Tidak saya sangka, ternyata di pantai Depok, Bantul, terdapat landasan pesawat. Selain itu, di sebelah timur pantai ini terdapat bukit Warung Gupit yang dapat digunakan untuk meluncurkan gantole dan paralayang. Lalu masih ada gumuk pasir yang dapat digunakan untuk training gantole dan paralayang bagi pemula. Yang membuat saya heran adalah bagaimana wahana udara yang kecil itu bertahan dari hempasan angin laut yang kuat? Bagaimana cara penggemar paralayang melayang-layang di atas pantai? Apa mereka tidak takut tercebur? Rasa penasaran itu mendorong saya untuk mengajak keluarga untuk menyaksikan perhelatan Jogja Air Show 2011. Pembukaannya sudah dilangsungkan sejak hari Jumat (16 Desember), namun kami baru bisa mengunjungi pada hari Minggunya. Karena fasilitas yang relatif lengkap, maka event Jogja AirShow 2011 ini menampilkan seluruh cabang olah raga dirgantara beserta hiburannya, mulai dari terjun payung, microlight, aeromodelling, paramotor, gantolle airtow competition, paralayang airtow, pameran pesawat model, bursa penjualan pesawat model, dragon banner, joyflight, hingga live musik. Lewat tengah hari, kami sampai di pantai Depok, namun tertahan cukup lama untuk mencari tempat parkir. Hari itu pengunjung sangat padat. Di langit yang mendung, pesawat swayasa terlihat berkali-kali melintas di garis pantai untuk menerbangkan pengunjung dalam joyflight. Pada ketinggian yang lebih rendah, penggemar paralayang berputar-putar dengan parasut bermotornya. Setelah akhirnya mendapat tempat parkir, saya bergegas menuju run-way sambil berjuang mengangkat kaki yang terbenam di dalam pasir pantai yang berwarna abu-abu. Ternyata landasan udara yang dimaksud adalah lapisan aspal dengan lebar sekitar enam meter, sepanjang sekitar 500 meter. Di landasan inilah pesawat trike, pesawat swayasa dan pesawat ultra ringan antri untuk lepas landas dan mendarat. Salah satu peserta even ini adalah kenalan saya, yang kebetulan tinggal sekota. Dia memiliki pesawat CT SW dengan nomor registrasi PK-S777 . Pada tahun 2009, saya menumpang pesawat ini dari Jogja ke Tasikmalaya pp untuk merespons gempa yang terjadi saat itu. Tempat duduknya hanya untuk dua orang. Di sebelah kiri untuk pilot, sedangkan di sebelah kanan untuk penumpang. Cara duduknya adalah dengan selonjor. Sebelum berangkat, kami ke kamar mandi dulu karena kalau sudah mengudara tidak ada kesempatan lagi untuk turun jika sedang kebelet. Cerita perjalanan ke Tasikmalaya dapat dibaca di sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H