Mohon tunggu...
Pusat Kajian dan Studi Gerakan BEM UI
Pusat Kajian dan Studi Gerakan BEM UI Mohon Tunggu... -

Kami adalah sekelompok insan intelektual Universitas Indonesia, yang mengada atas nama cinta untuk bangsa ini, agar suatu saat nanti, tiada lagi rintihan kelaparan dan tangis pilu itu, di bawah langit nirmala Indonesia. Dengan pikir dan nalar kami, setulus-tulusnya, kami kan mencoba untuk bersinar seterang warna jaket perjuangan kami, dengan raga ini, seteguh-teguhnya juang, kami kan mencoba untuk terus berdiri di sini. Bersamamu, ya, siapapun yang tengah membaca tulisan kami, para pejuang yang padanya persada menggantungkan asa. HIDUP RAKYAT TERTINDAS INDONESIA!

Selanjutnya

Tutup

Money

Mengurai Benang Kusut Kebijakan Subsidi BBM

8 Juni 2010   23:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:39 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Permasalahan APBN selalu saja menjadi pembahasan yang menarik. Berbagai kalangan pasti akan memberikan perhatian khusus terkait hal yang satu ini. Eksekutif, Pengusaha, Politisi, Anggota Dewan, dan Mahasiswa adalah beberapa stakeholder yang kerap memberikan perhatian cukup serius tentang APBN.

APBN memang memiliki peran yang penting dan strategis. APBN dapat menggambarkan rencana dan tujuan pembangunan sebuah negara minimal dalam satu ke depan. APBN juga sering dijadikan acuan oleh para investor dan pelaku pasar untuk menganalisis prospek perekonomian setahun ke depan. Selain itu, perencanaan pendapatan dan belanja negara juga tersurat dalam APBN.

Begitu pentingnya APBN membuat segala isu atau wacana terkait APBN akan menjadi topik yang hangat untuk dibicarakan dan diperdebatkan. Salah satu isu yang paling menarik dan menjadi pro-kontra dalam APBN adalah isu subsidi, terutama subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM).

Akhir-akhir ini, isu subsidi BBM kembali menyeruak. Kali ini yang menjadi pembahasan adalah wacana Pemerintah untuk membatasi penggunaan BBM bersubsidi (premium). Pembatasan penggunaan Premium diperuntukkan bagi kendaraan bermotor roda dua (motor).

Pemerintah dalam penjelasannya memaparkan bahwa tujuan utama pembatasan penggunaan Premiun bagi motor adalah untuk mengurangi angka kemacetan. Kebijakan kontroversial ini sontak membuat masyarakat terkejut. Masyarakat bertanya-tanya kenapa kebijakan seperti ini yang akan dipilih, apakah tidak ada alternatif kebijakan yang lebih efektif untuk mengurangi kemacetan?

Pemerintah berpendapat bahwa salah satu penyebab kemacetan adalah jumlah kendaraan yang tak terkendali. Banyaknya kendaraan praktis membuat lalu lintas menjadi semakin padat dan semerawut. Belum lagi ditambah ketidakdisiplinan para pengemudi yang memperparah benang kusut permasalahan kemacetan, khususnya di Ibukota.

Wacana pembatasan pemakaian BBM terhadap premium bagi motor dirasa kurang tepat. Pemerintah seolah tidak memahami betul alasan utama dan mendasar kenapa sulit sekali untuk mengurai benang kusut kemacetan di Ibukota. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kemacetan di Ibukota.

Pertama, sarana transportasi umum yang kurang memadai. Sarana transportasi publik di Indonesia pada umumnya dan di Jakarta pada khususnya memang sangat mengenaskan. Transportasi publik memiliki citra buruk di mata masyarakat. Tidak aman dan nyaman, mahal, dan aksesibilitas adalah alasan utama mengapa masyarakat enggan memilih transportasi massal.

Kedua, mudahnya memiliki kendaraan baru. Merebaknya jasa kredit kendaraan bermotor mempermudah masyarakat untuk memiliki kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor kini tidak lagi dimiliki oleh kalangan atas saja, namun sebagian besar masyarakat kini telah memiliki kendaraan bermotor.

Ketiga, kebijakan BBM yang kurang tepat. Sebagaimana kita ketahui harga BBM di Indonesia berada di bawah harga pasar. Konsekuensinya adalah Pemerintah harus memberikan subsidi sehingga harga jual BBM di masyarakat berada di bawah harga pasar. Salah satu dampak dari rendahnya harga BBM adalah konsumen kurang bijak (baca: boros) dalam menggunakan BBM.

Dari ketiga permasalahan tersebut, ada beberapa solusi yang dapat dilakukan oleh Pemerintah. Pertama, Pemerintah sebaiknya menarik keinginannya untuk membatasi penggunaan premium bagi pengguna motor. Kebijakan ini kurang efektif untuk mengatasi kemacetan. Sebaiknya Pemerintah membuat peraturan mengatur tentang kredit kendaraan bermotor di Indonesia. Selain itu, kebijakan pajak progresif untuk kendaraan bermotor juga dapat dijadikan opsi cadangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun