Oleh. Muhammad Eko Purwanto
Perjalanan kehidupan manusia, pada masa bayi dan balita memegang peranan krusial dalam pembentukan jati diri dan kesehatan mental seorang anak. Membangun dasar kepercayaan sejak dini melalui interaksi yang baik dan benar, adalah investasi jangka panjang bagi kesejahteraan emosional anak. Dengan komunikasi yang tepat, orang tua dapat menanamkan benih kepercayaan yang kuat, yang nantinya akan menjadi fondasi kokoh bagi kehidupan anak di masa depan. "Apa yang kita tanamkan kepada anak-anak kita adalah apa yang akan kita tuai di masa yang akan datang," kata Erik Erikson, seorang psikolog yang dikenal dengan teori tahap perkembangan psikososial.
Islam mengajarkan pentingnya kasih sayang dan komunikasi yang baik dengan anak telah banyak ditekankan. Rasulullah SAW adalah teladan yang sempurna dalam menyantuni dan berkomunikasi dengan anak-anak. Beliau senantiasa menunjukkan cinta dan kasih sayang, serta mengajak berbicara anak-anak dengan penuh kelembutan. Hal ini bersinergi dengan teori-teori psikologi modern yang menekankan pentingnya sentuhan, perhatian, dan komunikasi efektif dalam tumbuh kembang anak.
Dalam teori psikologi, John Bowlby dengan teori attachment-nya menyatakan bahwa hubungan emosional yang kuat antara anak dan orang tua sangat penting bagi perkembangan mental yang sehat. Saat orang tua memberi respons dengan konsisten dan penuh kehangatan, anak akan merasa aman dan percaya diri. Hal ini dapat diwujudkan dengan meluangkan waktu untuk bermain, berbicara, dan tertawa bersama anak. Dalam konteks komunikasi, ini adalah bentuk pesan nonverbal yang paling kuat dan mudah diserap oleh anak.
Komunikasi dengan bayi dan balita sering kali terabaikan karena anggapan bahwa mereka belum dapat memahami apa yang kita ucapkan. Namun, para ahli komunikasi menegaskan, bahwa komunikasi tidak hanya sebatas kata-kata, melainkan juga intonasi suara, kontak mata, dan ekspresi wajah. Bahkan, menurut Albert Mehrabian, 93% dari komunikasi kita adalah nonverbal. Sejak dini, bayi dan balita belajar mengenali kenyamanan dan keamanan dari cara kita berinteraksi dengan mereka.
Psikolog terkenal, Lev Vygotsky berpendapat bahwa perkembangan kognitif anak sangat dipengaruhi oleh interaksi sosial. Oleh karena itu, berkomunikasi dengan anak, walaupun mereka belum dapat membalas dengan kata-kata, tetap memberi dampak positif bagi perkembangan otak mereka. Pemahaman ini selaras dengan ajaran Islam yang menganjurkan untuk menyemai kebaikan dan berbagai pelajaran baik sedini mungkin.
Dalam Islam, terdapat konsep bicara yang baik atau diam sebagai landasan komunikasi. Dengan memilih kata-kata yang baik, orang tua dapat menciptakan suasana positif saat berinteraksi dengan anak. Ini tidak hanya berlaku untuk kata-kata yang kita tujukan secara langsung kepada anak, tetapi juga dialog yang kita lakukan di sekitarnya. Anak adalah peniru ulung, dan pola komunikasi yang mereka saksikan akan menjadi dasar untuk cara mereka berkomunikasi di masa depan.
Salah satu cara efektif membangun komunikasi yang baik dengan bayi dan balita adalah dengan mengenal dan merespons kebutuhan mereka. Konsep ini diambil dari teori behaviorisme yang diperkenalkan oleh B.F. Skinner, di mana respons positif dari orang tua terhadap perilaku anak dapat memperkuat perilaku baik tersebut. Ketika anak merasa diakui dan dipahami, ini akan meningkatkan rasa percaya diri dan rasa amannya.
Peran sentuhan dalam berkomunikasi dengan bayi dan balita juga tidak dapat diabaikan. Melalui sentuhan lembut, seperti memeluk, menggendong, atau sekadar menyentuh lembut, orang tua dapat menyampaikan rasa kasih sayang dan perlindungan yang tidak tergantikan. Sentuhan penuh cinta ini dijelaskan dalam penelitian Harry Harlow tentang pentingnya kontak fisik dalam membentuk kelekatan emosional.