Mohon tunggu...
Purnama Tambunan
Purnama Tambunan Mohon Tunggu... Tutor - Badminton Lover

""Hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya" tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar. Terimalah dan hadapilah." (Soe Hok Gie)

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Singgah di Negeri Awan

6 Agustus 2023   19:08 Diperbarui: 6 Agustus 2023   19:15 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Singgah di Negeri Awan (dokumen pribadi)

Ini kali ketiga kupergi ke negeri awan. Terakhir aku berkunjung ke sana sepuluh tahun lebih yang lalu. Sensasinya samar-samar di benakku.

Aku sangat menikmati detik-detik burung besi berpisah dari landasan. Sayapnya bergetar di sisiku. Aneh, getarnya tak membuatku gentar sedikit pun! Justru pada getar sayap itu kubisikkan harapku agar melaju tegar menentang setiap hambatan.

Sinergi sejumlah gaya membawaku naik melesat ke angkasa. Kumembumbung makin tinggi, meninggalkan permukaan pertiwi yang makin menyusut. Ah, betapa kecilnya tempatku berpijak di sana.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Cakar-cakar pencakar langit mendadak tumpul. Griya megah tak lagi terlihat perkasa. Jalan yang dijejali kendaraan hanya sebentuk garis tipis. Klakson-klakson sekonyong-konyong bisu, tak terdengar teriak sumpah-serapahnya. Dari ketinggian, tak nampak lagi keistimewaan di bawah sana. Semua bak lembaran yang amat sangat biasa.

Awan-awan nampak bergembira riang disiram sinar mentari. Kilaunya berkedip genit dari kejauhan, merayuku untuk mendekatinya.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Permadani hamparan awan digelar menyambutku. Kumasuki naungan awan nan teduh permai. Naungan itu memberiku kedamaian tatkala sayap di sisiku kembali bergetar diterpa gairah semangat sepasukan awan yang menyapa. Andaikan hidup seringan ini, tanpa beban sekelumit pun.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Seandainya hidup ini jauh dari hiruk-pikuk derap kaki yang berlelah-lelah memburu nafkah. Jauh dari suara banting tulang bertalu-talu dari pagi buta hingga malam kelam. Jauh dari janji manis lidah-lidah memuakkan. Jauh dari isak tangis kedukaan. Jauh dari jerit minta tolong keluar dari kesengsaraan, ketidakadilan. Jauh dari keluh kesah dan sesal berkepanjangan. Jauh dari umpatan caci-maki yang selalu sia-sia. Jauh dari bisik putus asa yang membunuh akal. Jauh dari rasa menyalahkan diri. Jauh dari rasa tamak dan upaya mengejar kepuasan diri. Jauh dari segala himpitan beban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun