[caption id="" align="aligncenter" width="632" caption="Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi (KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN)"][/caption]
Saya mulai dengan sederhana. Amerika Serikat dengan50 negara bagianmempunyai departemen kesehatan dan sosial (Department of Health and Human Services). Anggarannya di tahun 2015 lebih sedikit dari satu T dolar, atau sekitar 10,000 T rupiah. Indonesia dengan 34 provinsi mempunyai satu kementrian kesehatan dengan anggaran pada tahun 2014 sekitar 70 T rupiah.Kata teman saya, di China dengan penduduk hampir 1,4 M kementerian kesehatannya punya pegawai sekitar 300 orang. Indonesia dengan 253 juta penduduk kementerian kesehatannya punya 6.000 orang pegawai.
Kesimpulan sederhananya: kementerian kesehatan kitaterlalu besar. Pertanyaannya mengapa bisa besar? Kementerian kesehatan kita memang besar sejak zaman sentralisasi. Ketika lahir zaman otonomi daerah, kesehatan termasuk salah satu urusan pelayanan wajib yang didesentralisasikan.Artinya pelaksanaannya melulu di tangan pemerintah kabupaten/kota. Anehnya baik struktur maupun jumlah pegawai dari Kementerian Kesehatan tidak pernah menciut. Ketika tahun 2000 Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan menjadilembaga yang berdiri sendiri, struktur yang sama di Kementerian Kesehatan tidak hilang sehingga menambah ruwetnya penataan obat dan makanan di Indonesia.
Okelah mari berpikir ke depan. Saya dengar ada keinginan untuk merampingkan kabinet di pemerintahan mendatang. Saya usul salah satu yang perlu dirampingkan adalah Kementerian Kesehatan.Apa saja yang perlu dirampingkan? Sedikitnya ada dua:
- Pertama, dengan berjalannya BPJS kesehatan, yang praktis mengelola urusan kesehatan perorangan(UKP) seluruh penduduk Indonesia, maka struktur Kementerian Kesehatan yang berkaitan dengan itu tidak perlu besar, cukup untuk menjalankan azas pembinaan UKPdi daerah.
- Karena BPJS menyederhanakan pengelolaan UKP termasuk di antaranya obat, maka fungsi manajemententang obat-obatan di Kemenkes bisa jauh dirampingkan hanya ke penyediaan obat penyangga, maupun kalau ada wabah. Selain itu badan POM dan Dirjen Kefarmasian bisa dijadikan satu. Bagaimana menjadikan satuterserah saja.
Sebaliknya urusan kesehatan masyarakat perlu diperbesar struktur maupun fungsinya di Kementerian Kesehatan. Selama ini urusan promotif dan preventif hanya jargon saja, struktur dan anggarannya tidak memadai. Mudah-mudahan kalau struktur promotif misalnya diperbesar, anggarannya bisa jauh lebih besar, dan fungsi penyuluhan untuk memandirikan penduduk dalam hal kesehatan bisa berjalan jauh lebih baik.
Persoalanyang nyata dihadapi adalah mau dikemanakan sebagian dari 6.000 orang itu? Menurut saya sebagian dialihfungsikan menjadi tenaga fungsional untuk mendidik, melakukan pembinaanurusan kesehatan, atau dipinjamkan ke 34 propinsi untuk menjalankan azas dekonsentrasi: membina kabupaten, yang selama ini juga praktis belum dilakukan. Yang tidak berprestasi, atau yang tidak mau dialihkan, yang dikasih saja golden shakehand.
Sederhana kan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H