Mohon tunggu...
Wira D. Purwalodra (Third)
Wira D. Purwalodra (Third) Mohon Tunggu... Guru - Terus menjadi pembelajar dan menjadikan rasa syukur sebagai gaya hidup.

Mimpi besarnya saya saat ini adalah menyelesaikan Studi-studi saya, kembali ke kampung halaman, memelihara ikan, bebek, berkebun, terus belajar, terus mengajar, sambil menulis buku.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dicari Sekolah, yang Menerima Murid Berprestasi

10 Juni 2009   06:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   20:05 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sekolah-sekolah lanjutan, baik swasta maupun negeri, yang menyandang gelar ‘standar internasional’, sekarang ini pantas sudah untuk berlega hati. Pasalnya, murid yang telah ditargetkan oleh sekolah, sudah terpenuhi dan menjadi asset untuk menjalankan mesin industri pendidikan di tahun pelajaran yang akan datang. Meskipun sebagian sekolah negeri, selain sekolah swasta, dengan arif menunggu pengumuman Ujian Nasional (UN) diumumkan terlebih dahulu, baru kemudian melakukan proses penerimaan murid baru.

Kebiasaan sekolah swasta, yang saat ini diikuti oleh sekolah negeri dalam melakukan penerimaan murid baru sebelum pengumuman UN, menjadi kegiatan yang mulai ngetren. Alasan klasik dibalik kegiatan ini adalah menjaring murid-murid unggul yang berprestasi. Namun, sangat ironis jika murid baru yang terlanjur sudah diterima di sekolah berstandar internasional itu, ternyata tidak lulus Ujian Nasional (UN), maka kalimat terakhir dalam edaran penerimaan murid baru dan yang menjadi argumen pamungkas sekolah, bahwa murid yang sudah diterima di sekolah negeri berstandar internasional, yang kemudian tidak lulus Ujian Nasional dianggap gugur. Gitu aja kok repot !.

Keadaan seperti ini tentu menjadi preseden yang tidak mendidik, sekaligus mengajari kebiasaan kepada masyarakat, untuk melakukan ’sesuatu (proses) yang lebih cepat lebih baik’. Dalam dunia pendidikan tidaklah demikian. Semua pihak memahami nilai-nilai dan tujuan pendidikan dalam membangun suatu bangsa, serta menjunjung tinggi kejujuran. Idealisme pendidikan harus tetap menjadi pegangan dalam rangka memproses anak-anak bangsa, sesuai dengan alam budayanya, menuju visi dan misi negara ini didirikan. Mereka tidak serta merta dapat diarahkan sekehendak udel kita sendiri, mereka adalah anak-anak kita, tapi bukan milik kita. Mereka adalah milik kehidupan sekarang dan kehidupan yang akan datang.

Kebiasaan dulu-duluan dalam merekrut murid baru sebelum UN maupun sebelum Pengumuman UN, dengan alasan apapun, sebenarnya bukan kharakter sekolah-sekolah negeri, apapun standar sekolah yang dimilikinya. Bagaimana ini bisa terjadi ?. Bagaimana peran Diknas setempat dalam mengkoordinasi sekolah-sekolah yang mengemban visi bangsa ini, sebagai usaha mencerdaskan kehidupan bangsa ?. Apakah sekolah yang berstandar internasional (SBI), statusnya lebih tinggi dari Diknas atau wakil rakyat di komisi pendidikan, sehingga bisa seenaknya melakukan perekrutan murid di luar waktu yang semestinya ?

Kita semua memahami, mengapa sekolah-sekolah swasta, jauh-jauh hari sebelum UN dilaksanakan sudah bekerja keras melaksanakan menerima murid baru, karena murid sebagai sumber dari kelangsungan hidup mereka. Wajar saja sekolah-sekolah swasta sejak Januari 2009 kemaren sudah mulai bergerak. Tapi, bagaimana juga sekolah-sekolah negeri ikut-ikutan, merekrut murid baru seperti halnya swasta ?. Alasannya lagi !, kok pemerintah tidak sepenuhnya menanggung biaya pendidikan berstandar internasional !, sehingga sekolah dibiarkan mencari sendiri dana sebanyak-banyaknya dari orang tua murid, sebelum UN diumumkan ?. Lalu, kenapa juga pake bikin sekolah berstandar internasional, kalau buntutnya, pemerintah lepas tangan dalam pembiayaannya ?

Karuan saja, saya yang terlalu bodoh dalam mempersepsikan kondisi semacam ini bertanya kepada salah satu komisi di DPRD setempat, yang membidangi persoalan pendidikan, apa jawaban mereka ?. Kami tidak tahu menahu permainan yang ada di Diknas, padahal persoalan penerimaan murid baru akan kita tetapkan dalam rapat komisi dengan kepala-kepala sekolah negeri, minggu depan. Mendengar jawaban para anggota DPRD ini, saya yang sudah terlanjur bodoh, tambah termarginalkan oleh persepsi saya sendiri.

Akhirnya, ketika masyarakat pendidikan kita tidak berdaya dengan keadaan seperti ini, dan sekolah yang berstandar internasional (SBI) menjadi tujuan setiap lembaga pendidikan, maka yang terjadi adalah bahwa dunia akademis kita akan menjadi institusi yang menyebarluaskan gaya hidup semata, yang tentu tidak ada batas-batas secara finansial. Boleh jadi, apabila suatu sekolah sudah berstandar internasional (SBI), masyarakat tidak akan segan-segan membayar mahal berapapun yang diminta sekolah. Kalau kondisi seperti ini terjadi, maka semua visi dan misi sekolah akan selalu tertuju kepada terwujudnya sekolah yang berstandar internasional, bukan lagi berorientasi kepada murid yang berkualitas. Ujung-ujungnya saya akan semakin sulit untuk mencari sekolah yang menerima murid berprestasi, kalau mencari sekolah yang menerima sumbangan mahal, banyak ?. Kasiaaaan dech !!!

Bekasi, 9 Juni 2009.

Oleh Purwalodra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun