Mohon tunggu...
PURWATMA PURWATMA
PURWATMA PURWATMA Mohon Tunggu... -

mensyukuri anugrah Tuhan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Bersyukur

21 Juli 2014   00:04 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:46 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

George Bernard Shaw, filsuf Inggris bertanya kepada seorang yang tampaknya sedang mencari sesuatu yang hilang di bawah jalan yang terang benderang, “apa yang sedang kau cari ?”.

Jawab pemuda itu 'mencari kunci rumah saya yang hilang, pak'. Dengan penuh keheranan dilanjutkan pertanyaannya, 'mengapa tidak kamu cari di rumahmu, dimana kuncinya hilang?'. Dengan terus mencari, pemuda itu menjawab : 'di rumah saya gelap pak. Di sini terang benderang'.

Dialog di atas digambarkan oleh Bernard Shaw sebagai perlambang tentang keadaan para pemuda di dalam jaman teknologi maju. Di mana kebanyakan orang sangat mengandalkan kemajuan teknologi itu sebagai sumber kebahagiaan hidup. Keterangbenderangan lampu adalah terang benderangnya kemajuan penemuan mutakhir.

Memang tidak dapat disangkal, bahwa penemuan teknologi mutakhir alat-alat elektronika memang benar-benar menyenangkan. Dan tidak jarang memancing para peminat untuk memilikinya. Sedang kebutuhan hidup sendiri karena tantangan penemuan itu, menjadi berkembang dan bertambah.

Namun penemuan-penemuan itu tidak dapat diandalkan sebagai sumber kebahagiaan. Karena kepuasan jasmaniah tidak mempunyai batas yang jelas, kapan dapat benar-benar terpeenuhi secara lengkap. Karena kebutuhan juga berkembang, maka perkembangan pemenuhan kebutuhan pun sulit dikejar dan untuk kepuasannya sulit dicapai. Kebahagian teknologi mutakhir hanya bersifat sementara, dn jasmaniah saja. Kepuasan titik jasmani sulit dicapai titik puas, karena wadag manusia yang tidak langgeng. Ini diibaratkan kehausan dengan minum air laut, bukan semakin hilang dahaga, tetapi makin bertambah dahaganya.

Bernard Shaw menganjurkan pemuda tadi pulang ke rumah dulu untuk mencarinya. Rumah adalah tempat di mana orang kembali dari pergi jauh, atau tempat tinggal yang dikenalnya, atau tempat pulang ke mana pun perginya. Dan ternyata rumah pemuda ini gelap, sehingga pemuda itu tidak 'kerasan' untuk mencarinya. Rumah inilah yang seharusnya diterangi dulu. Ini perlambang bahwa hanya dengan kesadaran dalam hati bahwa manusia ini dikuasai oleh takdir Tuhan, atau kesadaran adanya kekuataan di luar diri manusia sendiri dari yang maha pencipta. Ini mutlak, bila kegelapan itu sulit ditembus. Bila kesadaran itu telah mendalam, perkembangan lebih lanjut akan terasakan ada rasa kasih sayang Tuhan yang merasuk ke dalam hati. Bila ini tertanam, maka ketentraman hidup telah mulai dirasakan. Nantinya akan makin peka terhadap cinta dan kasih sayang Tuhan kepada hambaNya, sehingga maka terasa : bahwa Tuhan menciptakan manusia dan segenap kelebihan untuk membuat sesuatu itu memang tidak sia-sia, dan dapat dirasakan juga secara batiniah.

Kesadaran yang makin mendalam ini akan menumbuhkan 'rasa berterima kasih' atau bersyukur kepada Tuhan, atas segala yang telah dilimpahkan kepada manusia. Kenikmatan menggunakan teknologi lutakhir ini, akan diletakkan kepada proporsi bahwa ini semua adalah karena sifat kasih sayang Tuhan kepada umatnya. Segalanya dan perkembangan-perkembangan mutakhir ini akan diterima sebagai kebahagiaan hakiki, tidak gersang.

Namun membina sikft bersyukur ini tidak mudah. Seberapa banyak orang melaksanakan sembahyang lima waktu dan tahu rukun iman, tetapi bila menghadapi kenyataan, belum menggambarkan jiwa bersyukur. Untuk itulah ada tuntunan agar orang bersyukur, menurut tuntunan nabi. Justru doa yang sering dilupakan orang, karena dia ini kurang bernilai komersil, yaitu doa : “Wahai Tuhan kami, jadikanlah hambamu ini, sebagai orang yang pandai bersyukur”. Bila ini menjadi doa yang selalu diucapkan dalam diri seseorang, maka hasilnya adalah rasa kebahagiaan. Betapa tidak, karena orang ini akan melihat segalanya, dari kacamata yang terang benderang dan penuh anugrah. Dalam hati yang penuh rasa bersyukur., ketentraman hidup telah di tangan. Ia tidak teromban-ambing oleh angin bertiup, atau oleh kesadaran sekelilingnya.

Terang benderangnya hati orang bersyukur kepada Tuhan, akan berbinar ke sekelilingnya. Dan tidak ayal sangat menarik bagi orang yang dapat merasakan getaran rasa syukur itu.

Hakikat Idul Fitri adalah memupuk rasa syukur, karena telah dapat melaksanakan kewajiban dengan ikhlas dan baik. Bagi orang yang bersyukur, kewajiban puasa tidaklah dipandang dengan kacamata siksa atau penderitaan. Justru sebaliknya, datangnya Ramadhan disambur sebagai bula penuh ampunan Tuhan. Apalagi setelah kewajiban dilaksanakan, dunia ini terang benderang berbinar dan dada bernapas lega. Tak ada himpitan, tak ada rasa penderitaan sedikit pun. Selamat idul fitri semoga digolongkan sebagai orang-orang yang kembali dalam keadaan suci, amin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun