Mohon tunggu...
Purnama Dewi Siregar
Purnama Dewi Siregar Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswa

Hello, I’m Purnama Dewi, a master student at Gadjah Mada University studying Public Health. I’m passionate about the Health Services Research and Health Promotion. Beyond classes, and also I advocate for mental health awareness.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Optimalisasi Tren dan Pola Pembentukan Sistem Kebijakan Anti-Bullying di Sekolah

31 Mei 2024   17:20 Diperbarui: 31 Mei 2024   17:24 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kasus Bullying.bagelenchannel

Permasalahan kasus bullying atau perundungan di sekolah masih berlanjut, berdampak banyak anak-anak dan remaja, serta memberikan dampak jangka panjang pada kehidupan mereka. Hal ini sering kali menyebabkan kerugian emosional dan psikologis yang cukup serius.

Pemerintah Indonesia telah menetapkan perlindungan anak sebagai prioritas nasional, terutama dalam hal pencegahan perundungan, yang tercantum dalam RPJMN 2020-2024 dan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan. Upaya pencegahan kekerasan juga diintegrasikan sebagai bagian dari penguatan karakter siswa melalui promosi profil Pelajar Pancasila. Aturan dan kebijakan ini ditujukan untuk mencegah dan menangani kekerasan pada anak, dengan tujuan menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman. Dalam pelaksanaannya, kebijakan ini melibatkan guru, siswa, dan orang tua. (Kemendikbudristek, 2021)

Sebagaimana dinyatakan bahwa pemerintah telah menunjukkan upaya besar dalam menerapkan undang-undang anti-bullying. Pemerintah memainkan peran penting dalam proses ini yang bertanggung jawab atas pengembangan kebijakan, bimbingan sekolah, pelatihan dan pendidikan, serta sampai pada tahap pemantauan dan evaluasi.  

Namun, dalam implementasinya undang - undang ini masih kurang optimal dikarenakan masih masif terjadi kasus bullying di kalangan anak sekolah. Maka keterlibatan orang tua, guru, dan siswa begitu dibutuhkan. Sekolah diharapkan dapat menjadi tempat aman bagi para siswa/ remaja dan diharapkan dapat bekerjasama dalam membuat kebijakan berupa surat keputusan untuk inisiasi sistem pencegahan dan penanganan kasus bullying di sekolah, yang didukung dengan dilaksanakannya sosialisasi dan seminar mengenai peran guru, orang tua dan siswa dalam menghadapi kasus perundungan dan juga pembentukan peer councelour di sekolah dengan kerja sama antara pihak sekolah dan pihak puskesmas atau universitas.

Meskipun kebijakan anti-bullying dapat menjadi dasar upaya kasus perundungan, membangun sistem dan memiliki kebijakan saja tidaklah cukup, karena hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan kebijakan hanya berfokus pada perubahan perilaku pelaku dan tidak menangani kompleksitas masalah perundungan. Kebijakan anti-bullying tidak memberikan dampak langsung, namun efektif jika diterapkan dalam jangka waktu panjang, dengan kurun waktu minimal 2 tahun dan tetap menjadi komitmen bersama dan prioritas utama di sekolah.

Unesco menyatakan menjadi korban kasus bullying memberikan dampak berat yang dapat menyebabkan beberapa kemungkinan konsekuensi yang merusak dan berisiko dalam jangka panjang. Terdapat kosenkuensi yang saling tumpang tindah antara pelaku intimidasi, dan korban bullying.  Dimana "korban dan pelaku bullying" bersama-sama berstarus sebagai siswa. Hal ini menggambarkan bahwa sisw yang sering ditindas memiliki peluang lebih tinggi untuk mengakhiri pendidikannya lebih awal, dan merasa disudutkan, memiliki tingkat ketidakhadiran sekolah yang lebih tinggi, dan memiliki gangguan kecemasan, masalah kosentrasi yang pada akhirnya dapat berdampak pada pembelajaran.

Dengan adanya sistem ini, diharapkan jumlah kasus perundungan dapat menurun dan dicegah, serta tersedianya layanan pelaporan yang membuat siswa merasa aman dan nyaman di sekolah. Sekolah juga akan mendapatkan sumber daya tambahan melalui kerjasama dengan berbagai pihak. Tantangan dalam mengimplementasikan sistem ini meliputi keterbatasan sumber daya finansial dan manusia, ketidakkonsistenan dalam pembangunan sistem jangka panjang, perbedaan visi dan misi, serta kurangnya koordinasi antara semua pihak yang terlibat. Kekuatan sistem ini terletak pada dukungan siswa dan orang tua untuk melindungi hak belajar mereka, peningkatan prestasi siswa, mekanisme efisien untuk menangani kasus bullying, dan penciptaan budaya sekolah yang inklusif. Implementasi sistem ini dapat mengatasi kasus bullying dan menciptakan lingkungan belajar yang optimal di sekolah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun