Anak laki-laki bercermin pada ibunya.
Anak perempuan bercermin pada bapaknya,
Anak laki-laki dan anak perempuan menyedot energi dari sumber yang sama, susu ibunya !
Apa yang kurang dari perempuan Indonesia ? Pada era Ibu Kartini atau Ibu Dewi Sartika menggemakan perjuangan emansipasi perempuan Indonesia, pertanyaan itu barangkali bisa dijawab : banyak bo ! Saat ini, bidang atau jabatan apa yang bisa dikuasai  pria tanpa bisa diraih oleh perempuan ? Dokter, Ahli Teknik, Ekonom, Politikus, Direktur, Dirut, Dirjen, Menteri, Presiden...semua bisa disabet oleh perempuan. Siapa yang tidak terkagum-kagum melihat kekuatan, kemajuan dan prestasi yang berhasil ditorehkan oleh perempuan Indonesia, dari anak perempuan balita hingga nenek-nenek ? Sulit untuk tidak mempercayai terwujudnya persamaan hak gender di negeri ini.
Oleh karena itu sulit juga bagi saya untuk membayangkan apalagi yang perlu diberdayakan atas diri perempuan di negeri ini. Perempuan kita (dengan dukungan pemerintah dan lembaga swadaya) sudah berdaya untuk memperjuangkan haknya agar tidak dieksploitasi oleh lawan jenisnya, mengatasi KDRT, eksploitasi oleh juragannya dan oleh mereka yang ingin memanfaatkan keperempuanannya. Perempuan kita sudah mampu berpartisipasi menentukan arah pembangunan masa depan bangsa melalui berbagai posisi kunci di pemerintahan, BUMN maupun swasta. Melihat hiruk pikuk pesta demokrasi baik di tingkat nasional maupun lokal, peranan kaum perempuan juga menyeruak ke permukaan, bahkan seringkali justru memegang peranan penting dalam mengumpulkan dan menggoyang massa pendukung partai. Belum nanti apabila keterwakilan perempuan di parlemen benar-benar tercapai 30 persen, it will really be very hot..!
Barangkali kalaupun masih perlu diberdayakan, catatan kecil di bawah ini bisa jadi sekedar bahan pertimbangan :
1. Dari sisi Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan : visi kementerian ini adalah mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender...., maka di masa yang akan datang yang masih perlu diperjuangkan adalah segi "keadilan"-nya.
2. Eksploitasi perempuan oleh lawan jenisnya mungkin relatif sudah banyak berkurang, tetapi saya melihat justru semakin banyak perempuan yang mengeksploitasi dirinya sendiri di depan kaum pria, dengan bersedia untuk melakukan beberapa perbuatan yang membenamkan citranya (termasuk mau menikah sirri, atau dengan alasan demi keindahan seni...).
3. Kaum perempuan Indonesia rupanya belum tegas menyuarakan peningkatan kualitas pendidikan, terutama pendidikan moral. Contoh kecil : perkelahian dan adu kekerasan kini bahkan sudah merambah ke dunia anak-anak perempuan.
4. Kaum perempuan masih perlu memperkuat persatuan dan kesatuan dalam memperjuangkan keberdayaannya di daerah terutama di pedesaan dan di luar negeri (selaku TKW profesional).
Bagaimanapun perempuan Indonesia sudah menunjukkan keberdayaan-nya di berbagai bidang. Kaum laki-laki seperti saya sudah selayaknya mengacungkan jempol. Bahkan seorang teman mengingatkan saya akan adanya kemampuan istimewa yang dimiliki oleh perempuan, yakni kemampuan untuk "memberdayakan" laki-laki. Ya, memang banyak pria yang mengenang nama legendaris, Mak Erot.