Mohon tunggu...
Purwanti Sumayyach
Purwanti Sumayyach Mohon Tunggu... -

Bahkan saya masih perlu belajar dari orang lain...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Karena Itulah Aku Mencintaimu...

30 Agustus 2010   09:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:35 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Malam itu, usai menidurkan anak-anak, seorang istri duduk termenung di meja rias. Dia memandangi wajahnya di cermin. Matanya tampak jeli memperhatikan setiap sisi kulit wajahnya. Ia tarik beberapa kerut yang timbul di bagian kanan dan kiri matanya, setelah itu ia tersenyum. Lalu ia tarik lagi kulit yang agak mengendur di bagian pipi dan lipatan senyum, lantas ia kembali tersenyum. Sebenarnya, dalam hati ia merasakan kegundahan yang amat dalam. Sudah beberapa hari ini, ia merasa bahwa dirinya tidak semenarik dulu. Kulit-kulit yang mulai keriput, sampai tubuh yang makin naik hitungannya hingga berpuluh kilogram. Meskipun selama hampir 15 tahun pernikahan, suaminya tidak pernah komplain tentang penampilan fisiknya.

Dalam diam dia memandangi botol-botol kosmetik yang berjajar di depannya. Ada krim anti penuaan, ada krim malam, pelembab, krim pemutih wajah, sampai krim penghilang flek hitam dan kerut di wajah. "Seandainya ada krim pencegah tua," ujarnya dalam hati.

Dulu sebelum menikah, tubuhnya begitu langsing. Setelah memiliki tiga anak, hampir tidak ada lagi bentuk tubuh yang indah seperti yang ia miliki sewaktu masih gadis dulu. Ia menyesali jalannya waktu yang begitu cepat bergulir. Lantas ia menatap lagi dirinya di cermin, sambil menangis "masihkah kau mencintaiku?" ucapnya lirih dengan air mata berlinang.

Suaminya yang kala itu baru pulang dari kantor, mendengar suara istrinya dari dalam kamar. Pintu kamar masih dalam keadaan terbuka. Dia melihat istrinya menutupi wajahnya dengan tangan. Melihat hal ini, suaminya bertanya,

"ada apa?"
Istrinya menggeleng sambil menyeka air mata dan terduduk di atas kasur.
"katakan saja," pinta suaminya yang juga ikut duduk bersamanya.
Sang istri menatap suaminya lekat-lekat sambil menahan tangis...
"suamiku, kulitku mulai mengendur. Tanda-tanda penuaan sudah ada pada wajahku. Krim-krim anti penuaan sudah tidak lagi mampu menahan kendurnya kulit wajahku.Masihkan kau sayang padaku?" tanya sang istri...
Suaminya terdiam, bingung. Tak lama istrinya bertanya lagi.
"Suamiku, tubuhku bertambah gemuk. Aku tak lagi semenarik dulu di matamu. Masihkah kau cinta padaku?" ujar istrinya

Keduanya terdiam. Sang istri hanya menunduk. Sebenarnya menanti sebuah jawaban, namun ia khawatir tak sanggup mendengar jawaban suaminya apabila dijawab dengan kata "tidak".

"Lihat aku," pinta sang suami. Istrinya pun memandangnya, meskipun matanya sembab karena sering menangis sejak beberapa hari belakangan. Lantas suami berkata, "kamu harus bangun pagi untuk menyiapkan aku dan anak-anak sarapan, membuatkan kopi atau teh hangat saat sarapan, membangunkan dan memandikan anak-anak untuk berangkat sekolah, mengajari mereka mengaji, mengajari mereka bagaimana bersopan santun, mengajari mereka bagaimana cara menghormati orang tua, dan yang lebih penting kamu mengajari mereka bagaimana cara mengenal Allah," ucap sang suami yang juga berkaca-kaca.

Tak lama kemudian, sang suami melanjutkan kata-katanya...
"Aku mencintaimu karena agama yang ada dalam dirimu. Jika hilang agamamu, maka hilang juga cintaku padamu..." ujar suaminya sambil menyeka air mata yang mulai menetes di pipi istri tercintanya ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun