Kejadian ini berawal saat ibu saya hendak menjalani operasi hernia di salah satu Rumah Sakit swasta di Semarang (12 Maret 2014).Pelayanan administrasi yang baik dan penanganan yang ramah dari perawat dan dokter awalnya membuat kami yakin atas pilihan kami di RS ini. Singkat cerita, operasi berjalan lancar dari awal sampai akhir.
Namun , sesampainya ibu selesai dioperasi dan tiba di kamar pasien, kami terkejut ketika ibu berlinangan air mata dengan mata yang bengap. Dengan kepala yang masih berat sambil terbata-bata , ibu bercerita kalau ibu merasakan semua rasa sakitnya proses operasi dari awal sampai akhir. Ibu merasakan bagaimana sakitnya dokter merobek pangkal pahanya beberapa kali dan saat dokter“merapikan” organ dalam dan saat penjahitan. Masya Allah sakit sekali. Ibu saya berteriak-teriak menyebut nama Allah dan “ngeget-nggeget” menahan sakit. “Ya Allah dok, ini kok sakit sekali” kata ibu sambil mencengkeram erat tangan perawat. Tim operasi juga sudah tahu ibu kesakitan, namun karena sudah terlanjur disobek pahanya , operasi tetap dilanjutkan
Sebenarnya ibu sudah disuntik bius lokal 1 jam sebelum dan saat akan operasi oleh dokter anastesi. Saat operasi, dokter menanyakan apakah ibu saya bisa mengangkat kakinya dan ternyata tidak bisa. Itu yang menjadikantanda bagi dokter kalau bius sudah bekerja dan langsung main sobek paha ibu. Yang jadi pertanyaan saya, paha yang akan disobek, kenapa kaki yang jadi patokan ? Itupun dokter tidak “njiwit” paha ibu dan melihat apakah ibu masih merasakan atau tidak.
Kami sudah menanyakan kepada pihak RS melalui perawatnya akan kejadian ini (dokter anestesi sulit ditemui). Perawat bilang, hal itu bisa terjadi karena tingkat rasa nyeri tiap-tiap orang berbeda-beda dan ibu saya tergolong mempunyai tingkat nyeri yang tinggi. Namun menurut pengetahuan saya yang dangkal ini, namanya dibius ya gak merasakan sakit apapun.
Apa mungkin gara-gara kami pemegang kartu BPJS mendapatkan perlakuan yang tidak maksimal seperti ini ? Jujur, kami mempunyai kesan pihak RS memandang sebelah mata kepada pemegang kartu BPJS, mulai dari “ngrasani” dan memberi kode antara dokter dan perawat terhadap pasien BPJS sampai kesan diminta segera meninggalkan RSsetelah selesai operasi. Kalau memang tidak menyukai sistem BPJS, tolong jangan pasien yang dikorbankan. Itu urusan pemerintah dengan pihak penyelenggara kesehatan. Semoga ini menjadi pembelajaran bagi kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H