Mohon tunggu...
Purnawan Kristanto
Purnawan Kristanto Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Penulis

Purnawan adalah seorang praktisi komunikasi, penulis buku, penggemar fotografi, berkecimpung di kegiatan sosial, kemanusiaan dan keagamaan. Menulis di blog pribadi http://purnawan.id/

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Sinergi Positif Pertalite dan Blue Core

27 Agustus 2015   20:16 Diperbarui: 27 Agustus 2015   20:16 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini kita melihat semakin banyak pemakai sepeda motor di kota-kota besar yang memakai penutup hidung saat di jalan raya.  Meskipun efektifitas kain untuk mengurangi dampak polusi udara masih diragukan, namun setidaknya hal ini menunjukkan kesadaran masyarakat bahwa udara di perkotaan sudah tidak segar lagi untuk dihirup. Ini akibat dari peningkatan penggunaan kendaraan bermotor.  Asap pembakaran yang dikeluarkan dari knalpot kendaraan itu mengandung zat pencemar yang membahayakan kesehatan.

Kerugian Kesehatan

Menurut WHO, Indonesia menderita kerugian ekonomi akibat pencemaran udara sekitar 424,3 juta pada tahun 1990 dan tahun 2000 naik menjadi 624 juta dollar. Data dari hasil penelitian JUDP III (Jakarta Urban Development Project) menunjukkan biaya yang dipikul masyarakat akibat menurunnya IQ anak akibat dampak pencemaran udara diperkirakan sebesar Rp 176 miliar pada 1990 dan diperkirakan 2005 akan meningkat menjadi Rp 254,4 miliar.

Salah satu sebab pencemaran udara adalah gas buang sisa kendaraan bermotor. Setiap hari, jutaan knalpot kendaraan mengeluarkan gas polutan berbahaya, seperti hidrokarbon (HC), oksida nitrogen (NOx), karbon monoksida (CO), oksida belerang (SOx), partikel debu halus (PM10) dan yang paling berbahaya adalah timbal (Pb). Unsur timbal masuk ke dalam bensin premium untuk menaikkan kadar oktan. Produsen memasukkan timbal berupa Tetra Ethyl Lead (TEL) pada bahan bakar minyak saat proses di kilang minyak.

Unsur timbal ini patut diwaspadai sebab penelitian kedokteran menunjukkan, meski dalam dosis yang rendah, timbal adalah unsur yang sangat berbahaya. Manusia menyerap timbal melalui udara, debu, air dan makanan. Berikut ini dampak timbal terhadap kesehatan:

1. Sistem Syaraf dan Kecerdasan

Orang yang terpapar kadar timbal yang tinggi dilaporkan menderita gejala kehilangan nafsu makan, depresi, kelelahan, sakit kepala, mudah lupa, dan pusing. Pada tingkat paparan rendah, terjadi penurunan kecepatan bereaksi, memburuknya koordinasi tangan-mata, dan menurunnya kecepatan konduksi syaraf.

Efek timbal terhadap kecerdasan anak yaitu menurunkan IQ. Kenaikan kadar timbal dalam darah di atas 20 µg/dl dapat mengakibatkan penurunan IQ sebesar 2-5 poin.

2. Efek Sistemik

Kandungan timbal dalam darah yang terlalu tinggi (di atas 30 ug/dl) dapat menyebabkan efek sistemik, yaitu gejala gastrointestinal. Keracunan timbal dapat berakibat sakit perut, konstipasi, kram, mual, muntah, anoreksia, dan kehilangan berat badan. Timbal juga dapat meningkatkan tekanan darah.

3. Efek Terhadap Reproduksi

Paparan timbal pada wanita di masa kehamilan dapat memperbesar risiko keguguran, kematian bayi dalam kandungan, dan kelahiran prematur. Pada laki-laki, efek timbal antara lain menurunkan jumlah sperma dan meningkatnya jumlah sperma abnormal.

Apa yang Dapat Dilakukan?

Tubuh sebenarnya mampu mengeluarkan timbal. Diperlukan waktu 35 hari untuk mengeluarkannya. Sayangnya, bila setiap hari tubuh terpapar timbal, tidak ada waktu untuk mengeluarkannya. Akibatnya, timbal akan menumpuk di dalam tubuh. Bayangkan jika Anda pekerja komuter yang setiap hari ngelaju di jalan raya. Maka Anda berpotensi terpapar bahaya timbal. Risiko yang sama juga dialami oleh orang yang setiap hari harus bekerja di jalan raya seperti polisi lalu lintas, pekerja sektor transportasi, pengamen, pengasong, pekerja konstruksi, dll. Sistem pengeluaran racun pada tubuh tidak mampu mengimbangi kecepatan paparan timbal yang masuk. Akibatnya terjadi akumulasi racun timbal dalam tubuh.

Karena sumber utama timbal yang masuk ke tubuh kita melalui pernafasan maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menghapuskan zat aditif yang mengandung timbal pada bahan bakar bensin(premium).

Berkat pencampuran HOMC (High Octane Mogas Component) pada saat proses di kilang minyak, maka bensin beroktan tinggi didapatkan tanpa meminta bantuan timbal atau Tetra Ethyl Lead (TEL). Hasil percampuran ini oleh Pertamina diberi merek dagang “Pertalite.” Pertalite diluncurkan tanggal 24 Juli 2015 sebagai varian baru bagi konsumen yang menginginkan BBM dengan kualitas di atas Premium, tetapi dengan harga lebih murah daripada Pertamax. Dengan kadar oktan tinggi, yaitu mencapai angka 90, Pertalite mampu menghasilkan tenaga lebih besar dan akselerasi lebih halus.

Mengapa harus oktan tinggi? Bensin merupakan bahan yang bisa terbakar dengan sendirinya ketika mendapatkan tekanan dalam ruang mesin. Tekanan yang cukup tinggi dibutuhkan oleh busi untuk mengeluarkan percikan api di ruang mesin. Percikan api memicu pembakaran di ruang mesin.

Bila kendaraan kita menggunakan bensin beroktan rendah, ada kemungkinan bensin terbakar sebelum busi mengeluarkan percikan api. Kondisi ini tidak diinginkan karena akan terjadi ketukan (knocking) pada mesin. Ketukan pada mesin menyebabkan mesin cepat rusak dan aus.

Untuk menghilangkan ketukan pada mesin maka digunakan bensin dengan bilangan oktan tinggi. Semakin tinggi bilangan oktan, semakin kecil kemungkinan bensin terbakar secara spontan. Bilangan oktan adalah angka yang menggambarkan tingkat ketahanan bensin sebelum terbakar secara spontan ketika mendapatkan tekanan.

Saat ini bilangan oktan diukur berdasarkan Research Octane Number (RON). Nilai RON didapatkan dengan mengukur bensin dalam suatu mesin uji. Bensin terdiri dari campuran oktana yang tidak mudah terbakar secara spontan dan heptana yang mudah terbakar secara spontan. Pertamina mengklaim bahwa Pertalite memiliki nilai RON 90. Itu artinya, Pertalite terdiri dari 90 % oktana dan 10% heptana.

Mesin yang Efisien

Tingkat pencemaran udara juga dapat dikurangi dengan menggunakan kendaraan yang memiliki sistem pembakaran yang efesien. Salah satu cirinya adalah sedikit mengeluarkan asap pada knalpotnya. Itu artinya, mesin tersebut relatif tidak banyak mengeluarkan emisi gas berbahaya ke udara bebas. Mesinnya mampu membakar bahan bakar secara sempurna sehingga mampu mentransformasikannya menjadi tenaga secara optimal. Proses pembakaran yang sempurna ini menjadikan penggunaan bahan bakar lebih hemat.

Teknologi Blue Core yang diusung oleh Yamaha mampu menghadirkan mesin yang lebih efisien, bertenaga, dan handal. Selama ini ada anggapan bahwa antara irit bahan bakar dan tenaga mesin berada pada kutub yang berseberangan. Sepeda motor yang disetel hemat bensin biasanya tidak bertenaga maksimal. Sementara mesin yang disetel bertenaga besar, biasanya boros bahan bakar.

Akan tetapi teknologi Blue Core memberikan terobosan yang dapat mendekatkan jarak di antara dua kutub ini. Dengan dukungan komponen berteknologi tinggi, maka mesin Yamaha generasi Blue Core dapat menjaga suhu mesin lebih stabil sehingga performa maksimal karena didukung performa mesin dengan sistem rendah gesekan yang mengurangi kehilangan tenaga berlebih. Sistem pendinginan yang lebih baik ini dapat menghemat konsumsi bahan bakar hingga 50 persen.

Pemakaian Pertalite sebagai sumber tenaga mesin Yamaha menghasilkan sinergi kinerja tinggi, efisien, namun tetap membuat mesin awet karena tidak muncul kerak atau kotoran pada mesin.  Kisi-kisi silinder lebih rapat dan tipis serta oil jet piston cooler yang berfungsi melepas suhu panas di ruang bakar. Yamaha terkenal Handal dengan teknologi khas Yamaha berupa DiASil Cylinder dan forged piston yang sudah terbukti 3 kali lebih awet dari silinder dan piston konvensional, 3 kali lebih kuat karena terbuat dari alumunium dan silikon dan 3 kali lebih ringan dari besi.

 

Konsumen Hijau

Hak atas lingkungan yang sehat menjadi salah satu hak konsumen. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) merumuskannya sebagai berikut: Konsumen memiliki “hak untuk hidup dan bekerja pada lingkungan yang tidak tercemar dan tidak berbahaya yang memungkinkan suatu kehidupan yang lebih manusiawi." Untuk mendapatkan hak atas lingkungan ini, konsumen juga berkewajiban turut serta dalam menciptakan lingkungan yang sehat. Salah satu caranya adalah dengan menjadi Konsumen Hijau.

Yang dimaksud Konsumen Hijau, adalah konsumen yang selalu memperhatikan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh perilaku berkonsumsinya. Hal ini selaras dengan kewajiban konsumen perihal lingkungan. PBB merumuskan bahwa konsumen harus memiliki tanggung jawab untuk “memahami segala akibat tindakan konsumsi kita terhadap lingkungan.  Kita harus mengenali tanggung jawab pribadi dan sosial kita untuk menghemat sumberdaya alam dan melindungi bumi demi generasi mendatang." Sebagai contoh, seorang konsumen hijau akan berusaha mengurangi konsumsi kemasan plastik karena sampah plastik tidak dapat diurai oleh alam selama beratus-ratus tahun. Demikian juga dalam memilih alat transportasi  Pemilihan bahan bakar dan kendaraan yang lebih ramah lingkungan merupakan salah satu sumbangan konsumen untuk menjaga lingkungan ini tetap lestari dan nyaman untuk ditinggali.

** Ilustrasi grafis oleh Purnawan K

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun