Mohon tunggu...
Puspa Gayatri
Puspa Gayatri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Teman Tuli Tidak Ingin Disebut Tunarungu

5 Maret 2022   14:13 Diperbarui: 5 Maret 2022   14:25 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tidak semua teman Tuli nyaman disebut tunarungu. Para teman Tuli lebih nyaman dipanggil dengan sebutan Tuli. Dilansir dari kanal YouTube KOMPASTV, aktivis Tuli bernama Surya Sahetapy menjelaskan mengapa sebutan tunarungu tidak merepresentasikan kebutuhan dari teman Tuli. Ia juga turut menyampaikan pandangannya mengenai pandangan teman Tuli atas kondisi yang terjadi dalam masyarakat.

World Federation of the Deaf (WFD) menyebutkan sekitar tahun 1881, terdapat perbedaan pendapat terhadap penggunaan kata antara Hearing Impaired yang berarti tunarungu dan kata Deaf yang berarti Tuli.

Dalam dua kelompok ini terjadi perbedaan budaya, di mana kelompok Deaf menyatakan bahwa bahasa isyarat merupakan bahasa komunikasi utama, sedangkan kelompok Hearing Impaired adalah mereka yang memiliki hambatan dalam guru bahasa isyarat, sehingga menggunakan alat bantu dengar untuk memperlancar komunikasi.

Dalam hal ini, dikutip dari salah satu artikel Tempo, Michele, staf pengajar bahasa isyarat di Pusat Bahasa Isyarat Indonesia atau Pusbisindo (28/6/2018) menyatakan bahwa "Tunarungu adalah istilah medis untuk menggambarkan keterbatasan dari sebuah fungsi, sedangkan Tuli merupakan istilah budaya atau cara berkomunikasi yang berbeda."

Kondisi setiap teman Tuli berbeda-beda dan tidak bisa disamaratakan. Setiap individu Tuli memiliki kategorinya masing-masing dimulai dari berat, sedang, hingga ringan. Meningkatkan kemampuan berbahasa isyarat dan kemampuan bahasa tulis perlu difokuskan karena adanya perbedaan kondisi tersebut. Menyadari perbedaan kondisi dalam setiap individu, menyebarluaskan pendidikan Tuli dalam sistem pendidikan di Indonesia merupakan hal penting. Faktor tersebut dapat membantu proses dalam berinteraksi dengan berkomunikasi di sekitar lingkungan untuk mencapai kesetaraan dalam berkehidupan sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun