Bandung adalah salah satu kota di Indonesia yang memiliki banyak ruang publik. Ruang publik yang dibangun di kota tersebut secara fisik tidak hanya memanfaatkan bagian alami dari lingkungannya, tetapi juga terdapat beberapa obyek sintetis yang dipadupadankan sehingga bernilai fungsional. Saya rasa menciptakan ruang publik tidaklah sulit. Ruang publik hanya membutuhkan lahan kosong yang diolah menjadi suatu tempat yang nyaman, seperti tersedianya tempat duduk, tempat berteduh, dan tempat sampah. Bagi sebagian orang, ruang publik dimaknai tidak hanya berdasarkan perwujudan fisik atau fungsi, tetapi bagaimana peranan ruang tersebut terhadap sisi emosional mereka.
Sebut saja Taman Vanda. Taman ini terletak di Jalan Merdeka, seberang Balai Kota Bandung. Walaupun taman ini tidak terlalu besar dan luas, tetapi di sana terdapat pelataran yang dapat dimanfaatkan pengunjung untuk duduk dan bersantai. Taman Vanda memiliki tema water decoration, yaitu berupa air mancur dan dancing water. Air mancur dancing water dinyalakan sore hari karena dilengkapi dengan lampu warna-warni yang akan lebih indah jika dilihat ketika sore atau menjelang malam. Sepengetahuan saya, dulu tempat ini adalah taman biasa di tengah kota, tetapi setelah direvitalisasi, taman ini bertambah nilainya menjadi ruang publik yang nyaman diakses oleh siapapun.
Hingga pada suatu sore yang cerah, saya mengunjungi taman tersebut. Banyak pengunjung yang rata-rata keluarga kecil menghabiskan waktu sorenya di taman ini. Para orang tua membiarkan anak-anak bermain di sekitar air mancur. Anak-anak bermain air, berlari, dan tertawa. Selain itu, komunikasi yang kaya terjalin antara orang tua dan anak. Di satu sudut saya mendengar sedikit percakapan ayah dan anak. Ayah bercerita tentang apa itu air mancur, menunjukkannya, dan memberanikan anaknya untuk mendekat lalu menyentuh airnya. Pada awalnya anak tidak percaya diri, tetapi setelah diyakinkan oleh sang Ayah, si anak menjadi lebih berani. Mereka merekam momen kebersamaan dengan mengambil beberapa foto. Menurut pandangan saya, momen tersebut secara tidak langsung akan memperkuat ikatan emosi antara orang tua dan anak. Menciptakan ikatan emosi yang kuat adalah salah satu tugas pengasuhan orang tua yang tidak dapat digantikan oleh siapa pun. Ciptakan momennya! Ruang publik adalah sarana memperkuat ikatan tersebut.
Lebih jauh lagi, ruang publik adalah tempat berkomunikasi antarmanusia. Mulai dari tua, muda, kaya, miskin, sehat, sampai dengan penyandang disabilitas. Siapa bilang ruang publik tidak dapat dinikmati oleh penyandang disabilitas? Tentu saja bisa! Komunitas adalah salah satu penggeraknya. Saya pernah mendengar kegiatan berjudul Bioskop Harewos (berbisik) yang para pengunjungnya adalah penyandang tunanetra. Mereka diundang untuk menonton film di ruang publik Taman Film Kota Bandung ditemani sukarelawan. Ketika para penyandang tunanetra tidak mengerti dengan jalannya film, mereka dapat bertanya kepada para sukarelawan. Keharuan akan muncul di tengah jalannya film, bagaimana sukarelawan memahami para tunanetra dan menjelaskan jalannya film dengan sabar kepada mereka. Komunikasi telah terbentuk dan ikatan emosional antara sukarelawan dan penyandang tunanetra pun tercipta. Di saat sikap individualisme yang tengah berkembang akhir-akhir ini, ruang publik di suatu perumahan akan mampu menjaga komunikasi antarwarga. Sehingga ikatan emosional atau batin antarwarga tercipta dan tumbuhlah sikap saling tolong menolong serta toleransi. Ciptakan momennya! Ruang publik adalah sarana memperkuat ikatan tersebut. Â
Ruang publik ibarat suatu lagu. Banyak orang memiliki lagu favorit karena lagu tersebut berasosiasi dengan suatu kejadian emosional di dalam hidupnya. Lalu ruang publik? Ketika anak melintasi taman yang sama beberapa tahun ke depan, dia akan mengingat masa-masa bahagia dengan orang tuanya dan itu adalah penguat baginya untuk menghadapi masa-masa sulit semasa hidup.
Ruang publik adalah habitat yang harus dirawat sepanjang waktu oleh setiap orang. Dimulai dari individu, keluarga, komunitas setempat, hingga orang asing/ wisatawan yang hanya sesekali datang untuk bersantai. Keberlanjutan ruang publik yang telah tertata adalah tanggung jawab kita semua. Habitat yang memiliki fisik bagus dan dilengkapi dengan sarana fungsional tidak akan berperan secara maksimal jika tidak ada pengelolanya, yaitu manusia itu sendiri.
Pada akhirnya ruang publik dapat dibagun oleh siapa pun asalkan peduli dengan lingkungannya. Lahan ruang publik tidak perlu sebesar pusat perbelanjaan, sebagai contoh lagi, siapa sangka kolong jembatan layang dapat disulap menjadi ruang publik yang nyaman seperti Taman Film di Kota Bandung? Apabila lahan terbatas, perbanyaklah ruang publik yang berkualitas di tempat strategis meskipun berukuran mini. Pribadi yang kuat dan cerdas berasal dari pribadi yang seimbang dan ruang publik adalah proyek menuju keseimbangan lahir dan batin.
[caption caption="Suasana Taman Vanda Bandung di sore hari"][/caption]
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H