Mohon tunggu...
Virgina Sanni
Virgina Sanni Mohon Tunggu... -

perempuan, puisi, melodi, dan keindahan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Tunjangan Amplop", Apa Kabar Jurnalis?

26 April 2013   00:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:35 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia jurnalistik membuat sebuah cerita untuk kehidupan seorang perempuan muda, sebut saja Agustina. Berawal dari mencintai dunia tulis-menulis, perempuan ini akhirnya sempat masuk dan bekerja dalam dunia media cetak. Seiring perjalanannya, menurut Agustina terdapat banyak hal – hal yang menyimpang dalam manajemen perusahaan media lokal Surabaya yang dulu pernah menaunginya. “Sistem manajemen di perusahaan saya tidak jelas. Ketika sebuah manajemen sudah tidak jelas, kita bisa memilih tetap bertahan atau berhenti,” ujarnya.  Manajemen yang membuatnya begitu kecewa adalah  dalam perusahaan medianya tersebut, sebanyak apapun  jurnalis menghasilkan berita upah yang di dapat sama dengan jurnalis yang tidak menghasilkan berita. Agustina sendiri hanya mendapatkan upah sebesar Rp.1.300.000,00 per-bulan. Hal tersebut tidak adil, manajemennya berbeda sekali dengan media group besar yang memberikan bonus pertulisan. Kekecewaan itu yang membuat perempuan muda ini meninggalkan dunia media cetak. Berbicara mengenai kesejahteraan. Banyak artikel dan penelitian yang mengatakan bahwa jurnalis perempuan memiliki upah yang lebih rendah, tapi hal tersebut di bantah oleh Agustina.  Namun ada sesuatu yang “nyelekit” ketika saya mengetahui bagaimana kesejahteraan kehidupan jurnalis.  Beberapa jurnalis yang kurang disejahterakan oleh perusahan medianya, akhirnya mengambil celah kesempatan. “Tunjangan” tersebut biasanya di dapatnya dari narasumber. Salah satu faktor terjadinya hal tersebut dapat dikarenakan karena perusahaan yang tidak mau tau akan kesejahteraan jurnalis yang notabene juga memiliki kebutuhan hidup. Menurut Agustina dapat di persentasekan sekitar 90% jurnalis di Surabaya menerima amplop tersebut.

Ini merupakan fakta baru yang saya ketahui. Mengapa akhirnya dunia jurnalistik yang awalnya menurut saya sederhana berubah menjadi begitu rumit dan kompleks. Kalau “amplop” ini terus terjadi, bagaimana nasib berita – berita yang disampaikan oleh jurnalis? Waa... jurnalis harus benar – benar belajar ilmu bijaksana juga dalam hal ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun