Jika ditanyakan kepada 10 orang, "Siapa yang mau dengan sukarela ikut upacara bendera di alun-alun pada pukul 10 pagi?" Saya yakin tidak akan ada banyak yang mengajukan diri sebagai sukarelawan. Sama seperti saya. Ikut upacara bendera adalah aktivitas yang sedapat mungkin dihindari. Meski saya tidak pernah membolos upacara bendera, tapi saya tidak mengikuti seremoni ini dengan antusias. Saya ikut upacara itu karena terpaksa. Saya takut dihukum oleh guru jika tidak ikut upacara. Hari ini adalah Hari Ulang Tahun Republik Indonesia. Di alun-alun Klaten sudah berbaris rapi puluhan orang dari siswa sekolah, pramuka, pegawai negeri, hansip, polisi dan tentara. Jika ditanyakan mengapa mereka ikut upacara bendera, mayoritas pasti akan menjawab karena ditugaskan oleh instansi mereka. Namun ada sesuatu yang menarik. Di sisi barat alun-alun Klaten, saya melihat ada seorang ibu berusian lebih dari 50 tahun yang ikut upacara dengan antusias. Ibu ini jelas bukan peserta yang sengaja diundang dalam upacara bendera itu. Dia datang atas inisiatifnya sendiri dengan mengendarai sepeda ontel. Die berdiri tegak saat bendera merah putih dikibakan. Ketika bupati Klaten, selaku inspektur upacara, memekikkan kata "merdeka" dengan suara datar, ibu ini menyambutnya dengan suara keras, "merdekaaaa!" sambil mengacungkan kepalan tangan ke udara. Segala sesuatu yang dikerjakan dengan kerelaan hati memang lebih ringan dikerjakan. Bayangkanlah ada dua orang yang mengangkat batu dengan berat yang sama. Orang pertama mengangkatnya dengan sukarela. Orang kedua mengangkatnya karena diwajibkan mengangkat. Mana yang merasa lebih ringan melakukannya? Ini pertanyaan retoris. Tentu saja tidak memerlukan jawaban. Sebagai bangsa yang merdeka, kita punya kebebasan untuk mengisinya dengan berbagai karya. Apa pun pekerjaan kita, sepanjang itu halal dan tidak merugikan orang lain, sesungguhnya kita sudah andil dalam membangun Indonesia yang lebih baik. Jika kita memiliki perspektif ini, maka kita akan menjalani profesi kita dengan antusias dan penuh kerelaan seperti ibu tua ini. Namun jika kita menjalankan pekerjaan kita semata-mata karena kewajiban, maka kita akan menganggapnya sebagai beban sehingga menjalaninya dengan setengah hati, seperti yang dilakukan sebagian peserta upacara (Saya tidak menyebut semua peserta upacara karena mungkin saja ada orang yang menjalankan tugasnya dengan antusias). Jikalau besok kita kembali bekerja, bayangkanlah kembali suasana upacara bendera di alun-alun ini. Kira-kira, apakah Anda akan menjalaninya seperti ibu tadi atau seperti sebagian besar orang yang ikut upacara di alun-alun?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H