[caption id="" align="aligncenter" width="601" caption="Pasangan capres-cawapres 2014 di debat periode pertama (Tribunnews/Herudin)"][/caption]
Dalam perjalanan menuju kantor pagi ini, saya menyimak Radio Elshinta sedang membahas Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan oleh Capres dan Cawapres dan pengaruhnya terhadap elektabilitas dalam pemilu 9 Juli 2014 nanti. Diinformasikan bahwa KPU akan menguji kejujuran para Capres dan Cawapres dalam membayar pajak. Narasumber pertama menganggap informasi ini penting untuk melihat apakah para Capres dan Cawapres telah membayar pajak dengan benar. Dalam kaitannya dengan elektabilitas Capres dan Cawapres dalam Pilpres 9 Juli 2014 nanti, narasumber kedua mengatakan bahwa hasil pelaporan LHKPN ini mempunyai pengaruh terhadap elektabilitas dalam pilpres, namun pengaruhnya tidak signifikan. Namun sayang, saya keburu sudah sampai kantor, sehingga tidak bisa mengikuti acara Radio Elshinta tersebut sampai tuntas.
Benarkah demikian? Saya pribadi kurang sependapat dengan pernyataan narasumber kedua ini. Menurut hemat saya, signifikan atau tidaknya pengaruh LHKPN dan pembayaran pajak terhadap elektabilitas akan tergantung bagaimana Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengumumkan hasil kajiannya. Apabila laporan KPU dibuat kabur atau tidak jelas, mungkin benar pendapat narasumber tersebut, bahwa LHKPN berpengaruh kurang signifikan terhadap elektabilitas Capres dan Cawapres. Tetapi kalau laporan KPU dibuat jelas, bisa menggambarkan berapa kekayaan Capres dan Cawapres bertambah setiap tahunnya, berapa seharusnya Pajak Penghasilan (PPH) yang harus dibayar karena pertambahan kekayaan tersebut, berapa besar PPH yang telah dibayar dan dilaporkan, kemudian dihitung berapa persen deviasiantara kedua variabel terakhir ini, maka akan terlihat seberapa jujur Capres dan Cawapres kita ini dalam melaporkan kekayaannya. Saya pikir inilah cerminan beliau-beliau yang akan menjadi pemimpin kita dalam lima tahun mendatang. Semakin tinggi tingkat deviasinya, semakin tinggi pula kemungkinan akan terjadi penyimpangan dalam mengelola keuangan negara, apabila terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden pada periode 2014-2019 nanti. Kalau demikian yang terjadi, saya berpendapat bahwa hasil kajian KPU ini akan berpengaruh terhadap elektabilitas Capres dan Cawapres secara signifikan. Masyarakat yang rasional akan memilih capres dan cawapres yang laporannya memiliki tingkat deviasi yang lebih rendah. Syukur-syukur kalau ada yang tingkat deviasinya nol, artinya apa yang dilaporkan dalam LHKPN telah sesuai dengan laporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) PPH, yang berarti telah memenuhi kewajiban pajaknya dengan jujur.
Perlu diketahui bahwa semua warga negara yang memiliki penghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) diwajibkan oleh undang-undang untuk memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan diwajibkan melaporkan penghasilannya melalui SPT secara rutin setiap tahun. Laporan ini wajib disampaikan ke Direktorat Jenderal Pajak paling lambat 31 Maret tahun berikutnya. Dengan demikian, sebenarnya pertambahan harta kekayaan para Capres dan Cawapres ini bisa dilihat dari laporan SPT PPH tersebut. KPU bisa meminta kepada DJP data SPT PPH para capres dan cawapres, misalnya lima tahun terakhir. Bandingkan data pertambahan kekayaan dalam SPT PPH ini dengan data pertambahan kekayaan yang dilaporkan dalam LHKPN.Apakah kedua data ini ada perbedaan? Berapa besar perbedaannya? Inilah yang perlu diungkap kepada publik, agar publik bisa menilai seberapa besar tingkat kejujuran para Capres dan Cawapres dalam melaporkan kekayaannya dan dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak. Menurut hemat saya, ini faktor penting untuk melihat bagaimana Capres dan Cawapres akan mengelola negara ini!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H