“Setiap atlet selalu punya panggung sendiri untuk tunjukkan kehebatan…”
Saya sangat setuju dengan cuitan salah satu fanpage bulu tangkis, @BadmintonNow, di atas. Cuitan yang sangat pas untuk menggambarkan empat tunggal putra muda Indonesia yang bergantian unjuk gigi di pentas bulu tangkis tahun ini. Di bulan Maret, Firman Abdul Kholik, sebagai unggulan ke-16, berhasil naik podium tertinggi di Vietnam International Challenge. Di bulan Mei, Jonatan Christie (saat itu peringkat 63 dunia) berhasil mengalahkan Hsu Jen Hao (peringkat 24 dunia) dan menyumbang poin bagi Indonesia di babak perempatfinal Sudirman Cup. Di bulan Juni, Jonatan kembali unjuk gigi di Istora. Kala itu Jonatan tidak sendirian berkilau. Dia ditemani rekan sepelatnasnya, Anthony Sinisuka Ginting. Mereka tampil memukau sekalipun harus finis sebagai perempatfinalis pada salah satu turnamen level superseries premier (turnamen level tertinggi kategori non-BWF event). Di bulan yang sama, giliran Ihsan Maulana Mustofa menjadi penentu kemenangan tim putra bulu tangkis Indonesia atas Malaysia di babak semifinal. Tidak hanya itu, Ihsan juga membawa Indonesia mengungguli Thailand di babak puncak, sekaligus mempertahankan tradisi emas beregu putra bulu tangkis SEA Games sejak tahun 2007. Di bulan Juli, keempatnya tampil di turnamen Chinese Taipei Open Grand Prix Gold. Saat itu giliran Ihsan dan Anthony yang berkilau. Ihsan tampil mengejutkan dengan mengalahkan unggulan ketiga, Srikanth Kidambi, di babak kedua. Lalu, bagaimana kiprah Anthony? Kiprah Anthony tidak kalah mengejutkan, sampai-sampai saya tertarik menengok kayuhan raketnya beberapa tahun ke belakang dan menuangkannya di ruang baca ini.
Anthony Naik Pentas
Saya terbilang terlambat mengenal tunggal putra muda Indonesia yang satu ini. Nama Anthony Sinisuka Ginting mulai akrab di telinga saya pada awal bulan Desember tahun lalu. Saat itu Anthony tampil di turnamen beregu Axiata Cup 2014, yang diselenggarakan sebuah perusahaan telekomunikasi. Di babak penyisihan grup, Anthony mampu mengalahkan pemain veteran, Boonsak Ponsana. Saya terkejut dengan kemenangan ini. Pasalnya, di atas kertas, Boonsak, yang lebih tua 14 tahun, lebih diunggulkan. Boonsak merupakan tunggal putra terbaik Thailand dengan peringkat 17 dunia, jauh di atas Anthony yang berperingkat 203 dunia. Dari segi pengalaman, Boonsak jauh lebih kaya. Di usia belia, 18 tahun, Boonsak sudah tampil di turnamen level Olimpiade pada tahun 2000. Sejauh ini, Boonsak sudah mengoleksi dua gelar juara level superseries. Sejumlah keunggulan ini tidak membuat Anthony gentar. Sempat kehilangan set pertama, 9-21, Anthony mampu tampil menekan dan merebut dua set berikutnya dengan skor kembar, 21-10, 21-10. Pada set kedua dan set ketiga, Boonsak bahkan sempat salah membaca arah pukulan Anthony. Kemenangan atlet, yang mengidolakan Taufik Hidayat, ini membawa Indonesia unggul 1-0 atas Thailand.
Prestasi Anthony sudah nampak sejak duduk di bangku SD. Tahun 2008 di turnamen MILO School Competition Bandung, pebulu tangkis kelahiran Cimahi, 20 Oktober 1996, ini berhasil menjadi juara tunggal putra kategori SD. Empat tahun berikutnya, Anthony berhasil mengulang sukses menjadi juara kategori SMP di turnamen yang sama. Bahkan capaian Anthony lebih baik dengan meraih gelar juara tunggal putra dan ganda putra. Pada kategori tunggal putra, Anthony berhasil menjadi juara nasional MILO School Competition. Di tahun 2012, Anthony juga berhasil menjadi juara Sirkuit Nasional Jawa Barat dan Sirkuit Nasional Jawa Timur.
Pada tahun 2014, Anthony kembali terjun di Vietnam International Challenge. Langkah Anthony terhenti di babak kedua setelah dikalahkan andalan tuan rumah, unggulan pertama, Nguyen Tien Minh. Di turnamen World Junior Championships, Anthony gagal ke final setelah dikalahkan unggulan kedua, Shi Yuqi dari China, dan harus puas dengan medali perunggu.
Pada tahun 2015, Anthony kembali mengikuti turnamen Vietnam International Challenge untuk yang ketiga kalinya. Anthony berhasil meningkatkan capaian tahun lalu dengan melaju hingga babak ketiga. Anthony gagal ke perempatfinal setelah dikalahkan seniornya, Sony Dwi Kuncoro. Tak sampai tiga bulan, Anthony berhasil membalas kekalahannya atas seniornya tersebut dan maju ke babak utama turnamen level superseries premier perdananya, Indonesia Open Superseries Premier di bulan Juni. Anthony, yang saat itu berperingkat 166 dunia, bahkan membuat kejutan dengan melaju ke babak perempatfinal setelah mengalahkan unggulan keempat, peringkat ketiga dunia, Srikanth Kidambi. Di babak perempatfinal, Anthony harus mengakui keunggulan Kento Momota dari Jepang, lewat pertandingan tiga set selama satu jam lebih.