Kala jarum jam membentuk sudut 90 derajat yang sempurna, ia berkeringat hebat hingga dingin lebih tebal dari selimut yang menelungkup di tubuhnya.
Dengan sepiring Indomie goreng yang memadat kaku, diiringi tembang pujian-pujian dalam surah-Nya, aku mengira-ngira;
Sedang apa sekarang Tuhanku? Apa sama, Ia terbaring juga di atas arasy-Nya? Apa malam ini Ia tidur lebih cepat? Apa Ia telah membungkus wajah-Nya dengan lengan-lengan-Nya?
Apa bantalan-Nya begitu empuk hingga Ia tidak akan terbangun? Apa dengkur-Nya begitu keras hingga segala permohonan tidak dapat menembus-Nya?Â
Jam 1 dini hari, aku benar-benar melihat Tuhanku tertidur lelap untuk waktu yang panjang. Tapi sialnya, kini Dia tidak tidur sendirian. Aku telah kecolongan.
Jam berapa tadi Tuhan terbangun? Lewat pintu yang mana Ia masuk ke rumahku? Ini pencurian. Seharusnya aku menyadari bahwa Tuhan sudah lebih dulu mempelajari sisi-sisi rumah ini.
Bahkan, Ia bisa dengan sembarang menjemput malaikatku yang sayapnya sedang patah. Semakin jelas, Ia merampasnya.
Taukah Kau Tuhan, duniaku mendadak berhenti. Hingga detik jam jua enggan berputar menemani malamku yang membentang. Yang kali ini, Kau kelewat pulas Tuhan.
Jakarta, 2025.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI