Larangan presiden untuk tidak mudik ternyata sangat efektif implementasinya di tingkat lapangan. Pihak kepolisian, perhubungan, pemda, serta K/L lain terkait secara langsung mengoperasionlkan perintah presiden tersebut. Tanpa perlu ada regulasi khusus, tanpa banyak polemik dan gaduh di berbagai forum diskusi di media.Â
Sebenarnya, tindakan yang diambil pemerintah dengan mengatasnamakan momen "MUDIK" sudah mengarah pada karantina wilayah atau masyarakat umum lebih mengenalnya dengan istilah "lockdown". Â Mengapa karena semua orang tidak bisa secara bebas untuk bisa keluar dan masuk ke suatu wilayah tertentu, terutama dari zona merah ke non zona merah. Mulai tadi malam, semua daerah terutama Jawa, khususnya di sekitar Jabotabek langsung tertutup bagi pihak manapun untuk masuk dan keluar. Bahkan pemerintah berani untuk meniadakan penerbangan domestic dan international. Luar biasa.
Tindakan tegas dan berani seperti ini yang diharapkan oleh para ahli dan pengamat, terutama di bidang Kesehatan masyarakat. Pemerintah harus segera melakukan pembatasan pergerakan manusia secara luas antar wilayah dalam rangka mengurangi upaya penularan covid19. Walaupun mungkin terkesan telat, tetapi upaya ini patut mendapat ancungan jempol. Pemerintah rupanya bukan menganut upaya mahzab prevention, tetapi lebih ke arah curative. Dengan demikian, para pengambil kebijakan mulai bergerak lebih agresif ketika api telah mulai membesar. Ini pula yang terlihat pada setiap kebijakan yang dipilih pemerintah saat mulai pandemi ini menimpa Indonesia, sehingga terkesan lambat.
Pemerintah sepertinya menerapkan kebijakan secara bertahap. Pemerintah menghindari pengeluaran beban biaya dan dampak ekonomi yang terlalu besar. Secara realitas, jika melihat negara lain pasti besar biaya akibat covid ini. Pemerintah beralasan keuangan yang dimiliki terbatas atau bisa dikatakan "tidak mau mengeluarkan uang lebih banyak" bagi rakyatnya bila memilih dan menggunakan kebijakan karantina wilayah.Â
Presiden sempat memberikan ilustrasi, dibutuhkan Rp.500 miliar per hari untuk menanngung hanya Jakarta ketika wawancara dengan Nazwa Shihab. Akhirnya pilihan yang diambil pemerintah cukup cerdik. Lebih memilih kebijakan PSBB tetapi arahnya ke karantina wilayah. Cukup dengan perintah presiden, maka semua operasionalisasi kegiatan dilapangan bisa berjalan dengan menutup seluruh wilayah Indonesia termasuk penerbangan dalam dan luar negeri. Bahkan aturan tegas akan diterapkan dengan memberikan sangsi hukum berupa denda bagi mereka yang membandel.
Pada awalnya, banyak pihak bertanya-tanya apa makna penerapan PSBB? Karena tidak ada bedanya dengan kegiatan sehari-hari, kecuali adanya petugas gabungan yang melakukan pengecekan orang pada titik-titik keluar dan masuknya jalan ke suatu daerah. Jadi relatif tidak ada beda menerapkan PSBB dan tidak, karena aktifitas masyarakat masih berjalan seperti biasa bahkan semakin banyak yang keluar rumah. Gubernur DKI yang cukup berani dengan melarang perkantoran yang masih tetap buka, dengan mengancam untuk mencabut ijin usahanya.
Selang dua minggu setelah penerapan PSBB di DKI Jakarta, kita dikejutkan dengan pernyataan presiden untuk melarang mudik dua hari yang lalu. Perintah presiden ini sangat efektif implementasinya di tingkat lapangan, lebih efektif dibandingkan PSBB. Semua orang tidak bisa keluar dan masuk ke dan atau dari daerahnya, terutama yang berada di zona Merah. Bahkan bagi mereka yang ngotot untuk keluar, maka akan diminta untuk memutar balik untuk kembali pulang.
Bila merujuk dari pernyataan pemerintah memang sepertinya ini arah yang akan diambil, namun narasinya tidak dibuat jelas oleh pemerintah pusat. Ini yang membuat geram pemerintah daerah, karena pemerintah daerah yang merasa agresif dilapangan, tetapi mengeluh dan merasa terbelenggu oleh regulasi yang dibuat pemerintah pusat. Sebab semua komando harus melalui pemerintah pusat, terutama terkait pembatasan wilayah dan PSBB.Â
Rupanya pemerintah pusat menginginkan pemerintah daerah untuk mempersiapkan diri sebaik-baiknya ketika akan diberlakukannya pembatasan wilayah. Dan mulai hari ini perbelakuan wilayah terbatas telah berlaku secara ketat. Inilah arah PSBB yang sebenarnya, mereka hanya bisa bergerak di wilayahnya masing-masing.
Arah pergerakan pemerintah ini sebenarnya sudah mulai terbaca pada saat awal PSBB. Indikatornya, pertama, mengganti libur bersama lebaran di hari lain. Kedua, pernyataan pemerintah pusat yang meminta daerah belajar mempersiapkan diri sebelum diberlakukannya kebijakan yang lebih luas. Ketiga, ada kabar waktu akan berlakunya PSBB di DKI, pihak kepolisian sudah akan mulai menutup wilayah-wilayan tertentu, termasuk jalan tol.Â
Namun, kabar itu ditepis pihak kepolisian dengan alasan menuggu perintah lebih lanjut. Rupanya pemerintah tidak ingin membuat kaget masyarakat untuk bagai penerapan PSBB. Faktanya, PSBB yang diberlakukan begitu longgar, sehingga nyaris tidak ada perbedaan antara ada dan tidaknya PSBB. Â