kerja. Salah satunya adalah seorang difabel netra yang merupakan guru honorer di Sekolah Luar Biasa (SLB) Berkat Yosua, Desa Kamangta, Kabupaten Minahasa. Beliau merupakan lulusan Sarjana Pendidikan Luar Biasa dari Universitas Negeri Manado. Dengan gaji yang diterimanya sebesar Rp300.000 per bulannya. Nominal tersebut tidak dapat mencukupi biaya kehidupan keluarganya yang terdiri dari seorang istri, anak remaja, dan tiga cucu tirinya yang masih anak-anak. Ditengah-tengah pelik kehidupannya yang seorang penyandang disabilitas, beliau tidak punya pilihan lain selain berjualan tisu di pinggir jalan jika ingin cepat mendapatkan uang meskipun hal tersebut tidaklah pantas bagi lulusan sarjana.
Tindakan diskriminasi yang diterima oleh penyandang disabilitas dapat memberikan dampak dalam kehidupan mereka, misalnya adalah dapat menurunkan rasa percaya diri sehingga mereka pun menutup diri dari lingkungan luar karena takut mendapatkan perundungan. Selain itu juga dapat menjebak penyandang disabilitas dalam lingkaran kemiskinan yang dikarenakan terbatasnya akses dalam mendapatkan pekerjaan sehingga mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.Â
Perlindungan hak-hak penyandang disabilitas sudah sepatutnya menjadi tanggung jawab bersama baik itu oleh pemerintah, perusahaan, maupun masyarakat. Sehingga sebagai warga negara yang baik, kita harus melindungi hak-hak penyandang disabilitas dengan cara menghentikan diskriminasi dan menciptakan lingkungan yang supportif bagi mereka. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H