Mohon tunggu...
Purwo Ardandi
Purwo Ardandi Mohon Tunggu... Operator - Analis

Analis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Natuna dalam Tangan Kedaulatan Indonesia

31 Mei 2024   21:15 Diperbarui: 31 Mei 2024   22:25 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada 30 Desember 2019 terjadi sebuah insiden yang menguji kedaulatan Indonesia di Natuna yang melibatkan Penjaga Pantai Tiongkok dan TNI AL. Peristiwa ini terjadi dari masuknya armada kapal nelayan Tiongkok ke Zona Ekonomi Ekslusif(ZEE) Indonesia dengan kawalan kapal China Coast Guard CCG-4301 yang diduga akan melakukan aktifitas penangkapan Ikan di wilayah ZEE Indonesia. 

Pada saat itu Kapal Koarmada 1, KRI Tjiptadi sedang melaksanakan patroli rutin berhasil mencegat dan menghentikan aksi agresif yang dilakukan Tiongkok. Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi juga meneguhkan Natuna sebagai bagian dari wilayah teritorial Indonesia.

Aksi ini merupakan buntut dari kebijakan Nine Dash Line di Laut China Selatan(LCS) milik Tiongkok yang kontroversial. Kebijakan ini didasari oleh klaim historis dan kultural Tiongkok yang menandakan wilayah LCS menjadi hak Tiongkok sejak abad ke-12 didukung dengan keberadaan jurnal pelayaran dari jaman Dinasty Ming dan Qing, berita lokal, dan Peta Selden pada masanya. 

Namun klaim tersebut tidak berdasar kuat maupun jelas karena dalam buktinya tidak menunjukkan posisi yang dapat diukur dan bersifat pasti. Klaim ini juga tidak diakui sebagaimana hasil dari International Arbitration Ruling dan United Nations Convention on the Law of the Sea(UNCLOS) pada Juli 2016. Namun demikian hal ini tidak menghalangi Beijing untuk terus mendorong kebijakan intrusif yang sangat membahayakan kedaulatan Indonesia, kestabilan Asia dan perdagangan dunia.

Pendirian Indonesia terhadap Natuna sudah jelas dan memiliki Sejarah yang Panjang. Melalui perjanjian Delimitation of Continental Shelves pada 27 Oktober 1969 antara Indonesia dan Malaysia jelas menunjukkan dasar hukum melalui penentuan geografis terhadap wilayah Natuna memang benar dan disetujui dibawah UNCLOS milik Indonesia dan segala hak dan kewajiban wilayah jatuh ke genggaman Indonesia. Ditambah lagi keberadaan penduduk asli dan berlangsungnya kegiatan ekonomi, sosial, dan politik sejak 1945 hingga saat ini di wilayah Natuna menambah kuat posisi Indonesia terhadap topik ini.

Klaim Nine Dash Line Tiongkok yang bertumpang tindih dengan wilayah teritorial Indonesia tidak memiliki dasar yang jelas dan sudah diputuskan tidak dapat dilanjutkan. Pemerintah Indonesia juga tidak pernah mengklaim wilayah LCS sebagai bagiannya. Indonesia selalu berperan sebagai penengah dalam konflik ini, sebagai salah satu pihak yang aktif mempromosikan pemecahan masalah melalui diskusi. 

Aksi yang dilakukan Beijing di Natuna cukup mengejutkan Jakarta dan memaksa untuk terlibat lebih jauh terlebih respon dari Beijing yang terkesan menghindari untuk melontarkan pernyataan yang jelas namun terkesan "ngumpet-ngumpet" saat ditanyai mengenai posisi mereka terhadap Natuna dan teritori Indonesia.

Dengan jumlah kekayaan alam dan potensi yang ditawarkan harusnya mendorong keinginan kita untuk mempertahankan Natuna karena wilayah ini memiliki potensi tinggi untuk mendorong ekonomi Indonesia. Dikutip dari CNBC Indonesia, kekayaan minyak di dalam Natuna saja dapat mencapai hingga 36 juta barrel dan sejauh ini baru 6.94% saja yang dapat dimanfaatkan. 

Selain itu banyaknya ikan yang menjadi mata pencaharian nelayan, keindahan alam tiada tara dapat membantu kesejahteraan semua. Hal-hal ini dapat Menaikan pendapatan GDP, membangun fasilitas, menumbuhkan kesempatan ekonomi, dan memperluas juga membuka lowongan pekerjaan baru. 

Hilangnya genggaman Indonesia terhadap Natuna dapat merugikan kita dan generasi mendatang Indonesia dan inilah hal terakhir yang kita inginkan apalagi saat kedaulatan kita sedang tertantang.

Untuk menjawab permasalahan ini perlunya serangkaian kegiatan untuk memastikan pijakan Indonesia tetap teguh di Natuna. Hal ini dapat terpenuhi melalui Koarmada 1 dengan mengerahkan kapal-kapal untuk melakukan patroli di wilayah gugus pulau terluar. TNI AU juga meningkatkan patroli pesawat rutin untuk membantu menjaga kestabilan di wilayah sebesar 28.200 km ini. 

Selain itu melibatkan wilayah-wilayah Natuna agar lebih terpapar di mata internasional melalui industri pariwisata yang memperkenalkan Natuna sebagai keindahan bagian dari Indonesia. Ditambah lagi Kerjasama ekonomi yang mengundang investor untuk memanfaatkan kekayaan alam yang ditawarkan Natuna khususnya di bidang Minyak dan Gas. 

Dengan arah dan penyusunan kebijakan yang tepat dapat membantu Natuna dikenal sebagai bagian dari kedaulatan Indonesia. Disaat yang sama memanfaatkan potensi yang ada tanpa merusak lingkungan, merugikan warga lokal, menjaga generasi masa depan, dan menjaga kedaulatan Indonesia tetap utuh.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun