Surya masih setengah muka, tapi suara Marini sudah sampe ke New Zealand. Dilemparkannya pisang goreng dari tangan Pak Dayat
“Perawan pagi-pagi udah ngobrol sama HP”
“Sayang pisangnya pa, malah buat ngelempar Rini” sahut Bu Indri
“Hendra ngajak video call pa…”
Bukan main, es doger yang sudah 1 jam saja masih kalah encer sama otak Hendra. Tahun lalu lelaki yang suka band Padi ini, mendapat beasiswa di Auckland University New Zealand.
Tak tanggung-tanggung dia ambil jurusan, Faculty of Medical and Health Sciences. Sejak awal dipertemukan dengan calon mertua, yang dibicarakan selalu rasa prihatinnya terhadap masalah kesehatan di Indonesia.
Lebih baik dengar orang debat masalah pilkada menurut Pak Dayat, tapi semua ocehan anak ini bisa dibuktikan.
Sebentar lagi jadi dokter dan katanya mau buat Indonesia jadi negara paling sehat sedunia…
“Dulu yang kirim pesan orang, sekarang angin. Tinggal pencet, beberapa detik sampai…”gumam Pak Dayat dengan mulut penuh pisang goreng dan batang teh yang menyangkut di kumisnya.
“2 idul fitri, 2 idul adha. Tatap muka pakai perantara, wajar kan pa kalo aku kangen” balas Marini
“Jaman papa sama mama pacaran, kalo kangen ya ketemu. Kalo nggak bisa ketemu ya bersurat”
Suara bu Indri yang tiba-tiba menggema dari dapur
2 jam lebih dia habiskan waktu untuk mengobrol dengan Hendra, sampai Pak Dayat sudah selesai nonton 3 acara TV. Ditanyanya kembali anak perawan satu-satunya itu
“Kamu kenapa sih?, setiap selesai video call mendung langsung datang diatas kepalamu. Macam kartun favoritmu HAHAHAHA” Puas sekali Pak Dayat tertawa diatas penderitaan anak semata wayangnya
“Tiap Rini Tanya, kapan mas Hendra mau seriusin Rini. Pasti jawabnya besok waktu sudah wisuda. Keburu Rini di lamar anaknya temen papa yang jual sapi keliling” dijawabnya dengan muka kusut