Mohon tunggu...
Purwoko Hardjosentono
Purwoko Hardjosentono Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan PNS

menggapai mimpi di senja hari ...

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Perlukah Pertamax Disubsidi?

31 Desember 2014   17:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:06 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Turunnya harga minyak dunia membuat Pemerintah Indonesia merasa serba salah, namun fenomena ini membawa hikmah, berupa momentum yang tepat untuk menata kebijakan subsidi BBM. Serba salah, karena belum lama pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM jenis premium bersubsidi dari Rp.6.500 menjadi Rp.8.500 per liter. Bahkan, diperkirakan harga keekonomian premium saat ini justru lebih rendah dari harga yang baru ditetapkan pemerintah tersebut.Dengan demikian, hal yang sebaliknya terjadi saat ini, masyarakat pengguna premium memberi subsidi kepada pemerintah. Hikmahnya, kalau subsidi untuk premium dicabut, maka harga premium akan turun di bawah Rp.8.500 per liter.

Turunnya harga minyak di pasar internasional menjadi karunia untuk pemerintahan Presiden Jokowi-JK. Bila momentum ini dimanfaatkan untuk menghapuskan subsidi BBM Premium, pemerintah akan mendapatkan ruang fiskal yang besar. Menteri ESDM mengatakan, bila subsidi BBM jenis premium dicabut,pemerintah akan menghematbelanja negara sekitar 120 triliun. Sementara itu, masyarakat dijamin tidak akan demo bila pemerintah menghapus subsidi BBM jenis premium, karena penghapusan subsidi kali ini justru akan menyebabkan harga BBM akan turun.

Dengan adanya tambahan ruang fiskal sebesar itu, akankah pemerintah mengalihkan sebagian dana tersebut untuk subsidi BBM jenis Pertamax, agar masyarakat tetap mendapat subsidi BBM?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, sebaiknya kita lihat apa yang telah dilakukan pemerintah saat ini. Salah satu fokus perhatian pemerintah Jokowi-JK adalah penataan pengelolaan minyak dan gas (migas) nasional. Untuk tujuan ini, pemerintah telah menunjuk Tim Reformasi Tatakelola Migas, yang diketuai oleh ekonom Faisal Basri, yang ditugasi untuk melakukan kajian dan memberikan rekomendasi dalam rangka menata kebijakan migas.

Kajian ini menemukan fakta bahwa BBM jenis Premium dengan Researh Octane Number (RON) 88 sudah jarang digunakan di dunia. BBM dengan RON88 sudah menjadi barang langka di pasar BBM internasional. BBM dengan RON88 saat ini diperoleh dengan cara mem-blending BBM dengan RON92 dengan nafta. Namun cara ini menjadikan harga BBM dengan RON88 menjadi lebih mahal dari harga yang seharusnya. Suhubungan dengan fakta ini, Tim Reformasi Tatakelola Migas merekomendasikan agar BBM dengan RON 88 dihapus saja, dan sebagai gantinya BBM jenis Pertamax yang memiliki RON92 disubsidi dengan pola subsidi tetap, sebesar Rp.500/liter. Hal yang menjadi pertanyaannya kemudian adalah “perlukah BBM jenis Pertamax disubsidi?”.

Ada beberapa pertimbangan untuk mengatakan bahwa BBM jenis Pertamax TIDAK PERLU disubsidi. Pertama, subsidi BBM jenis Premium selama ini telah sasaran. Masyarakat kaya menikmati subsidi yang lebih besar dibandingkan masyarakat miskin. Pengguna mobil menikmati subsidi lebih banyak dibandingkan pengguna motor. Pengguna motor menikmati subsidi lebih banyak dibandingkan pengguna angkutan umum. Intinya, semakin banyak masyarakat mengkonsumsi BBM, semakin banyak mereka menikmati subsidi BBM. Kedua, apabila BBM Pertamax disubsidi, volume BBM Pertamax yang disubsidi akan lebih besar dibandingkan volume BBM premium.Perlu diingat bahwa dengan dihapusnya BBM jenis premium, maka pengguna BBM jenis Premium praktis akan beralih ke Pertamax. Dengan demikian masyarakat pengguna pertamax yang sebelumnya tidak menikmati subsidi, akan ikut menikmati subsidi. Ketiga, subsidi BBM mendorong masyarakat untuk tidak berperilaku hemat dalam menggunakan BBM. Saat ini masih banyak masyarakat yang memilih menggunakan kendaraan pribadi, walaupun sudah ada transportasi publik yang memadai. Biaya untuk pembelian BBM kurang dipertimbangkan dalam pemilihan moda transportasi, karena harganya BBM relatifmurah (disubsidi). Keempat, Pemerintah sedang perlu dana yang luar biasa besar untuk membiayai kebijakan-kebijakan pemerintah baru yang out-of-the-box. Banyak mimpi-mimpi Presiden Jokowi-JK untuk menuju Indonesia hebat, yang perlu pendanaan besar. Contohnya, pemerintah perlu dana untuk membayar premi keanggotaan BPJS bagi masyarakat miskin, dana untuk bea siswa untuk masyarakat miskin, dana untuk pembangunan waduk dan saluran irigasi untuk meningkatkan produktivitas pertanian, dana untuk pembangunan sarana dan prasarana transportasi laut, dsb. Penghematan belanja APBN dari penghapusan subsidi BBM jenis premium dapat ini dimanfaatkan untuk membiaya proyek-proyek dimaksud.

Namun ada satu pertimbangan yang mendukung PERLUnyasubsidi untuk Pertamax. Dengan dihapuskannya BBM jenis Premium, SPBU Pertamina akan menjual produk-produk yang kualitasnya sama dengan produk-produk yang dijual oleh SPBU asing. Mereka sama-sama menjual BBM dengan RON92. Dalam kondisi normal, konsumen akan memilih produk dengan kualitas sama yang harganya lebih murah. Bila SPBU asing bisa menjual BBM kualitas RON92 dengan harga yang lebih murah, bukan mustahil SPBU Pertamina akan sepi pembeli. Logikanya, produsen yang lebih efisien akan dapat menjual produk dengan harga yang lebih murah. Pertanyaannya, sudah siapkah Pertamina bersaing secara head-to-head dengan perusahaan minyak asing? Mampukah Pertamina memproduksi Pertamax dengan harga pokok yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan minyak asing? Pemberian subsidi untuk BBM jenis Pertamax akan membantu Pertamina dalam bersaing melawan SPBU Asing di pasar dalam negeri. Pemberian subsidi untuk BBM jenis Pertamax akan melindungi Pertamina dari gempuran dari perusahaan minyak asing yang mampu berproduksi dengan lebih efisien.

Tentu, paparan di atas hanya sebagian kecil faktor yang perlu diperpertimbangkan untuk menentukan perlu atau tidaknya pemerintah memberikan subsidi untuk Pertamax. Masih banyak faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan, termasuk di antaranya adalah faktor politis dan sosial. Penulis yakin, pemerintah sudah mempertimbangkan faktor-faktor terkait sebelum memutuskan apakan BBM jenis Pertamax perlu disubsidi atau tidak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun