Minggu 7 Nopember Selama 4 malam belakangan ini suara gemuruh seakan menjadi musik pengiring tidur kami. Sebenarnya pada siang hari aktivitas Merapi pun tetap ada namun tersaingi oleh deru kendaraan dan hingar-bingar manusia sehingga tak terdeteksi oleh telinga. Pukul 4:30, saya bangun untuk kemungkinan adanya evakuasi menyusul gemuruh Merapi yang semakin meningkat. Bersama Agus Permadi, saya mengelilingi kota Klaten, namun nampaknya tidak ada pergerakan pengungsi yang siginifikan.
Ibadah Minggu
Kami kembali ke pos kemanusiaan di GKI Klaten. Jemaat mulai berdatangan untuk beribadah Minggu ditemani karung beras dan kardus mie instan. Jemaat kami sudah terbiasa dengan situasi ini karena kami pernah mengalami
bencana gempa bumi tahun 2006. Saya buru-buru pulang rumah karena ternyata pagi itu harus menyampaikan firman Tuhan di ibadah remaja. Karena keasyikan melayani pengungsi sampai lupa jadwal pelayanan. Untunglah masih ada waktu untuk mempersiapkan diri. **** Usai melayani ibadah remaja, saya menuju ke tempat pengungsian di Jongrangan. Di sana ada salah satu jemaat yang meminjamkan rumah besarnya untuk menampung pengungsi. Para pengungsi ini berasal dari dusun Mijenan, desa Sukorini, kecamatan Manisrenggo, Klaten. Sebagian besar di antara mereka adalah anggota jemaat GKJ Karangnongko. Untuk itulah, kami menyiapkan ibadah hari Minggu. Dengan dilayani oleh bpk Lazarus dan diiringi koh Yoyok, ada sekitar 40 orang yang mengikuti ibadah itu.
Bpk. Lazarus Siang hari, kami mengadakan koordinasi dengan GKJ Klaten dan GKJ Gondangwinangun. Kami mengubah strategi
tanggap bencana. Semula mendukung logistik untuk dapur umum di tempat pengungsian. Akan tetapi ketika pemerintah menaikkan radius aman menjadi 20 km, pengungsi menjadi kocar-kacir. Dapur umum pun ikut bubar. Karakter situasi pengungsian di Merapi ini memang khas. Situasi di setiap pengungsian berubah-ubah secara dinamis. Bisa jadi di satu saat ada tempat pengungsian, namun secara mendadak, tempat itu bisa ditinggalkan. Karena itu, kami memutuskan untuk membuka dapur umum dan menyuplai makanan siap santap kepada para pengungsi. Untuk mengurangi kejenuhan pengungsi, Guru Sekolah Minggu GKI Klaten menggelar berbagai permainan yang diikuti oleh anak-anak di pengungsian .
Pengungsi di SMP Kristen Malamnya, kami memutar film boneka dan Laskar Pelangi di tempat pengungsian Jongrangan menggunakan fasilitas LCD projector. Pukul 20.10 datang kiriman bantuan dari GKI Gatot Subroto, Purwokerto. Dengan dikomandi oleh Pdt, Adon Syukmana, mereka menurunkan bantuan berupa:: * beras 360 kg * selimut 200 pcs * susu dancow 6 dus * susu bayi 1karton 48 dus * bubur bayi 4 karton * sabun 1 karton (144 pcs) * pembalut wanita 65 kantong * pakaian dalam anak 10 lusin * pakaian dalam perempuan 6 lusin * pakaiann dalam pria 25 lusin * 1 karton susu kental manis * 100 pcs masker * 1 karung pakaian anak+prmpn Kami menurunkan beras dan selimut di pos GKI Klaten, selanjutnya mengantarkan rombongan ke tempat pengungsian di SMP Kristen 2 Klaten dan di Jongrangan untuk dibagikan secara langsung. Hari Minggu itu, kami sudah menyalurkan 5000 nasi bungkus. Jika seyiap bungkus dihargai Rp. 3000,- maka setidaknya kami sudah menyalurkan Rp. 15 juta per hari. Angka itu sangat besar untuk ukuran gereja kecil seperti GKi Klaten. Darimana uang itu didapatkan? Tentu saja dari ratusan orang yang digerakkan oleh Allah untuk mengulurkan bantuan kepada pengungsi. Ini adalah benar-benar mukjizat!
Pengungsi di Jonggrangan
Pengungsi di GOR Gelarsena, Munggu 7 Nopember pukul 20:30. Kami tidak terjun ke sini. Purnawan Kristanto ----------------- All About Writing
http://www.purnawankristanto.com/ Ngudarasa Ngalor Ngidul
http://purnawan.web.id/Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya