Mohon tunggu...
Puspa Agustin
Puspa Agustin Mohon Tunggu... Penulis - Penulis - Sastra Indonesia

Seseorang yang memiliki ketertarikan pada bidang kepenulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Belalak

15 November 2024   01:27 Diperbarui: 15 November 2024   12:44 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: material cahaya yang melukai (Sumber gambar: pinterest/franz kafka)

Tahun 1990-an merupakan masa kemakmuran yang relatif damai. Tembok Berlin, simbol utama Perang Dingin, runtuh pada bulan November 1989. Kemudian Jerman bersatu kembali pada tahun 1990, setelah 45 tahun terpisah. Perang Dingin secara resmi berakhir dengan jatuhnya Uni Soviet pada Hari Natal 1991, dan tampaknya era baru telah dimulai.

Pada tahun ini pula, International Modeling & Talent Association (IMTA) menjadi satu-satunya ajang kompetisi modeling bergengsi yang sangat digilai oleh anak-anak muda dari berbagai belahan dunia. Tidak terkecuali di Indonesia.

Saat itu, ketika koran pagi baru saja mendarat di muka pintu rumah tepat pukul 06.15 WIB, Gadis, seorang anak remaja 19 tahun terperangah melihat cover koran dengan wajah 3 finalis IMTA, acara modeling favoritnya.

Dalam koran tersebut diberitakan, bahwa 3 finalis IMTA bersama 2 jurinya akan melakukan sesi pemotretan di Wukir Negoro, Malang-Indonesia. Sejak mengetahui hal itu, Gadis tidak berhenti memikirkan bagaimana cara untuk bisa ke sana bertemu muka dengan Sara Dawson, salah satu finalis, yang sangat ia idolakan.

Siang malam Gadis terus merengek pada kekasihnya, Roy, untuk membantu ia merealisasikan mimpinya itu. Roy yang sangat mencintai belahan jiwanya tak mampu menolak atau membiarkan Gadis pergi sendirian. Tanpa banyak pertimbangan, Gadis, Roy, dan satu sahabat Gadis bernama Mia, pun akhirnya melakukan perjalanannya dari Banten ke Malang dengan menunggangi bus Continental'90 rute Jakarta-Malang.

-----

"Ieu tempat katuhu?" Ujar Gadis yang terkejut melihat penampakan Wukir Negoro yang masih sangat asri dan terbilang jauh dari pusat kota. Ia tidak menyangka para finalis mau ke tempat seperti ini, dan ia lebih tidak menyangka kalau akan bertemu dengan finalis-finalis IMTA.

"Iya betul di sini." Jawab Roy.

Karena hanya membawa uang pas-pasan, mereka tidak menyewa pondok penginapan. Namun Roy sudah mempersiapkan tenda 200 x 200 x 125 cm, dengan kapasitas empat orang.

"Ini aku pinjem sama temen, namanya Kang Arman. Anjeunna resep nak gunung." Jelas Roy pada Gadis dan Mia saat mendirikan tenda setelah 3 jam berjalan menyusuri hutan Wukir Negoro.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun