Mohon tunggu...
Muhammad Eko Purwanto
Muhammad Eko Purwanto Mohon Tunggu... Dosen - ALUMNI S3 UNINUS Bandung

Kuberanikan diri mengubah arah pikiran dan laku. Menyadarinya tanpa belenggu, dan identitas diri. Memulai hidup, merajut hidup yang baru. Bersama Maha Mendidik, temukan diri dalam kesejatian. Saatnya berdamai dengan kesederhanaan. Mensahabati kebahagiaan yang membebaskan. Cinta, kebaikan, dan hidup yang bermakna, tanpa kemelekatan yang mengikat. Hidup berlimpah dalam syafaat ilmu. Mendidikku keluar dari kehampaan. Hidup dengan yang Maha Segalanya, Menjadi awal dan akhirnya dari kemulyaan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Membuka Tabir Filosofis di Balik Vibrasi Keinginan dan Respon Alam Semesta!?

21 Agustus 2024   14:24 Diperbarui: 21 Agustus 2024   14:27 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh. Muhammad Eko Purwanto

Manusia sepanjang sejarahnya selalu bertanya tentang makna keberadaan dan hubungan dirinya dengan alam semesta. Pertanyaan perenial ini melintasi batas waktu dan budaya, menyingkap tirai yang menutupi relasi yang mendalam antara keinginan manusia dan cara alam menjawabnya. Teori-teori modern seperti, Law of Attraction (LOA) memberikan perspektif baru, memadukan kebijaksanaan kuno dengan penemuan ilmiah terbaru. LOA, yang mirip dengan "karma" dalam doktrin timur, mengusulkan bahwa kita menarik apa yang kita yakini dan pikirkan. Namun, di balik konsep ini, tersembunyi prinsip-prinsip filosofis yang sudah ada sejak zaman para filsuf besar.

Bersandarkan pada pemahaman filosofi, kita dapat mengutip Plato yang berkata, "Apa yang kita lihat adalah bayangan dari realitas yang lebih tinggi." Pandangan ini menyingkap bahwa realitas di balik keinginan sejatinya ada di tataran yang lebih abstrak dan esoteris. LOA mengajak kita untuk memercayai bahwa pikiran dan getaran emosi kita dapat mempengaruhi alam semesta yang material. Mengingat konsep ini, seolah Plato berbisik kepada kita bahwa ide atau vibrasi non-materi yang kita hasilkan, sesungguhnya adalah refleksi dari realitas sejati yang ingin kita wujudkan.

Ketika kita menyingkap lebih dalam, Friedrich Nietzsche menawarkan pandangan penting lainnya. Nietzsche, dengan gagasan "Amor Fati" atau "Cintai Takdirmu", mendorong kita untuk menerima dan mencintai semua yang terjadi dalam hidup kita, tanpa pengecualian. Ini memiliki korelasi erat dengan LOA, di mana keikhlasan dan penerimaan memainkan peran penting. Saat kita melepaskan keinginan dengan ikhlas, seperti yang disarankan Nietzsche, kita sebenarnya sedang menyetel vibrasi kita pada frekuensi yang memungkinkan alam semesta untuk merespons olumener.

Namun, LOA bukanlah ide yang sekadar romantis atau magis. Albert Einstein pernah berkata, "Imagination is more important than knowledge." Dalam kajian ini, imajinasi bertindak sebagai katalisator yang mengubah getaran keinginan menjadi kenyataan. Pikiran dan imajinasi yang penuh gairah dapat menjadi magnet yang menarik elemen-elemen di semesta sesuai dengan frekuensinya. Penyatuan imajinasi dan keyakinan menjadi landasan yang memantapkan teori LOA dalam kehidupan nyata.

Filosofi Timur menambah kekayaan wacana ini. Laozi, seorang filsuf Tiongkok, dalam Tao Te Ching menuturkan, "A journey of a thousand miles begins with a single step." Setiap manifestasi dari keinginan membutuhkan langkah awal---getaran niat yang tulus. Ketika keinginan kita dilengkapi dengan usaha nyata, semesta mulai merespons. Ini selaras dengan pemikiran LOA bahwa usaha keras dan konsistensi membentuk medan energi yang lebih kuat.

Perjalanan melalui pemikiran para filsuf mengajak kita untuk memahami konsep "Self-Fulfilling Prophecy" atau "Ramalan yang Terjadi Sendiri." Definisi dari Robert K. Merton ini memberi kita peringatan bahwa keyakinan dan prediksi kita dapat mempengaruhi perilaku kita dan menjadikan apa yang kita percayai benar-benar terjadi. Dalam konteks LOA, ini berarti bahwa keyakinan kita adalah benih yang akan tumbuh menjadi pohon kenyataan.

Sebuah diskusi filsafat tidak lengkap tanpa mengunjungi pemikiran Immanuel Kant. Kant memperkenalkan konsep "Noumenon" yang mengacu pada realitas mendasar yang tidak dapat diakses oleh pancaindra kita. LOA mendalilkan bahwa dengan mengolah pikiran dan perasaan kita, kita dapat berinteraksi dengan realitas lebih dalam ini dan mengarahkan hasil di dunia fenomena, atau yang bisa kita alami secara fisik.

Segala sesuatu di alam semesta ini bergetar pada frekuensi tertentu, mirip dengan ufuk pemikiran Arthur Schopenhauer yang mengatakan, "The will to live is the ultimate force in the universe." Kehendak atau keinginan kita adalah dorongan vital yang beresonansi dengan frekuensi semesta, menciptakan tarikan magnetis antara apa yang kita inginkan dan manifestasinya. Dalam LOA, kita diajak untuk memahami dan mengendalikan frekuensi ini melalui perasaan positif dan visualisasi yang intens.

Ketika studi LOA diterapkan dalam psikologi modern, ditemukan bahwa visualisasi dan afirmasi positif memiliki dampak yang nyata pada otak kita, mengaktifkan jalur neuroplastisitas yang membantu mewujudkan perubahan yang diinginkan. Dari sudut pandang filosofi, ini bersesuaian dengan pandangan Auguste Comte yang menganggap bahwa ilmu pengetahuan harus memahami fenomena melalui observasi dan eksperimen---LOA adalah eksperimen pikiran yang menghasilkan perubahan fisik nyata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun