Oleh: Firdaus Hafidz, Christian Yanuar, Yesa Asa Dela, Rosa Galuh Kristanti Latar belakang Penyediaan jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin merupakan agenda pemerintah Indonesia demi memenuhi tercapainya jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat. Rumah sakit merupakan salah satu faktor vital penyedia jasa kesehatan yang dibutuhkan bagi pelaksanaan agenda tersebut. Menurut Undang Undang no. 44 tahun 2009 pasal 30 huruf (h), rumah sakit publik - rumah sakit pemerintah dan badan nirlaba - dan rumah sakit yang ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan memiliki kesempatan untuk menerima insentif pajak. Namun, hingga saat ini belum ada peraturan pemerintah yang mengatur kriteria operasional rumah sakit publik serta insentif pajak yang dapat mereka peroleh. Padahal 2014 sebagai target pemerintah dalam langkah awal universal coverage telah berada di depan mata. Saat ini rumah sakit nirlaba dan rumah sakit milik perusahaan oleh Kementerian Keuangan masih diperlakukan sama. Rumah sakit tidak termasuk lembaga yang mendapatkan insentif pajak. Rumah sakit nirlaba saat ini juga sudah mulai jarang mendapatkan bantuan subsidi pemerintah maupun dari donasi. Hal ini mengakibatkan rumah sakit nirlaba bergantung dari penerimaan pasien umum sebagai sumber penghasilan utamanya. Maka dari itu, proporsi bagi pasien miskin yang membutuhkan fasilitas jamksesmas di rumah sakit nirlaba minim. Tidak heran jika peranan rumah sakit swasta baik nirlaba maupun milik perusahaan memiliki peran sosial yang sangat rendah dalam pelayanan JAMKESMAS dan keringanan lainnya dibandingkan dengan rumah sakit pemerintah.
Temuan
Rumah sakit swasta akan menghadapi dilema kedepan dalam era pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Jika rumah sakit ini tidak menerima tarif INA-CBG (Indonesia- Case Based Group) sebagai sistem pembayaran yang akan dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), maka mereka akan kehilangan pasar. Namun di sisi lain, jika INA-CBG diterapkan di rumah sakit tersebut, tidak dapat menutup kemungkinan rumah sakit swasta merugi dan bersiap menggulung tikar. JIka melihat dari beban rumah sakit swasta, 2 beban terbesar adalah pada belanja tenaga dan obat & bahan medis habis pakai (Gambar 1 dan 2).
Dengan melihat beban distribusi biaya rumah sakit swasta tersebut, rumah sakit swasta akan dapat mulai Tingginya beban Rumah sakit dengan mudah untuk maka tidak mustahil Beban rumah sakit yang besar terhadap berbagai pajak yakni, wajib membayar pajak dan rumahan biaya rumah sakit ini menyebabkan rumah sakit, khususnya rumah sakit swasta merasa terbebani dan kesulitan dalam membantu penyelenggaraan jasa kesehatan bagi masyarakat miskin. Selain itu, beban utama rumah sakit adalah obat/bahan medis habis pakai dan tenaga. Tingginya beban biaya ini dapat dipahami sebagai dampak dari kurangnya daya saing rumah sakit swasta terhadap rumah sakit pemerintah. Seperti ditunjukkan dalam Gambar 1 dan 2, belanja tenaga atau petugas medis memiliki porsi yang cukup besar dalam beban biaya rumah sakit. Beban biaya atau pajak penghasilan yang diberikan masih cukup tinggi dibandingkan dengan pajak penghasilan petugas kesehatan lainnya. Pajak penghasilan perawat adalah sebesar 15% sedangkan pajak penghasilan tenaga kesehatan lain adalah sebesar 7,5%. Selain itu, obat dan bahan medis habis pakai juga memiliki porsi yang cukup besar dalam beban biaya ini. Hal ini cukup wajar karena biaya yang dikeluarkan untuk obat sendiri sudah cukup besar dikarenakan tingginya pajak obat yang dikenakan. Menurut Prof Dr Hasbullah Thabrany, seperti dikutip dalam http://www.jambiekspres.co.id, tingginya harga obat di Indonesia, terutama obat yang bermerk atau paten, disebabkan oleh pembebanan pajak serta berbelit-berbelitnya administrasi di Ditjen Bea Cukai. Beban biaya rumah sakit tersebut cenderung tidak berpihak terhadap rumah sakit yang seharusnya memiliki peran sosial. Sebagai suatu unit usaha rumah sakit swasta harus menanggung beban pajak atau beban biaya. Melihat dari dampak beban biaya yang ditanggung oleh rumah sakit swasta, patut dipertanyakan fungsi dan efektifitas adanya beban biaya rumah sakit, dan mempertimbangkan perlunya insentif pajak bagi rumah sakit swasta. Rekomendasi • Perlu adanya proteksi melalui rekomendasi bebas bea masuk dari Kementerian Kesehatan terutama untuk pajak obat dan bahan medis habis pakai. Hal ini diperlukan untuk mengatasi tingginya harga obat dan bahan medis habis pakai. • Disamakannya pajak penghasilan untuk tenaga yang bekerja di rumah sakit. Selain untuk mengurangi beban rumah sakit dalam melaksanakan misi sosialnya, hal ini juga sangat penting untuk menghilangkan diskriminasi profesi. • Dengan dapat menekan kedua biaya utama di atas,diharapkan tarif rumah sakit dapat lebih terkontrol dan lebih efisien. Namun, jika rumah sakit swasta tetap dipertahankan menjadi anak tiri dalam pelayanan kesehatan, maka sebenarnya akan menjadi bumerang bagi SJSN. Daftar Referensi 1. Kementerian Kesehatan, 2012, Data Kajian Biaya Produksi Pelayanan Kesehatan, Kemenkes, Jakarta. 2. http://www.jambiekspres.co.id/ekonomi/16259-pajak-picu-harga-obat-tinggi.html Diakses pada 6 September 2012 3 http://spiritentete.blogspot.com/2008/05/kesejahteraan-perawat-belum-mendapat.html Diakses pada 6 September 2012 Dowonload pdf: Perlunya Insentif untuk Rumah Sakit Swasta Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Healthy Selengkapnya