Mohon tunggu...
Purnawan Kristanto
Purnawan Kristanto Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Penulis

Purnawan adalah seorang praktisi komunikasi, penulis buku, penggemar fotografi, berkecimpung di kegiatan sosial, kemanusiaan dan keagamaan. Menulis di blog pribadi http://purnawan.id/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Agora: Kala Kelam Kekristenan

7 Januari 2011   19:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:51 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.filmwad.com/fw_images/2008/12/01/rachel-weisz-in-agora.jpg

[caption id="" align="alignleft" width="250" caption="sumber: www.filmwad.com"][/caption] Pada abad ke-4, di sebuah kota di Alexandria atau Iskandariyah, hidup seorang filsuf Yunani bernama Hypatia. Dia adalah anak perempuan Theon, kepala museum di kota itu. hypatia mengajar di sebuah sekolah yang menyiapkan calon-calon pemimpin penguasa Romawi. salah satu muridnya bernama Orestes mencintai Hypatia, tetapi ditolak halus karena Hypatia memutuskan untuk menekuni dunia pengetahuan. Sementara itu, Davus, budak Hypatia diam-diam juga mencinta majikannya.

Masa itu kekuasaan Romawi mulai memudar. Umat Kristen yang tadinya ditindas menemukan momentum kebangkitannya. Mereka mulai berani menyiarkan ajaran kekristenan di pusat keramaian, bahkan dengan cara yang provokatif. Mereka menghina dewa-dewa yang disembah oleh orang Yunani. Karena merasa tersinggung, maka warga Yunani bertindak nekat. Mereka menyerbu sekelompok kecil umat Kristen di kota. Namun orang Yunani salah perhitungan. Ternyata jumlah orang Kristen di kota Alexandria meningkat dengan pesat. Maka mereka hanya bisa bertahan di dalam perpustakaan Serapeum. Di sini tersimpan manuskrip berbagai pengetahuan bangsa Yunani dengan koleksi yang sangat lengkap.Sementara itu, massa kristen mengepung dari luar.

Pengepungan ini pun berakhir ketika penguasa Romawi memutuskan untuk mengampuni kesalahan orang Yunani yang lebih dulu menyerang orang Kristen. Sebagai gantinya, maka orang Romawi harus keluar dari perpustakaan dan membiarkan orang Kristen menguasai gedung perpustakaan. Maka orang Yunani terburu-buru menyelamatkan koleksi manuskrip mereka. Karena jumlahnya sangat banyak, orang Yunani kewalahan untuk menyelamatkannya. Dalam kepanikan itu, Davus mengajak Hypatia untuk segera melarikan diri. Tapi Hypatia menolak. Dengan kata-kata kasar, Hypatia menyuruh Davus segera mengambil tas dan mengisinya dengan manuskrip. Dia menyebut Davus, "idiot!'

Kata-kata ini menusuk perasaan Davus sehingga dia memutuskan untuk bergabung dengan umat Kristen yang sudah berhasil menjebol pintu gerbang utama dan menerobos masuk. Dalam euforia kemenangan, massa kristen ini kemudian mengobrak-abrik isi perpustakaan, merusak berbagai penemuan dan membakar manuskrip-manuskrip yang tak sempat diselamatkan. Mereka menganggap benda-benda itu sebagai najis kerena bagian dari pemujaan kepada berhala. Perusakan itu disertai dengan yel-yel, 'Halleluya, halleluya, halleluya.'

***

Beberapa tahun kemudian, Orestes, sang mantan murid Hypatia yang merasuk agama kristen, diangkat menjadi perfect (gubernur) di Alexandria. Sementara itu, Hypatia semakin asyik dengan penelitiannya tentang peredaran planet. Dia menyelidiki teori heliosentris yang diajukan oleh Aristarkus dari Samos. Teori ini meyakini bahwa bumi yang mengelilingi matahari, bukan sebaliknya seperti yang diyakini orang-orang pada zaman. Teori ini tentu saja ditentang oleh orang Kristen. Mereka juga meyakini bahwa bumi itu berbentuk seperti kotak, sementara Hypatia mengajukan hipotesis bahwa bumi ini bulat.Karena perbedaan itu, maka orang Kristen melarang anak-anak mereka diajar oleh Hypatia.

[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="http://heritage-key.com"][/caption]

Sementara itu, situasi sosial di kota itu semakin memanas. Karena berada di atas angin, orang Kristen memprovokasi umat Yahudi. Pada hari sabat, umat Kristen melakukan razia terhadap tempat hiburan dan mendapati ada orang Yahudi di sana. Hal ini menimbulkan kemarahan pemimpin Yahudi yang kemudian mengadukan kepada Orestes. Di hadapan parlemen dan Orestes pemimpin Kristen dengan enteng berkilah, "Pada hari sabat, umat Yahudi seharusnya beristirahat total. Tapi mengapa mereka ada di tempat hiburan?"

Tindakan ini memancing kemarahan umat Yahudi. Mereka kemudian menyerang kelompok Kristen yang kemudian memicu pertumpahan darah. Umat Yahudi yang terpojok karena kalah jumlah menegajukan protes karena tentara Romawi membiarkan pembantaian itu. Orestes cenderung diam dan membuarkan aksi main hakim sendiri oleh umat Kristen karena dia ingin mengamankan kedudukannya. saat itu umat Kristen menjadi mayoritas di Alexandria.

Tidak tahan melihat tragedi kemanusiaan itu Hypatia mengajukan protes kepada Orestes, mantan muridnya yang masih menyimpan cinta kepadanya. Tindakan Hypatia ini tidak disukai oleh Cyril, pemimpin Kristen. Cyril menganggap Hypatia telah lancang ikut campur dalam urusan kenegaraan. Di dalam peribadatan, Cyril mengutip surat Paulus kepada Timotius: "Demikian juga hendaknya perempuan. Hendaklah ia berdandan dengan pantas, dengan sopan dan sederhana, rambutnya jangan berkepang-kepang, jangan memakai emas atau mutiara ataupun pakaian yang mahal-mahal, tetapi hendaklah ia berdandan dengan perbuatan baik, seperti yang layak bagi perempuan yang beribadah. Seharusnyalah perempuan berdiam diri dan menerima ajaran dengan patuh. Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak mengizinkannya memerintah laki-laki; hendaklah ia berdiam diri.”

Usai membaca ayat itu, Cyril menuntup kitab suci dan mengangkat di hadapan jemaat dan para pemimpin. "setiap orang yang taat pada perkataan Injil ini hendaklah dia berlutut," kata Cyril. satu per satu jemaat dan pemimpin berlutut. Tinggal Orestes yang masih berdiri. Dia mengalami pergumulan batin. Dia sadar bahwa pilihan ayat itu sengaja dipilih untuk menyerang Hypatia. Sesaat dia ragu-ragu untuk mengambil sikap. Jika dia berlutut, maka Hypatia yang dicintainya akan menjadi korban. Namun jika dia menolak, maka kedudukannya terancam. Dalam kekalutan, Orestes meninggalkan rumah ibadat itu disertai cacian tidak puas dari umat Kristen. Dalam hiruk-pikuk, Orestes berusaha membela diri, "saya orang Kristen, saya orang Kristen." Namun massa terlanjur marah. Ketika seseorang memprovokasi dengan melempar batu, maka massa kemudian muncul keberanian untuk melemparkan batu kepada pemimpin tertinggi di Alexandria.

[caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="http://blog.reelloop.com"]

[/caption]

Insiden ini menimbulkan situasi kritis. Untuk menengahi konflik, maka Synesius, uskup dari Kirene datang ke Alexandria. Dia adalah mantan murid Hypatia, yang berarti teman sekelas Orestes juga. Synesius mempertanyakan keimanan Orestes. Dia menuduh Orestes memeluk agama Kristen karena berkepentingan untuk melestarikan jabatannya. Orestes menampik tuduhan itu. “Kalau begitu, tentu tidak ada halangan apa-apa jika kamu bertelut di depan kitab suci dan dibaptis di muka umum,: kata sang uskup, seraya menjanjikan akan mengerahkan pasukan di Kirene untuk memulihkan ketertiban di Alexandria. Diplomasi ini dimenangkan oleh Synesius.

Sementara itu, Cyriltelah mengeluarkan pernyataan bahwa kepercayaan yang dianut oleh Hypatia itu agama kafir. Untuk itu, Hypatia harus mati. Mendengar ini, Synesius berusaha membujuk mantan gurunya supaya mau dibaptis di muka umum.

“Saya tidak mau,” jawab Hypatia tegas.

“Mengapa?” tanya Synesius.

“Karena dalam dalam imanmu tidak ada ruang untuk mempertanyakan apa yang kau yakini. Sementara dalam kepercayaanku, aku selalu mempertanyakan apa yang kuyakini,” jawab Hypatia yang sedikit lagi akan menemukan teori tentang perputaran planet.

Di tempat lain, Cyril telah mengirimkan tentara agamanya elitnya untuk mengeksekusi Hypatia. Davus, mantan budak Hypatia, mengetahui perintah ini. Dia bergegas mendahului pasukan algojo ini. Berhasilkah Davus menyelamatkan Hypatia yang diam-diam dicintainya?

***

Saat menonton film ini, batin saya berkali-kali berkata: “Ini Indonesia banget. Ini mirip sekali dengan yang terjadi di Indonesia saat ini.” Ruang untuk berbeda pendapat itu semakin menyempit. Orang-orang yang berpikiran beda mudah sekali dianggap sesat dan layak dibasmi. Sementara itu, penguasa yang diberi wewenang dan mandat untuk menjaga ketertiban ternyata seperti anjing penjaga yang dirantai. Bisanya hanya menyalak tetapi tidak pernah melakukan tindakan. Yang kerap terjadi, korban justru yang dikalahkan dengan dalih tidak menghormati mayoritas.

Saya yakin film Agora ini tidak dibuat secara sengaja untuk menyindir bangsa Indonesia. Namun film ini dapat menjadi cermin dan pelajaran bagi kita. Sekitar 17 abad yang lalu, umat Kristen di Alexandria tergelincir mabuk kekuasaan dan praktik formalitas agama. Akankah bangsa Indonesia mengalami situasi serupa? Akankah kita akan mengalami kemunduran selama 17 abad?

__________________ Catatan: Saya agak ragu untuk mengunggah tulisan ini di Kompasiana karena khawatir menimbulkan polemik teologis. Perlu saya informasikan bahwa saya beragama Kristen, sehingga tulisan ini bersifat oto-kritik terhadap agama saya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun