lihat raut wajah mereka, yang sudah keriput, rambutnya pun sudah tidak hitam lagi. Usianya memang sudah tidak muda lagi, tapi kalo ditanya apa yang sudah mereka lakukan, jawabnya banyak, mulai dari A sampai Z. Tapi kalo ditanya apa yang sudah mereka dapatkan, jangan Tanya itu, karena perjuanganku tanpa pamrih, tanpa mengharap imbalan dari siapapun.
Walaupun demikian sebagai bangsa yang sudah merdeka, harusnya bisa kita tarik ke belakang, atas jasa siapa kita bisa merdeka, ya opa- opa inilah, tanpa mereka mungkin kita masih harus tunduk pada pemerintahan asing, tidak bisa berdaulat sendiri.
Jasa opa- opa ini begitu besar, tapi apa yang mereka dapatkan dari Negara yang mereka perjuangkan abis-abisan, mulai harta benda, harta, bahkan nyawapun rela mereka korbankan. “nothing”, alias tidak ada, rumah saja kadang mereka tidak punya [kena gusur sama oknum2 yang mengatas namakan keadilan], hidup dalam kesederhanaan, bahkan cenderung seadanya. Mereka baru akan diingat ketika tanggal menunjukkan angka 17 di bulan agustus. Karena di tanggal inilah, katanya bangsa kita “mempromosikan” diri menjadi bangsa yang merdeka tahun ’45 lalu [sudah 66 tahun, red.2011].
Tapi yang namanya pejuang, selamanya akan jadi pejuang, tidak ada penyesalan di raut wajah opa-opaku ini, tidak ada rasa “nelongso” karena tidak diperhatikan. Yang ada adalah rasa bangga telah bisa berbuat hal besar bagi Negara INDONESIA, bisa menjadi bagian dari sejarah perjuangan bangsa.
“bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawan”
Kalo kita belum menghargai pahlawan, jangan harap kita akan menjadi bangsa yang besar, tetap terpuruk.
Apakah kita butuh di jajah lagi supaya kita ingat akan arti perjuangan ?
po3r (17-8-"11)
[endonesa merdeka]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H