Tidak semua teman Tuli nyaman disebut tunarungu. Para teman Tuli lebih nyaman dipanggil dengan sebutan Tuli. Dilansir dari kanal YouTube KOMPASTV, aktivis Tuli bernama Surya Sahetapy menjelaskan mengapa sebutan tunarungu tidak merepresentasikan kebutuhan dari teman Tuli. Ia juga turut menyampaikan pandangannya mengenai pandangan teman Tuli atas kondisi yang terjadi dalam masyarakat.
World Federation of the Deaf (WFD) menyebutkan sekitar tahun 1881, terdapat perbedaan pendapat terhadap penggunaan kata antara Hearing Impaired yang berarti tunarungu dan kata Deaf yang berarti Tuli.
Dalam dua kelompok ini terjadi perbedaan budaya, di mana kelompok Deaf menyatakan bahwa bahasa isyarat merupakan bahasa komunikasi utama, sedangkan kelompok Hearing Impaired adalah mereka yang memiliki hambatan dalam guru bahasa isyarat, sehingga menggunakan alat bantu dengar untuk memperlancar komunikasi.
Dalam hal ini, dikutip dari salah satu artikel Tempo, Michele, staf pengajar bahasa isyarat di Pusat Bahasa Isyarat Indonesia atau Pusbisindo (28/6/2018) menyatakan bahwa "Tunarungu adalah istilah medis untuk menggambarkan keterbatasan dari sebuah fungsi, sedangkan Tuli merupakan istilah budaya atau cara berkomunikasi yang berbeda."
Kondisi setiap teman Tuli berbeda-beda dan tidak bisa disamaratakan. Setiap individu Tuli memiliki kategorinya masing-masing dimulai dari berat, sedang, hingga ringan. Meningkatkan kemampuan berbahasa isyarat dan kemampuan bahasa tulis perlu difokuskan karena adanya perbedaan kondisi tersebut. Menyadari perbedaan kondisi dalam setiap individu, menyebarluaskan pendidikan Tuli dalam sistem pendidikan di Indonesia merupakan hal penting. Faktor tersebut dapat membantu proses dalam berinteraksi dengan berkomunikasi di sekitar lingkungan untuk mencapai kesetaraan dalam berkehidupan sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H