Mohon tunggu...
Purwoko Hardjosentono
Purwoko Hardjosentono Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan PNS

menggapai mimpi di senja hari ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Uji Integritas DPR dalam Pemilihan Kapolri

13 Januari 2015   16:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:15 821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada hal yang menarik dari pola kerja Jokowi dalam menunjuk pejabat negara, yaitu tidak menggunakan pola yang baku. Waktu memilih menteri, Jokowi libatkan PKP dan PPATK. Namun waktu memilih Kapolri, masyarakat ribut karena dua lembaga ini tidak dilibatkan. Kenapa demikian? Apakah Jokowi sudah tidak percaya KPK dan PPATK? Apakah Jokowi ingin memaksakan kehendaknya untuk menjadikan Budi Gunawan sebagai Kapolri? Rasanya kok tidak demikian. Paparan berikut ini hanya analisa pribadi saja, mungkin benar, mungkin juga salah. Hanya Jokowi dan Tuhan yang tahu…

Ada satu pola kerja yang khas dari Jokowi, kebiasaannya untuk blusukan. Ini mengandung makna, tidak mau dikendalikan, oleh protokoler, aturan atau prosedur. Demikian juga dalam pengambilan keputusan, Jokowi tidak mau mengikuti pola yang baku, konsisten, atau standar. Ibarat dari Jakarta mau ke Jogyakarta. Sekali waktu dia akan memilih lewat pantura, tapi di lain waktu dia pilih jalur selatan, dan di waktu yang lain pilih jalur tengah. Apa yang di dapat? Dia bisa tahu apa yang terjadi di setiap jalur yang dilalui. Semakin banyak dia memilih jalan alternatif, semakin banyak yang dia ketahui dari apa yang ada di sepanjang perjalanan. Mulai dari kondisi jalan, kondisi lalu lintas, hinga perilaku masyarakat setempat. Dia bisa tahu permasalahan-permasalahan yang terjadi di level grass root.

Bagaimana dengan pemilihan Kapolri? Kali ini Jokowi memilih jalur yang berbeda dengan ketika dia memilihmenteri. Pada waktu memilih menteri, dia ingin menguji kejujuran dan kinerja KPK dan PPATK dalam melaksanakan fungsinya. Banyak data yang harus dipersiapkan dan diolah oleh kedua lembaga ini untuk memberikan potret diri calon menteri yang diajukan Jokowi. Saya pikir ini bukan pekerjaan yang ringan, yang hasilnya perlu disampaikan dalam waktu yang sangat terbatas. Angkat topi untuk kedua lembaga ini, yang berhasil melaksanakan fungsinya dengan baik. Informasi yang dihasilkan kedua lembaga ini digunakan Jokowi untuk menentukan pilihan, siapa calon-calon menteri terbaik yang layak untuk menduduki pos-pos yang diinginkan. Di samping itu, informasi ini juga sangat strategis untuk menyingkirkan usulan-usulan calon titipan tidak capable atau yang kurang integritasnya.

Pada pemilihan calon Kapolri kali ini, Jokowi memilih jalur yang berbeda. Tidak melibatkan KPK dan PPATK sebelum mengajukan calon. Rasanya, bukan berarti bahwa Jokowi tidak percaya lagi dengan kedua lembaga ini. Di mata Jokowi, Pemilihan Kapolri ini lebih mudah. Hanya satu jabatan. Lebih sederhana dari pemilihan menteri, di mana banyak calon yang harus dipilih dan harus diselesaikan dalam waktu singkat. Kali ini, Jokowi tidak ingin membuat keputusan sendiri. Dia biarkan lembaga partner pemerintah untuk bekerja, sementara dia tinggal mengamati bagaimana proses dan hasilnya. Kali ini Jokowi membuat test case untuk DPR. Dia ingin tahu bagaimana DPR melaksanakan fungsinya. Untuk kali ini, kasusnya pun disederhanakan, calonnya hanya satu, jadi pilihannya hanya dua, ya atau tidak. Mudah kan?

Tetapi jangan salah, banyak hal yang bisa dinilai dari kasus yang dianggapnya sederhana ini. Pertama, bagaimana persepsi para anggota DPR terhadap sikap Jokowi dalam kebijakan pemilihan Kapolri kali ini, positif atau negatif? Sebagai contoh, Tantowi sudah mengemukakan persepsinya, mengganggap Jokowi tidak Konsisten. Mungkin anggota DPR lain menanggapinya dengan persepsi yang berbeda. Kedua, apakah koalisi-koalisi yang ada di DPR sudah mulai cooling down dari hingar bingar pemilu yang lalu dan mulai melaksanakan fungsi mereka? Ketiga. bagaimana anggota DPR yang ada di kedua kubu, Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat, menyelesaikan kasus ini. Akankah mereka mengedepankan kepentingan koalisi atau kepentingan nasional? Keempat, bagaimana hubungan kerja antara DPR dengan KPK dan PPATK. Apakah lembaga-lembaga ini dapat berkoordinasi dengan baik? Dan rasanya, masih banyak lagi pelajaran yang bisa dicermati dari kasus pemilihan Kapolri ini.

Salut untuk pak Jokowi, yang tidak ingin menjadi one man show, dan dengan cerdik mendelegasikan tugas yang dinilainya mampu untuk dikerjakan partner kerja dan bawahannya, dan sekaligus ingin mengetahui bagaimana persepsi, kinerja, integritas para penyelenggara negara ini. Semoga, pak Jokowi tidak berjalan sendiri, dan anggota DPR dapat menyikapi dan menyelesaikan soal ini dengan arif dan bijak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun