Seperti biasa, dalam perjalanan ke kantor saya selalu pantheng Radio Elshinta. Info kemacetan jadi wajib didengar, kalau tidak ingin kejebak di kemacetan. Di antara info lalu lintas, ada bahasan yang menarik di Radio Elshinta pagi ini, tentang kendaraan dinas menteri pemerintah Jokowi nantinya. Pemerintah SBY sudah menganggarkan Rp.104 miliar, dan mau merealisasi pembelian mobil dinas menteri-menteri Jokowi. “Kebetulan” yang menang tender adalah Mercy. Namun karena sesuatu hal, pengadaan tersebut dibatalkan. Yang menarik dari acara ini adalah ketika penyiar menjaring komentar dari pendengar, tentang mobil merk apa sebaiknya untuk mobil dinas menteri. Berbagai pendapat, baik yang pro maupun kontra, pun bermunculan. Salah satu usulan yang menggelitik adalah usulan untuk menggunakan mobil Esemka sebagai mobil dinas menteri. Mungkin maksudnya untuk menyindir, atau melihat konsistensi Jokowi dengan mobil Esemkanya. Mungkin mereka berpendapat, bahwa mobil Esemka hanya alat untuk meraih popularitas bagi Jokowi. Setelah jadi presiden, mobil Esemka dilupakan. Benarkah demikian?
Dalam perjalanan saya merenung, bagaimana kalau menteri pakai mobil dinas Esemka. Kenapa tidak? Pertanyaan yang muncul, perlukah mobil dinas yang mewah bagi menteri? Kalau kita lihat menteri-menteri yang sekarang dan yang lalu, umumnya para menteri sudah kaya. Artinya, membeli mobil pribadi yang mewah pun mereka bisa. Jadi, kalau mau bermewah-mewah, pakai mobil pribadi saja. Ini akan lebih bergengsi, daripada pakai mobil dinas. Mobil dinas untuk ke kantor, tak perlulah bermewah-mewah. Toh, dikantor orang juga tahu, kalau yang diparkir di depan gedung menteri ini adalah mobil dinas menteri, apapun merk mobilnya.
Renungan terus berjalan. Kalau menterinya saja pake mobil Esemka, bagaimana eselon satunya? Bagaimana eselon duanya, bagaimana mobil dinas gubernur dan aparat di bawahnya, bagaimana mobil dinas bupati dan aparat di bawahnya, dan seterusnya. Pikiran pun terus ngelantur. Akankah mereka menggunakan mobil yang lebih baik dari Esemka? Pastinya tidaklah. Walhasil, semua aparat pemerintah akan menggunakan mobil dinas Esemka.
Ini adalah sebuah momentum. Peluang untuk membangkitkan kembali mimpi memiliki mobil nasional. Saya yakin, banyak tenaga-tenaga ahli Indonesia yang saat ini bekerja di industri mobil, di berbagai pabrikan, seperti Honda, Toyota, Hyunday, KIA, Tata, dll. Apabila mereka dipanggil oleh pemerintah, ditugasi untuk mendisain dan memproduksi mobil dinas untuk para menteri, gubernur, bupati, walikota, berikut dengan berbagai tingkatan aparat di bawahnya, dengan merk Esemka, ini baru Indonesia. Tentunya, dalam disainnya dibuat berbagai tingkat kenyamanan, sesuai dengan level kepemimpinannya.
Kalau ternyata proyek ini menghasilkan mobil yang layak, tentunya para menteri dan pejabat akan bangga, pakai produk Indonesia. Para tenaga ahli yang dilibatkan dalam proyek pembangunan mobil nasional ini pun juga bangga, ternyata produk saya dipakai oleh menteri. Pak Jokowi pun juga bangga, saya sudah bisa mewujudkan mimpi nasional dengan mobil Esemka. Coba hitung, berapa menteri dan pejabat dibawahnya, berapa gubernur dan pejabat di bawahnya, berapa bupati/walikota dengan pejabat di bawahnya. Bukankan ini suatu pasar yang luar biasa bagi sebuah pabrik mobil baru? Kalau ternyata mobil-mobil tersebut terbukti kehandalannya, saya yakin masih banyak masyarakat yang cinta produk Indonesia.
Sampai disini pikiran ngelantur saya, karena harus parkir, sudah sampai kantor. Akhirnya dikembalikan kepada pak Jokowi, mau diberi mobil dinas apa para menterinya? Akankah pak Jokowi mengambil momentum ini sebagai one minute awareness, menghidupkan kembali mobil Esemkanya dan membangun mimpi mempunyai mobil nasional? Semoga…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H