Oleh   : Purwanto Yakub
Privilese yang sedang marak jadi perbincangan, merupakan hak istimewa yang dimiliki seseorang karena terlahir dari Bangsawan, orang kaya, orang sukses, sehingga anak tinggal menikmati dari segala fasilitas yang ada.(Kompasiana).
Namaun demikian ada kalanya kejadian bisa sebaliknya.Â
kondisi serba ada dan sangat terhormat bisa mendidik anak menjadi sangat baik atau sangat tidak baik. Mereka yang berada di lingkungan yang sangat mapan, maka apapun keiinginan bisa terkabul tanpa mengalami kendala apapun. Sebaliknya bagi mereka yang kurang mampu ingin makan enak saja haru banting tulang peras keringat.
Sebagai seorang yang terlahir dikeluarga yang susah, penulis mencoba memosisikan diri sebagai anak yang memiliki Privilese yang berbanding terbalik dengan definisi privilese yang sesungguhnya.
Masa kecil yang berada di lingkungan minus, ternyata juga meiliki privilese yang tidak dimiliki oleh anak seusianya. Misalnya anak yang lain begitu bebas bermain, saya tidak bisa karena harus membantu orang tua mengais padi di sawah (ngasak dalam bahasa Jawa). yang lain bisa tidur nyenyak dirumah bersama orang tua kita tidak bisa karena dirumah tidak ada tempat tidur.
Salah satu jalan untuk tetap bertahan hidup dan bisa tidur nyanyak, yaitu dengan tidur di Langgar tua yang berada di pinggir kampung.
Pendidikan diperoleh dari tempat ini. Belajar agama sejak belum sekolah  hingga umur 15 tahun, tempat inilah yang menempa dan membentuk karakter.Â
Langgar Tua mendidik untuk kuat, lahir bathin. Tanpa didikan  orang tua. orang tua bukan tidak mendidik akan tetapi hampir tidak memiliki waktu untuk itu. Jangankan mengajak main, atau sekadar berkumpul dirumah tidak pernah dilakukan. Bukan tidak mau, tetapi yang paling penting adalah mencari sesuatu untuk dimakan esok hari itu lebih penting.
Kondisi inilah yang membuat kami anak anaknya sangat mandiri dan tahan banting hingga kini.Â